Inkonsistensi Mahkamah Agung dalam Perkara Narkotika


Dua perkara di bawah ini memperlihatkan adanya inkonsistensi Mahkamah Agung dalam perkara narkotika. Kedua perkara ini memiliki pertanyaan hukum yang sama, yaitu jika judex facti menilai bahwa terdakwa seharusnya dihukum sebagai penyalahguna narkotika sementara pasal penyalahguna (127 UU Narkotika) tidak didakwakan, apakah judex facti diperbolehkan menghukum terdakwa dengan pasal penyalahguna tersebut? Pertanyaan kunci ini ternyata dijawab oleh Mahkamah Agung secara tidak konsisten, oleh karena dalam perkara pertama MA menyatakan tidak boleh, sementara dalam perkara kedua diperbolehkan.

Dari kedua perkara ini yang menarik, terdapat hakim agung yang sama, yaitu Prof. Komariah Emong Sapardjaja yang duduk sebagai ketua majelis di kedua perkara tersebut, namun walaupun terdapat perbedaan pertimbangan yang bertolak belakang, tidak terdapat pendapat hukum yang berbeda (dissenting opinion) dalam kedua putusan ini. Kedua perkara ini juga diputus dalam waktu yang relatif berdekatan, perkara kedua Terdakwa ini diputus 11 januari 2012 sementara perkara Akhmad Marzuki diputus pada tanggal 27 Februari 2012. Selain itu kedua perkara ini juga terjadi di wilayah Pengadilan Tinggi yang sama, yaitu Pengadilan Tinggi Surabaya.

Berikut ini resume kedua putusan perkara tersebut:

1. Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 (Akhmad Marzuki)
Dalam perkara ini Terdakwa didakwa melanggar pasal 111 (1) UU Narkotika yang ancaman hukumannya penjara minimal 4 tahun dan maksimal 12 tahun, dan denda minimal Rp 800 juta dan maksimal 8 milyar karena kedapatan membawa 1 linting ganja dengan berat 0,25 gram. Dalam dakwaannya Penuntut Umum hanya mendakwa dengan dakwaan pasal 111 (1) itu saja (dakwaan tunggal). Namun oleh Pengadilan Negeri Bangkalan Terdakwa dinyatakan tidak terbukti melanggar pasal 111 (1) melainkan pasal 127 (penyalahguna) walaupun pasal 127 tersebut tidak didakwakan juga oleh Penuntut Umum. Atas putusan PN tersebut Penuntut Umum mengajukan Banding, permohonan Banding Penuntut Umum tersebut dikabulkan, namun Pengadilan Tinggi Surabaya tetap menjatuhkan terdakwa atas pasal 127 bukan 111, Pengadilan Tinggi bahkan menambahkan perintah agar Terdakwa direhabilitasi.

Atas putusan Pengadilan Tinggi yang pada intinya memperkuat putusan PN yang menjatuhkan hukuman atas pasal yang tidak didakwakan tersebut Penuntut Umum kemudian mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung. Mahkamah Agung mengabulkan permohonan Kasasi Penuntut Umum tersebut, dalam pertimbangannya MA menyatakan Judex Facti telah salah dalam menerapkan hukum oleh karena menjatuhkan pidana atas pasal yang tidak didakwakan (127). Mahkamah Agung kemudian membatalkan putusan judex facti dan mengadili sendiri perkara tersebut. Oleh Mahkamah Agung Terdakwa dinyatakan terbukti atas dakwaan yang diajukan Penuntut Umum, yaitu melanggar Pasal 111 (1) UU Narkotika No. 35 Tahun 2009, menjatuhkan pidana penjara kepada Terdakwa selama 4 tahun dan denda Rp 800 juta rupiah.

Kutipan Pertimbangan Mahkamah Agung:
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa alasan tersebut dapat dibenarkan, oleh karena Judex Facti (Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi) salah menerapkan hukum karena putusan Judex Facti (Pengadilan Tinggi) yang mengubah amar putusan Judex Facti (Pengadilan Negeri) yang memerintahkan agar Terdakwa menjalani pengobatan/rehabilitasi sebagaimana tersebut dalam amarnya: Menyatakan Terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana yang didakwakan Jaksa/ Penuntut Umum dan karena itu membebaskan Terdakwa dari dakwaan tersebut, menyatakan Terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana, “Penyalahgunaan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman bagi diri sendiri”, dan karena itu dijatuhi pidana 10 (sepuluh) bulan penjara dibuat berdasarkan pertimbangan hukum yang salah, yaitu:

  • Judex Facti menyatakan Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman bagi diri sendiri yang tindak pidana tersebut tidak didakwakan;
  • Judex Facti salah menyimpulkan bahwa unsur menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman berdasarkan pertimbangan bahwa oleh karena barang tersebut (ganja yang terdapat pada rokok yang belum habis dihisap) adalah merupakan barang yang dapat disamakan sebagai puntung rokok yang telah dibakar dan dihisap oleh Terdakwa, maka barang tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai barang yang dimiliki atau menyimpan ataupun menguasai atau menyediakan, oleh karena barang tersebut adalah sisa;
  • Bahwa pertimbangan Judex Facti (Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi) tersebut jelas salah karena bernilai atau tidaknya suatu barang, mengandung substansi atau zat tertentu, tidak tergantung kepada tempat keberadaan atau bungkus barang tersebut, melainkan tergantung kepada nilai atau substansi yang terkandung dalam barang tersebut;

Dengan pertimbangan tersebut, ganja yang terdapat dalam puntung rokok tetap mempunyai substansi sebagai ganja dan bernilai sebagai barang yang berharga, meskipun dalam kasus ini dibatasi kepemilikan, penguasaan dan pemakaiannya;

Majelis Hakim Agung:
1. Komariah Emong Sapardjaja
2. Salman Luthan
3. Andi Samsan Nganro
Tanggal putusan: 27 Februari 2012

2. Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011 (Mohammad Syaiful Mujahid & Edy Roestaman)

Dalam perkara ini kedua Terdakwa adalah anggota Polri yang tertangkap menggunakan sabu-sabu di sebuah hotel. Terdakwa I tertangkap saat masih menggunakan sabu-sabu sendirian di dalam kamar hotelnya, sementara itu Terdakwa II ditangkap di tempat pencucian mobil. Saat Terdakwa II ditangkap ditemukan alat-alat untuk menggunakan sabu-sabu tersebut.

Atas perbuatan para Terdakwa tersebut Penuntut Umum mendakwa keduanya dengan dakwaan tunggal yaitu Pasal 112 jo. Pasal 132 (1) UU Narkotika No. 35 Tahun 2009 yang ancaman hukumannya berupa pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 12 tahun, dan denda minimal Rp 800 juta dan maksimal Rp 8 milyar. Serupa dengan kasus Akhmad Marzuki, Pengadilan Negeri menyatakan para terdakwa tidak bersalah atas pasal yang didakwakan, namun menyatakan para terdakwa bersalah sebagai penyalahguna (127). Oleh Pengadilan Negeri keduanya dijatuhi penjara selama 2 tahun. Putusan yang menjatuhkan vonis atas pasal yang tidak didakwakan ini diperkuat oleh Pengadilan Tinggi Surabaya, bahkan PT Surabaya meringankan hukuman yang dijatuhkan kepada para Terdakwa dari 2 tahun penjara menjadi 1 tahun penjara.

Berbeda dengan pertimbangan hukum dalam kasus Akhmad Marzuki dimana Mahkamah Agung membatalkan putusan judex facti yang menghukum AM sebagai penyalahguna dengan alasan pasal penyalahguna (127) tidak didakwa oleh Penuntut Umum, dalam perkara dimana kedua Terdakwanya merupakan anggota Polri ini Mahkamah Agung tidak membatalkan putusan judex facti. Padahal permasalahan hukum dalam kedua perkara ini serupa, yaitu judex facti menjatuhkan vonis atas pasal yang tidak didakwa. Dalam pertimbangannya MA menyatakan bahwa judex facti tidak salah dalam menerapkan hukum.

Majelis Hakim Agung:

1. Komariah Emong Sapardjaja (Ketua)
2. Surya Jaya
3. Suhadi

Catatan Tambahan:

  1. Lihat juga tulisan Penjatuhan Tindakan Kewajiban Rehabilitasi atas Perbuatan yang Didakwa Pasal 111 UU Narkotika
  2. Lihat juga putusan Nomor 2447 K/Pid.Sus/2011 (M. Arifin bin Sukari)
  3. Lihat juga putusan Nomor 259 PK/Pid.Sus/2011 (Abd. Majid RS cs)

7 thoughts on “Inkonsistensi Mahkamah Agung dalam Perkara Narkotika

  1. Pingback: Terobosan yang Nanggung dari Mahkamah Agung « KRUPUKULIT

  2. kita pecandu bukan harud di hukum tapi di sembuhkan dgn jalan rehabilitasi. capek deh uud ini.

  3. Diadili Tanpa Barang Bukti
    DIVONIS 10 TAHUN
    EDIH MENCARI KEADILAN

    Edih Kusnadi,warga serpong Tangerang yang dituduh menjadi bandar narkoba,disiksa polisi,dipaksa mengaku lalu dijebloskan kepenjara.
    Semua itu dilakukan penegak hukum tanpa ada barang bukti dari tersangka Edih. Sialnya lagi fakta-fakta hukum yang diajukan Edih tak digubris dan hakim memberinya vonis 10 tahun penjara. Memang lebih ringan dari tuntutan jaksa yang 13 tahun,tapi Edih tetap tidak terima karena merasa tidak bersalah. Dia mengajukan banding dan kini mendekam di Rutan Cipinang menunggu putusan Kasasi. Ditemui di Rutan Edih yang sangat menderita itu menyampaikan kronologi kasusnya. Dia menganggap kasusnya itu direkayasa oleh polisi “SAYA MOHON BANTUAN AHLI-AHLI HUKUM UNTUK MEMBANTU MEMBONGKAR REKAYASA KASUS INI” katanya. Sedihmya lagi, dan Edih tidak habis pikir mengapa hakim menjatuhkan vonis 10 tahun atas keterangan satu orang saksi. Padahal dia dituduh mau terima narkoba,ditangkap tanpa barang bukti. Saksi tersebut adalah iswadi yang ditangkap tangan membawa narkoba.
    Kasus ini bermula ketika Edih ditangkap di jalan Gajah Mada jakarta pusat,pada 14 mei 2011 “saya dituduh mau terima narkoba dari iswadi,tapi saya ketemu iswadi dipolda. Tidak ada barang bukti narkoba disaya maupun dikendaraan saya tetapi dibawa kepolda” kata Edih.
    Sebelumnya polisi sudah menangkap dua orang Iswadi Chandra alias kiting dan Kurniawan alias buluk. Ditemukan barang bukti sabu 54 gram yang sudah dicampur tawas, dia mendapatkannya dari pulo gadung. Saya hanya mengenal Iswadi dan tidak kenal dengan Kurniawan katanya. Edih menduga dia ditangkap lantaran dijebak oleh Iswadi. Saat polisi menangkap Iswadi dan Kurniawan kebetulan Edih menghubungi Iswadi,tapi tidak diangkat beberapa jam kemudian bari Iswadi yang menghubungi saya terus untuk ketemu,karena mau kekota saya janjian saja ketemu sekalian untuk membicarakan pekerjaan asuransi. Saya bekerja diperusahaan asuransi, ujar dia.
    “pada saat setelah penangkapan,sebelum dites urine, saya dikasih makan dan minum kopi 2 kali bersama kurniawan. Hasilnya positif tapi samar samar. Saya menduga itu direkayasa polisi memasukan amphetamine kedalam minuman saya. mereka kesal karena dinilai saya tidak kooferatif. Kata Edih.
    Edih mengatakan ia mempunyai hasil rontgen dan surat dokter dari poliklinik Bhayangkara yang menyatakan bahwa lengannya patah.
    Seluruh isi vonis hakim pengadilan Negeri Jakarta Timur itu dianggapnya tak masuk akal. AMAR PUTUSAN “MENYATAKAN TERDAKWA EDIH SECARA SAH DAN MEYAKINKAN BERSALAH TANPA HAK ATAU MELAWAN HUKUM MENERIMA NARKOTIKA SEBANYAK LEBIH DARI 5 GRAM MELALUI PEMUFAKATAN JAHAT” Ini aneh sekali, saya menyentuh barang itu saja tidak,apalagi menerimanya. Barang bukti dari saya sebuah ponsel, tidak ada sms atau pembicaraan tentang narkoba didalamnya. Ini sungguh tidak adil, kata Edih.
    Sementara dalam pertimbangannya majelis menyatakan: MENIMBANG BAHWA WALAUPUN PADA SAAT TERDAKWA DITANGKAP,TERDAKWA BELUM MENERIMA SABU YANG DIPESANNYA TERSEBUT, MENURUT HEMAT MAJELIS HAL ITU DIKARENAKAN TERDAKWA KEBURU DITANGKAP OLEH PETUGAS. DAN WALAUPUN TERDAKWA MEMBANTAH BAHWA DIDINYA TIDAK PERNAH MEMESAN SABU PADA ISWADI MAUPUN RI,NAMUN BERDASARKAN BERDASARKAN HASIL PEMERIKSAAN URINE NO B/131/V/2011/DOKPOL YANG DIBUAT DAN DITANDATANGANI OLEH dr. BAYU DWI SISWANTO TERNYATA URINE TERDAKWA POSITIF MENGANDUNG AMPHETAMINE”. Sedangkan terdakwa tidak pernah mengajukan dari pihak yang berkompeten.
    Saya dites urine 22 jam setelah ditangkap, sempat dikasih makan dan minum kopi 2 kali, saya menduga mereka mencampurkan amphetamine kedalam kopi saya. Bagi saya tidak masuk akal ada benda itu dalam urine saya karena saya tidak menkomsumsi narkoba. Kata Edih lagi. Dia cuma berharap para hakim agung di MA mendengarkankeluhannya dan membebaskannya. “karena seratus persen saya tidak bersalah” tutupnya.
    SEKARANG SEDANG PROSES KASASI
    http://m.hukumonline.com/berita/baca/lt4f59d9a315ebb/salah-tangkap-dan-disiksa-dalam-penyidikan
    TANPA PEMBERITAHUAN NOMOR REGISTRASI KASASI SEBELUMNYA

    TANPA PEMBERITAHUAN SURAT PENAHANAN KEPADA KELUARGA/KUASA HUKUM/ TERDAKWA

    TIBA-TIBA SUDAH DIVONIS !!

    Demikian bunyi Petikan Putusan Kasasi Edih Kusnadi 1672 K/Pid.Sus/2012

    MENGADILI

    – Menolak Permohonan Kasasi dan Pemohon Kasasi EDIH KUSNADI

    – Membebankan Pemohon Kasasi/Terdakwa tersebut untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp 2.500 ( dua ribu lima ratus rupiah)

    – Demikian diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari kamis, tanggal 18 Oktober 2012, oleh Prof. Dr. KOMARIAH E SAPARDJAJA, SH Ketua Muda yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis H. SUHADI, SH. MH dan SRI MURWAHYUNI SH. MH. Hakim-Hakim Agung sebagai anggota dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota tersebut dan dibantu oleh TETY SITI ROCHMAT SETYAWATI SH Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh Terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum;
    Kasasi Edih Kusnadi Ditolak

    http://www.soorot.com/2012/11/edih-kusnadi-berkomentar-terkait.html

    http://ganasnews.com/?p=3717

    http://m.detik.com/news/read/2012/11/12/171024/2089600/10/kasasi-ditolak-terdakwa-narkoba-edih-mendekam-10-tahun-di-bui?9922032

  4. Pingback: Ultra Petitum yang Dibenarkan « KRUPUKULIT

  5. Pingback: Tahun 2012: Perkara Narkotika, Ganti Rugi Pengelola Parkir, dan Kecelakaan Maut | Ars Aequi et Boni

  6. Ajukan Upaya Hukum Luar Biasa pak sebagai satu-satunya pintu terakhir. Dengan upaya hukum PK, insha Allah sesuai pengalaman saya pada Pengadilan Negeri Kepanjen Malang, hukumannya bisa saja bebas bersyarat, disebabkan karena minimnya alat bukti JPU.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s