“Ditahan, ga, ditahan, ga, ditahan,ga… “ itu mungkin perasaan tiap orang yang menjadi tersangka atas suatu tindak pidana yang ancaman pidananya 5 tahun atau lebih, atau beberapa pasal tertentu. Kekhawatiran ini biasanya akan memuncak pada saat ia menerima surat panggilan pemeriksaan,
“Apakah nanti setelah selesai pemeriksaan saya akan ditahan atau tidak?” Pertanyaan yang kerap muncul. Sejumlah pengacara mulai dari yang anak bawang hingga yang bulu hidungnya saja juga sudah ubanan kesulitan menjawab pertanyaan ini. “Ya, tergantung penyidiknya nanti”, “Tergantung bagaimana, kapan sih saya sebagai tersangka bisa ditahan kapan tidak?”
“Kalau ancaman hukuman pasal yang disangkakan 5 tahun atau lebih, ada juga yang dibawah 5 tahun tapi bisa ditahan juga, seperti Penipuan, Penggelapan, “Perbuatan Tidak Menyenangkan” dan beberapa lagi”.
“Jadi kalau ancamannya 5 tahun atau lebih pasti akan ditahan? Kalau ya, berarti saya akan ditahan ya nanti?”
“Ya tidak juga. Tergantung penyidiknya”
“Tergantung bagaimana??? Itu yang saya tanya tadi!”
“Tergantung apakah penyidiknya khawatir anda akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatannya”
“Jadi, kalau saya tidak akan melakukan itu semua maka saya tidak akan ditahan? Syukurlah, toh saya tidak akan melakukan itu semua. Berarti saya tidak akan ditahan kan?”
“Ya tergantung penilaian penyidiknya, bukan kita yang menentukan perlu ditahan atau tidak.”
“Lagi-lagi tergantung penyidiknya?? Anda pengacara atau bukan sih? Saya bayar anda mahal-mahal karena saya pikir anda lebih paham hukum dibanding saya, masak pertanyaan sederhana seperti ini jawabannya hanya ‘tergantung penyidiknya’ terus?? Ok, begini deh, bagaimana caranya supaya saya tidak harus ditahan? Apakah saya harus buat pernyataan saya tidak akan melarikan diri dst tadi? Kalau ya, akan saya lakukan, kalau perlu diatas materai!”
“Ya, nanti kita bisa meminta penangguhan penahanan dari penyidiknya”
“Oo, jadi kalau ditahan bisa minta penangguhan penahanan? Syukurlah…berarti saya tidak perlu khawatir.”
“Tapi belum tentu penangguhan dikabulkan.”
“Belum tentu? …ok, jangan bilang sama saya ‘tergantung penyidiknya’ lagi!”
“Ya, seperti itu lah kira-kira.”
“Apakah saya akan ditahan atau tidak, tergantung penyidiknya, apakah saya bisa dapat penangguhan penahanan, juga tergantung penyidiknya, tergantung pada apa, pada penilaian dia sendiri. Apa tidak ada semacam aturan yang lebih jelas yang mengatur masalah ini apa?”
“Ya ada, penahanan ini ada aturannya”
“Aturan apa? Yang tadi itu, yang bilang kalau penahanan dapat dilakukan kalau ada kekhawatiran tersangka akan melarikan diri dst, tapi yang menilai apakah ada kekhawatiran itu ya penyidik itu sendiri? Aturan apa itu kalau semua-semuanya tergantung dengan penilaian penyidik itu sendiri??? …Begini deh, perlu apa itu penyidik supaya dia tidak gampang khawatir?”
Hahahahahhahah…..diskresi pejabat publik skrg ada aturannya di UU 30/2014…tp juga sumir. Setiap keputusan yg didasarkan oleh diskrei hrs izin atasan terlebih dahulu.
bisa nga diuji (oleh pengadilan) syarat subyektif penahanan itu, bgmn membuktikan kekhawatiran atas tiga hal tersebut?
Bisa. Pasal 21 (1) “…dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran…”
Dengan frase tersebut maka sebenarnya diskresi penyidik tidak mutlak. Dalam praperadilan, hakim dapat meminta penyidik untuk menunjukan/menjelaskan “keadaan” apa yang menurutnya menimbulkan kekhawatiran Tsk akan melarikan diri dst. Hakim praper kemudian menilai, apakah berdasarkan “keadaan” tersebut memang kekhawatiran penyidik dapat dijustifikasi atau tidak. Jadi disini, subyektivitas penyidik diuji kembali oleh hakim.
Dilema memang ketentuan dari pasal17, Pasal 21 ayat1 dan juga termasuk penetapan tersangka terhadap Pasal 77 KUHAP karena sejati nya oleh pembentuk UU dalam rancangan KUHAP yang baru, di bentuk Hakim Komisioner untuk menentukan (sarana kontrol) dari ketentuan2 tersebut namun kenyataannya hal itu tidak bisa diwujudkan…pertanyaannya mengapa demikian, kepentingan apa dan siapa???
bro cb bahas ulang perkara jesica dari sudut pandang pembuktiaan masing – masing pihak guna menemukan kebenaran materiil…(dengan catatan jangan membahas putusan YM Majelis Hakim yang menyidangkan perkara tersebut)…semangat bro…
nanti saya akan tulis soal pembuktian, tapi bukan dalam kasus jessica. umum aja. untuk perkara jessica, kita biarkan itu jadi kerjaannya penasihat hukumnya.
ok sepakat itu jadi pekerjaan penasehat hukum dari kliennya tsb lagian juga blm BHT jadi pantang deh kt bahas pembuktiaannya tersebut, namun catatannya mohon bro tulis setidak – tidaknya dengan masalah yang serupa yang menarik perhatian publik.
Asslmkum rekan2, mohon ijin komentar, saya pendatang baru#. Subjektifitas penyidik dlm menentukan tersangka harus ditahan atau tidak sebaiknya perlu aturan baru yang lebih tegas, terutama untuk tersangka dengan ancaman pidana dibawah 5 tahun seperti yg di atur dlm KUHAP psl 21 ayat 4 huruf a dan b, pd pasal tsb sudah jelas dan dibatasi diskresi maupun subjektifitas penyidik dlm hal penahanan, namun pada prakteknya masih banyak tersangka diluar ketentuan pasal 21 tsb ditahan, yg ujung-ujungnya meminta penangguhan penahanan dmn hal ini dpt dijadikan ruang bermain oleh oknum, dan saya pikir bila celah bermain ini tidak segera ditutup dng aturan yg lebih tegas, akan banyak korban penahan yg akan menjadi lahan bagi oknum, terimakasih