Perkara No. 74 PK/Pid.Sus/2010 dengan Terpidana/Terdakwa Setia Budi merupakan (salah satu) contoh putusan PK dimana MA menyatakan tidak dapat menerima permohonan PK karena diajukan bukan oleh Terpidana langsung melainkan oleh Kuasa Hukumnya dan Terpidana tidak hadir dalam sidang pemeriksaan PK di Pengadilan tingkat pertama.
Alasan MA tidak menerima permohonan tersebut untuk menghindari terpidana yang melarikan diri mengajukan PK.
Kutipan Pertimbangan Hukum Mahkamah Agung:
Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena tidak memenuhi syarat formil yaitu sebagai berikut :
- Bahwa permohonan peninjauan kembali terhadap putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.26/Pid.B/TPK/2008/PN.Jkt.Pst. tanggal 23 Maret 2009 diajukan Edy Jumindra, SH. sebagai kuasa hukum Terpidana, berdasarkan Akta Permohonan Peninjauan Kembali tanggal 27 Januari 2010 No.01/Pid/PK/2010/PN.Jkt.Pst. ;
- Bahwa berdasarkan Berita Acara Sidang tanggal 16 Februari 2010 dan tanggal 23 Februari 2010 yang datang pada sidang pertama dan kedua pemeriksaan peninjauan kembali adalah kuasa hukum Terpidana berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 15 Desember 2009, dan Berita Acara Pemeriksaan tersebut ditandatangani oleh kuasa hukum Terpidana ;
- Bahwa berdasarkan Pasal 263 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa yang dapat mengajukan peninjauan kembali adalah Terpidana atau ahli warisnya ;
- Bahwa Pasal 265 ayat (2) KUHAP menyatakan bahwa Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana dalam pemeriksaan peninjauan kembali, Pemohon dan Jaksa ikut hadir dan dapat menyampaikan pendapatnya ;
- Bahwa Pasal 265 ayat (3) KUHAP menyatakan bahwa Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana menandatangani Berita Acara Pemeriksaan;
- Bahwa berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas maka kehadiran Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana bersifat imperatif artinya tidak boleh diwakili oleh kuasa hukumnya, sedangkan peranan kuasa hukum dalam pemeriksaan peninjauan kembali hanya mendampingi Terpidana ;
- Bahwa oleh karena permohonan Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana diajukan oleh Kuasa, maka selain bertentangan dengan Pasal 265 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana juga tidak memenuhi petunjuk dari Ketua Muda Mahkamah Agung Bidang Hukum Pidana Umum No.4984/TU/84/3951/Pid. tanggal 2 Nopember 1984 yang antara lain menyatakan bahwa kehadiran Pemohon dan Jaksa di dalam pemeriksaan berdasarkan Pasal 265 ayat (2) KUHAP adalah merupakan suatu keharusan. Petunjuk ini sejiwa pula dengan Surat Edaran Mahkamah Agung No.6 Tahun 1988 tanggal 10 Desember 1988 ;
- Bahwa ditaatinya ketentuan-ketentuan seperti ditetapkan di dalam KUHAP mengenai permohonan Peninjauan Kembali/Terpidana, khusus terkait perkara-perkara Tindak Pidana Korupsi, mempunyai arti tersendiri di dalam rangka menghindari kemungkinan mengajukan permohonan peninjauan kembali oleh Kuasa sedangkan yang bersangkutan bersembunyi atau lari ke Negara-Negara yang tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Republik Indonesia. Kekhawatiran ini sangat beralasan, mengacu kepada beberapa peristiwa yang terjadi, diantaranya :
- Kasus PT. Goro Batara Sakti dan BULOG yang merugikan Negarahingga Rp.96.000.000.000,- (sembilan puluh enam milyar). Dari tempat persembunyiannya Terpidana Tommy Soeharto mengajukan peninjauan kembali melalui Kuasanya ;
- Kasus Djoko Tjandra yang terlibat kasus cessie Bank Bali Rp.546.468.000.000,- (lima ratus empat puluh enam milyar empat ratus enam puluh delapan juta rupiah) Mahkamah Agung memeriksa peninjauan kembali yang diajukan Jaksa dan menjatuhkan hukuman 2 (dua) tahun penjara dan denda Rp.15.000.000.000,- (lima belas milyar rupiah). Sehari sebelum putusan itu diputuskan dalam Musyawarah dan Ucapan para Hakim Agung, Djoko Tjandra yang sudah mengetahui terlebih dahulu, memutuskan lari ke luar negeri dengan menggunakan pesawat carteran dari tempat persembunyiannya di luar negeri, ia mengajukan peninjauan kembali melalui Kuasanya ;
- Kasus Adelin Lis, pembalak hutan di Mandailing, Tapanuli Selatan. Mahkamah Agung dalam putusannya tanggal 31 Juli 2008 menghukum Adelin Lis 10 (sepuluh) tahun penjara, uang pengganti Rp. 119.800.000.000,- (seratus sembilan belas milyar delapan ratus juta rupiah), dana reboisasi US $ 2,938 (dua juta sembilan ratus tiga puluh delapan Dollar Amerika) dan denda Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) Subsider 6 (enam) bulan. Putusan kasasi ini tidak dapat dieksekusi karena Terpidana melarikan diri ;
- Bahwa khusus dalam perkara Tindak Pidana Korupsi, kehadiran Terpidana dan keharusan menandatangani Berita Acara Pemeriksaan, memiliki makna tersendiri, dalam rangka mencegah larinya Terpidana yang mengakibatkan putusan yang sudah inkracht tidak dapat dieksekusi ;
- Bahwa ketentuan Pasal 265 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang No.8 Tahun 1981 perlu dilaksanakan dengan benar serta ketat agar tidak disalahgunakan oleh Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana yang sengaja melarikan diri/bersembunyi di luar Negeri yang tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Republik Indonesia, khususnya Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana Tindak Pidana Korupsi ;
- Bahwa oleh karena syarat formil sesuai ketentuan Pasal 265 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tidak terpenuhi maka permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana harus dinyatakan tidak dapat diterima ;
Menimbang, bahwa oleh karena permohonan peninjauan kembali dinyatakan tidak dapat diterima, maka biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali dibebankan kepada Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana ;
Majelis Hakim:
1. Artidjo Alkotsar (Ketua Majelis)
2. MS Lumme (Hakim Ad Hoc pada MA)
3. Krisna Harahap (Hakim Ad Hoc pada MA)
4. Leopold Luhut Hutagalung (Hakim Ad Hoc pada MA)
5. Surya Jaya
Semoga bermanfaat.
Catatan Tambahan:
Tanggal 28 Juni 2012 Mahkamah Agung menerbitkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali dalam Perkara Pidana yang esensinya serupa dengan pertimbangan dalam putusan ini.
Salam Keadilan.
Keadilan di Negeri ini sangat membingungkan. Mengapa PK 74/Pid.Sus/2010 sangat bertentangan dengan PK 191/Pid.Sus/2010, PK 192/Pid.Sus/2010. dan PK 176/Pid.Sus/2010. Mhn Hakim yang mengaku dirinya agung berpihaklah pada keadilan.
Pingback: Catatan SEMA No. 1 Tahun 2012 tentang Pengajuan Permohonan PK dalam Perkara Pidana « KRUPUKULIT
perkara korupsi kita setuju dgn putusan tersebut menolak PKnya