“…cicak kok mau melawan buaya…”
(Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol. Susno Duadji, Majalah TEMPO 6-12 Juli 2009)
Pernyataan Kepala Bagian Reserse Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri Komisaris Jenderal Polisi Susno Duadji membawa ingatan kita pada perseteruan antara polisi dengan Independent Commission Against Corruption (ICAC), lembaga pemberantasan korupsi di Hongkong (Kompas, 2 Juli 2009).
Pada tahun 1977, “KPK Hongkong” tersebut membongkar kasus korupsi Kepala Polisi Hongkong yang tertangkap tangan menyimpan aset sebesar 4,3 juta dollar Hongkong dan menyembunyikan uang 600.000 dollar AS.
Akibatnya, beberapa saat kemudian, Kantor ICAC digempur oleh polisi Hongkong. Setelah pengadilan memutuskan bahwa Kepala Polisi tersebut memang terbukti bersalah dan ICAC terbukti bersih, maka Hongkong pun kini dikenal sebagai negara yang relatif bersih dari tindak pidana korupsi. Dan fakta ini tak lepas dari kinerja ICAC.
Di Indonesia, ketika Indeks Persepsi Korupsi kita semakin membaik, berbagai pihak saat ini justru beramai-ramai menggembosi KPK. Seperti dikutip Kompas, pegiat anti korupsi Saldi Isra menilai bahwa Polri terlalu mendramatisasi pemeriksaan terhadap Wakil Ketua KPK, Chandra M Hamzah yang melakukan penyadapan telepon seluler Rani Juliani dan almarhum Nasrudin Zulkarnain (Kompas, 25 Juni 2009). Menurut Saldi, KPK mempunyai prosedur standar operasional ketat terkait penyadapan. KPK tak akan menyadap jika tak memiliki dasar yang kuat dan jelas.
Komjen Susno Duadji kini juga tengah gerah karena telepon selulernya disadap oleh penegak hukum lain. Rekaman sadapan konon menunjukkan bahwa Kabareskrim Mabes Polri tersebut meminta imbalan sebesar Rp 10 miliar atas jasanya melancarkan pencairan uang PT Lancar Sampoerna Bestari terkait dengan kasus Bank Century (Majalah Tempo Edisi 6-12 Juli 2009). Dalam artikel yang sama, di ujung cerita, Susno mengibaratkan dirinya dan institusinya sebagai buaya dan mengatakan institusi penyadap sebagai cicak, “…cicak kok mau melawan buaya…”, ujarnya.
Kita tahu apa dan siapa yang dimaksud sebagai cicak. Perumpamaan ‘cicak’ jelas merupakan upaya pengkerdilan dan melemahkan gerakan anti-korupsi. Bila untuk mendukung gerakan anti-korupsi harus menjadi ‘cicak’, marilah kita semua menjadi cicak. Anda cicak, saya cicak, kita semua cicak. Dan mereka buaya.
Cicak sedunia, bersatulah! Kita yang dimiskinkan dunia…
Dukung CICAK (Cintai Indonesia Cintai KPK) !
Sumber : Politikana
Kunjungi Facebook kami.
Ya, anda CICAK, saya CICAK, dan rakyat Indonesia CICAK.
Para koruptor, pihak kepolisian, dan yg merasa takut akan keberadaan KPK lah BUAYA selama ini. BUAYA yg harus diburu karena merugikan rakyat Indonesia!!!!!
kita dukung KPK lawan buaya (pemakan rakyat).
Saya yakin 99% Polisi itu koruptor atau hanya 1% yang bersih.
Ketika sang Kader PKS (Fachri Hamjah-Komisi III) Khusnudjon kepada Polri dan Kejaksaan, tapi dia malah suudjon kepada KPK, maka dengan ini saya selaku kader PKS Bogor menyatakan keluar dari PKS, dan siap menjadi cicak..Allahu Akbar
Sungguh memalukan memang sang kader PKS yang seharusnya di posisi paling depan dalam pemberantasan korupsi, malah terang-teranggan mengkerdilkan KPK dengan dukungannya (Fraksi PKS -di Komisi III) di DPR untuk mencabut hak penuntutan oleh KPK, apa kader PKS mulai pengen korupsi atau memang dia sudah korup.. oh PKS nasibmu kini setelah memanggku jabatan.. kau kian memalukan..
Ass,.. pasti semua pada dukung KPK, adanya KPK koroptor pada bingun, Jika sebaliknya anggota KPK melakukan Koroptor, atau tindak pidana siapa yang memberantas, coba bayangkan kalau anggota KPK bukan lembaga KPK kebal hukum, mau dibawa kemana negara ini ? Neraga Repubilik Indonesia kan negara hukum, tidak ada yang kebal hukum,,,,,…, sekarang ini sudah dipolisir bahwa PPOLISI lawan KPK atau CICAK lawan BUAYA, tunggu aja biar proses hukum berjalan, jangan dukung mendukung entar juga ketahuan siapa yang salah dipengadilan, bila kedua tersangka tidak bersalah makan di rehabilitasi, jika salah yang jebloskan ke PENJARAAA, jangan takut dengan perorangan, semua pasti tahu setelah sidang,……, Hidup KPK, hidup POLISIIIIIII, jangan takut bertindak dengan orang yang berbuat tindak pidana, entah itu ANGGOTA KPK, menteri, atau siapa saja yang berbuat tindak pidana………
Saya memahami apa yang dialami oleh bibit dan chandra, tetapi saya ingin kita mengerti tentang apa sebenarnya yang terjadi sebelum kita mengagungkan suatu instiusi dan menista institusi lainnya. kita harus melihat apakah polisi melakukan tindakan terhadap institusi KPK atau personal Bibit dan Chandra yang diduga sebagai pelaku korupsi. Tentang apa yang disangkakan kepada Bibit dan Chandra juga harus dipahami terlebih dahulu, apakah benar chandra dan bibit tidak berbuat salah dalam wewenangnya, sebab sejauh ini saya belum melihat kalau Bibit dan Chandra dapat meyakinkan publik bahwa mereka tidak melakukan perbuatan menyalahgunakan kewenangan, tanpa menunjukkan bukti material selain hanya menggelar jumpa pers untuk membentuk opini publik. apakah seseorang yang belum disidik, dapat dilakukan pencekalan ? Publik haruslah mengerti duduk persoalan sebelum bicara omong kosong. proses yang dilakukan polisi adalah hal yang biasa dalam proses hukum. tidak ada yang ingin menghancurkan kpk tapi kalau personal kpk yang melakukan korupsi haruslah diperangi dan bukan dilindungi. tidak ada yang kebal di hadapan hukum. biarlah pengadilan yang memutuskan.
begini bung firman, pasal yang disangkakan kepada CMH & BSR adalah pasal 421 KUHP yg berbunyi ‘pejabat publik yang menyalahgunakan wewenang MEMAKSA seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan atau membiarkan sesuatu’, jadi tidak sekedar ‘penyalahgunaan wewenang’ seperti ada di media. Dalam pasal ini terdapat 3 unsur utama yg harus terpenuhi, yaitu adanya penyalahgunaan wewenang, memaksa seseorang, dan pemaksaan tersebut dilakukan dengan tujuan agar seseorang melakukan atau tdk melakukan sesuatu.
Dalam kasus ini unsur menyalahgunakan kewenangan menurut polri terkait dengan penandatanganan surat cekal Anggoro W dan surat pencabutan cekal Djoko S Tjandra. Menurut polri terdapat kesalahan dalam pembuatan surat2 tsb karena hanya ditandatangani oleh 1 org anggota kpk, atau setidaknya tidak mendapatkan persetujuan dari semua anggota. kita bisa berdebat soal ini, apakah seharusnya surat tsb hrs dittd oleh semua anggota atau tidak.
Unsur memaksa sesorang. Surat Cekal yg dibuat oleh pengembang kekuasaan bersifat memaksa, ok kita bisa terima argumen itu, namun siapa yang dipaksa? Anggoro kah? Djoko S Tjandra kah? Berbeda dari Surat Cekal biasa, Surat Cekal yg dibuat oleh KPK tidak ditujukan kepada subyek yg dicekal namun ditujukan kepada Dirjen Imigrasi. KPK tidak mencekal secara langsung, namun KPK memerintahkan kepada Dirjen Imigrasi untuk mencekal seseorang…beberapa saat yang lalu Imigrasi menyatakan tidak merasa dipaksa.
Unsur ketiga. melakukan atau tidak melakukan sesuatu. unsur ini terkait dg subyek pemaksaan di atas. Jika dipandang yang dipaksa adalah imigrasi maka seperti saya jelaskan sebelumnya Imigrasi tidak merasa dipaksa, sehingga unsur ini menjadi tidak relevan lagi. Jika dipandang yang dipaksa adalah subyek pencekalan maka akan terlihat kejanggalannya. Anggoro: ia dipaksa untuk melakukan atau tidak melakukan apa? agar ia tidak melakukan perjalanan ke luar negeri??? Hmmm…lebih aneh lagi surat pencabutan cekal thd Djoko S Tjandra…bukankah pencabutan cekal tsb berarti ia boleh berpergian ke luar negeri??? bukankah pencabutan cekal justru menguntungkan DST? …(saya akan meneruskan komen ditempat terpisah).
hidup KPK…………
Hidup Chandra……..
Hidup bibit……….
para polisi & jaksa adalah penjajah ,
di kasi hati minta jantung,
lama-lama nyekek
yang harus di bubarkan POLRI NKRI cukup punya TNI AD,AL,AU gk perlu POLRI
para jaksa & Hakim tolong jangan pandang yang punya duit aja lihst jg rakyat jelatah yg mencari keadilan di negara kita ini
Allhuakbar KPK maju terus!!!!
BUKAN RAHASIA:
Kalau mau jadi polisi harus siap sogokan
Makanya setelah jadi polisi taunya cuma disogok dan nyogok….
USUL SAYA:
Stop penambahan personil polisi.
Usut praktek sogok-menyogok pada penerimaan calon polisi
Pecat semua pihak yang menyogok dan menerima sogokan
SELANJUTNYA:
Ganti Polisi dengan pramuka.
Terlihat sekali beberapa institusi negara berkolaborasi untuk melemahkan KPK
Cuma mereka lupa bahwa jaman telah berubah bukan jaman Orde Baru lagi !
Kalau jaman Orba , suatu kasus bisa dijadikan “uang” sekarang dng adanya KPK beberapa institusi penegak hukum ga ada “Proyek Kasus”yg hasilkan uang, terbukti Urip dan Artaliata tertangkap.
Pengusaha kotorpun berpikir !
Atau malah mau lihat suatu gerakan Revolusi pengadilan rakyat !!!
hidup kpk