Seorang perempuan ditangkap karena melakukan pembaptisan anaknya bertepatan dengan peringatan HUT Proklamasi Republik Maluku Selatan (RMS). Dalam pembaptisan tersebut dilakukan upacara penghibaran bendera RMS dan doa bersama untuk perjuangan RMS. Ia memang seorang simpatisan RMS. Ia kemudian dihukum 2,5 tahun oleh Mahkamah Agung ditingkat kasasi dengan ketua majelisnya mantan aktivis hak asasi manusia.[1] Perempuan tersebut dinyatakan terbukti melakukan ‘tindak pidana makar’. Tak ada senjata yang ditemukan dalam kegiatan tersebut, hanya bendera RMS, dan sejumlah dokumen.
Dalam peristiwa lainnya, seorang lelaki ditangkap karena turut serta dalam acara peringatan HUT proklamasi kemerdekaan Negara Republik Melanesia Barat atau Papua Barat. Dalam upacara tersebut dilakukan pengibaran bendera Bintang 14, bendera negara Papua Barat. Lelaki tersebut kemudian diputus bersalah oleh Mahkamah Agung ditingkat kasasi karena “turut serta melakukan makar”, majelis kasasi yang dipimpin oleh seorang hakim agung berlatar belakang hakim militer menjatuhi penjara 5 tahun[2]. Kembali, tak ada senjata yang ditemukan dalam kegiatan tersebut, hanya bendera dan sejumlah dokumen dan sound system.
Dua kasus di atas hanya sejumlah kecil kasus upacara peringatan hut kemerdekaan kelompok separatis yang kemudian dipidana karena melakukan ‘tindak pidana makar’. Melakukan upacara atau mengibarkan bendera kelompok separatis adalah tindak pidana di sini, “tindak pidana makar”.
Apa Itu Makar?
Apa sih ‘makar’ itu sendiri, dan apakah benar ‘makar’ adalah suatu tindak pidana? Mari kita lihat KUHP.
Dalam pasal 87 KUHP dinyatakan:
Dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbuatan, apabila niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, seperti dimaksud dalam pasal 53.
Jika merujuk pada pasal 87 tersebut terlihat bahwa pasal yang letaknya dalam Bab IX Arti Beberapa Istilah Yang Dipakai Dalam Kitab Undang-Undang tersebut sebenarnya tidak mendefinisikan apa yang dimaksud dengan ‘makar’ itu sendiri. Ketentuan tersebut hanya mengatur intinya bahwa jika niat telah ada dan telah ada permulaan pelaksanaan, maka telah sempurna lah makar untuk melakukan suatu perbuatan. Namun pertanyaan apa itu ‘makar’ itu sendiri tidak lah terjawab dari pasal 87 ini.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia makar sendiri memiliki 3 arti, 1) akal busuk; tipu muslihat, 2) perbuatan (usaha) dengan maksud hendak menyerang (membunuh) orang, da sebagainya, 3) perbuatan (usaha) menjatuhkan pemerintah yang sah.[3]
Dengan merujuk ketiga pengertian makar dalam KBBI di atas, pertanyaannya, dari kedua kasus di atas pertanyaannya makar dalam pengertian yang manakah yang dianut Mahkamah Agung? Apakah tipu muslihat, perbuatan dengan maksud menyerang (membunuh) orang, atau perbuatan menjatuhkan pemerintah yang sah?
Adalah suatu kekeliruan yang fatal ketika Mahkamah Agung menyatakan dalam putusannya ‘terdakwa terbukti melakukan tindak pidana makar’, karena makar pada dasarnya bukanlah tindak pidana. Makar adalah suatu unsur dari beberapa tindak pidana, namun makar itu sendiri bukan lah tindak pidana. Mari kita lihat contoh beberapa pasal dalam KUHP berikut:
Pasal 104
Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun
Pasal 106
Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian dari wilayah negara, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.
Pasal 107
(1) Makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(2) Para pemimpin dan pengatur makar tersebut dalam ayat 1, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.
Pasal 139a
Makar dengan maksud melepaskan wilayah atau daerah lain dari suatu negara sahabat untuk seluruhnya atau sebagian dari kekuasaan pemerintah yang berkuasa di situ, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Pasal 139b
Makar dengan maksud meniadakan atau mengubah secara tidak sah bentuk pemerintahan negara sahabat atau daerahnya yang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Jadi, makar yang mana yang dimaksud dari kedua putusan Mahkamah Agung di atas? …ya, dalam kedua putusan tersebut sebenarnya yang dimaksud adalah tindak pidana yang diatur dalam Pasal 106, karena memang pasal 106 itu lah yang didakwakan oleh JPU. Jadi seharusnya putusan kasasi tersebut tidak sekedar menyebutkan “terdakwa terbukti melakukan tindak pidana makar”, namun seharusnya “terdakwa terbukti melakukan tindak pidana makar dengan maksud supaya sebagian wilayah negara memisahkan diri dari wilayah negara”.
Kembali ke pertanyaan awal, jadi makar itu apa?
Untuk mengetahui arti dari makar sebenarnya tidak lah terlalu tepat untuk merujuk pada KBBI semata. Benar bahwa KBBI memberikan definisi tentang apa itu makar sebagaimana di atas, namun yang perlu diingat adalah makar itu sendiri berasal dari bahasa arab, al-makr, yang mana sebenarnya kita harus merujuk pada kamus-kamus bahasa arab yang menjelaskan apa arti al-makr itu sendiri, apakah sama dengan yang dimaksud dengan KBBI. Dalam bahasa arab itu sendiri pengertian tentang al-makr lebih mengarah pada tipu muslihat sebagaimana point 1 KBBI dengan beberapa bentuk yaitu tipu muslihat (deception), rencana sistematis (scheme), licik (sly, cunning) dan sebagainya. [4] Makna makr ini sendiri yang lebih berkonotasi negatif ini kemudian banyak diperdebatkan, mengingat dalam al quran terdapat ayat yang jika makr diartikan sebagai tipu muslihat maka akan ayat itu akan terdengar seperti “Allah is the best deceiver”. Namun, terlepas dari perdebatan ini, lalu darimana asalnya arti kedua dan ketiga yang ada dalam KBBI di atas?
Asal Pasal “Makar”
Sebelum terlalu jauh memikirkan apa sebenarnya arti kata “makar” dalam bahasa arab, sebelum membuka-buka kamus-kamus dan literatur bahasa arab, perlu diingat kembali bahwa KUHP kita sebenarnya bukan lah berasal dari Arab. KUHP kita berasal dari Belanda, dan disusun dalam bahasa Belanda yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, yang hingga kini pun sebenarnya belum pernah ada versi terjemahan resmi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia. Oleh karenanya maka untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan ‘makar’ maka sebaiknya kita merujuk pada rumusan asli terkait makar ini.
Dalam rumusan aslinya, ‘makar’ sebenarnya merupakan terjemahan dari aanslag. Berikut dua contoh rumusan pasal 87 dan 104 KUHP dalam bahasa aslinya.
Pasal 87
Aanslag bestaat zoodra eene strafbare poging tot het voorgenomen feit aanwezig is
Pasal 104
De aanslag ondernomen met het oogmerk om den Koning, de regeerende Koningin of den Regent van het leven of de vrijheid te berooven of tot regeeren ongeschikt te maken, wordt gestraft met de doodstraf of levenslange gevangenisstraf of tijdelijke van ten hoogste twintig jaren
Kini, pertanyaannya, apa itu aanslag?
Dalam beberapa kamus bahasa belanda, aanslag diartikan sebagai gewelddadige aanval[5] yang dalam bahasa inggris artinya violent attack. Aanslag memiliki arti yang sama dengan onslaught dalam bahasa inggris yang artinya juga violent attack, fierce attack atau segala serangan yang bersifat kuat (vigorious)[6].
Di titik ini mari kita renungkan kembali, apakah istilah ‘makar’ menggambarkan makna ‘aanslag’ yang artinya violent attack atau serangan yang bersifat kuat? Dan apa yang terjadi jika kata ‘makar’ dalam seluruh pasal terkait diganti dengan kata ‘serangan’, ‘melakukan serangan’, ‘menyerang’ atau ‘penyerangan’. Coba kita lihat pasal 106 berikut:
Menyerang dengan maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian dari wilayah negara, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun..
Jika rumusan pasal 106 mejadi seperti di atas, pertanyaannya, apakah melakukan upacara memperingati proklamasi RMS atau mengibarkan bendera kelompok yang dipandang sebagai kelompok separatis sudah cukup untuk dikatakan ‘menyerang’?
Menurut saya tidak. Terlepas dari apapun tujuan dari pihak yang melakukan pengibaran bendera RMS, Bintang Kejora, GAM atau bendera-bendera kelompok separatis lainnya, sepanjang kegiatan tersebut tidak disertai dengan tindakan-tindakan penyerangan (violent attack), maka perbuatan-perbuatan tersebut belum lah cukup untuk dikatakan memenuhi unsur menyerang.
Di titik ini tentu akan muncul beberapa pertanyaan, jika aanslag artinya adalah menyerang, lalu mengapa Prof. Moelyatno (atau siapapun itu yang dulu menerjemahkan KUHP) saat menerjemahkan KUHP dari bahasa Belanda tidak menggunakan kata ini saja yang artinya jauh lebih mudah dipahami dibandingkan dengan ‘makar’?
Atas pertanyaan ini saya memiliki suatu analisis mengapa kira-kira Prof. Moelyatno (atau siapapun itu yang pertama kali menerjemahkan KUHP) tidak menggunakan kata ‘menyerang’ atau ‘serangan’ saat menerjemahkan kata ‘aanslag’ ke bahasa indonesia. Permasalahan ini tidak terlepas dari terlalu sederhananya bahasa indonesia –terlebih pada masa lalu yang hanya memiliki 1 kata untuk menyerang. Hal ini berbeda dengan bahasa belanda dan inggris yang memiliki beberapa istilah. Dalam bahasa belanda terdapat beberapa kata yang mengandung arti serangan dengan makna yang berbeda-beda, diantaranya aanslag, aanranding, aanval. Sementara itu dalam bahasa inggris terdapat beberapa kata juga, di antaranya attack, assault, onslaught, assail dll.
Minimnya variasi istilah ‘serangan’ dalam bahasa indonesia ini berimplikasi pada penerjemahan KUHP. Contoh kongkrit dapat terlihat dari pasal 131 KUHP, yang rumusan dalam bahasa indonesianya sebagai berikut:
Tiap-tiap penyerangan terhadap diri presiden atau Wakil Presiden, yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana lain yang lebih berat, diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun
Pasal 131 di atas pada dasarnya adalah berkaitan dengan pasal 104 KUHP. Dalam bahasa sederhananya pasal 131 tersebut dapat dibaca menjadi, jika penyerangan terhadap diri presiden atau wakil presiden tidak termasuk dalam penyerangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 104, maka ancamannya menjadi lebih rendah, yaitu 8 tahun. Maksudnya, jika bentuk serangannya tidak segawat bentuk serangan seperti serangan dalam pasal 104, maka ancamannya lebih rendah.
Rumit? Ya, ini contoh kerumitan yang ditimbulkan karena minimnya istilah serangan dalam bahasa indonesia. Dalam rumusan aslinya yang ditulis dalam bahasa belanda, terdapat perbedaan istilah yang digunakan antara ‘penyerangan’ dalam pasal 104 dan pasal 131. Istilah yang digunakan dalam pasal 104 adalah ‘aanslag’, sementara dalam 131 digunakan istilah ‘feitelijke aanranding’. Berikut rumusan asli pasal 131 KUHP[7]:
Elke feitelijke aanranding van den persoon des Konings of der Koningin, die niet valt in eene zwaardere strafbepaling, wordt gestraft met gevangenisstraf van ten hoogste acht jaren
Mungkin karena kerumitan ini lah kemudian dulu pada saat KUHP pertama kali diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia aanslag tidak diterjemahkan sebagai penyerangan, namun makar, yang mungkin pada masa itu istilah makar memang dipahami artinya sama dengan penyerangan dalam bentuk violent attack.
Kembali ke permasalahan awal, setelah memahami bahwa kata ‘makar’ dalam KUHP merupakan terjemahan dari kata ‘aanslag’ yang artinya lebih pada penyerangan yang bersifat kekerasan (violent attack), apakah tepat jika sekedar mengibarkan bendera, melakukan upacara-upara memperingati hari proklamasi kelompok yang dianggap separatis, menyanyikan lagu-lagu perjuangan kelompok tersebut, telah dipandang cukup sebagai sebuah bentuk penyerangan?
Salam.
Tambahan: Postingan lanjutan dari tulisan ini bisa lihat “Masih Tentang Makar” dan “Wawancara dengan Tirto.Id Seputar Istilah Makar“
Catatan Kaki:
[1] Lihat putusan kasasi No. 1151 K/Pid/2005 tanggal 13 Januari 2006.
[2] Lihat putusan kasasi No. 574 K/Pid/2012 tanggal 24 April 2012.
[4] http://wikiislam.net/wiki/Allah_the_Best_Deceiver
[5] http://www.woorden.org/woord/aanslag
[6] Onslaught menurut Mirriam-Webster memang berasal dari bahasa belanda aanslag, lihat http://www.merriam-webster.com/dictionary/onslaught
[7] Pasal 131 KUHP ini berasal dari Pasal 109 WvS (KUHP Belanda). Dalam draft awalnya istilah yang digunakan memang bukan feitelijke aanranding namun aanslag, namun istilah ini diusulkan diubah oleh Raad van State dan Tweede Kamer menjadi feitelijke aanranding agar tidak menciptakan kebingungan dalam membedakan pasal 109 (131 KUHP) dengan pasal 92 (104 KUHP). Lihat Smidt, Mr. J.W, Geschiedenis van het Wetboek van Straftrecht, Tweede Deel, 1891 hal. 36-37.
Keren, jadi kalau ada kesalahan penerjemahan istilah makar maka itu salah MA ya bro
Pingback: Masih Tentang Makar | KRUPUKULIT
Salam bang Arsil.
Perkenalkan, saya Jazil dan saat ini sedang menempuh pendidikan di research master forensic linguistics di VU, Amsterdam. Setelah baca post ini, saya tertarik untuk menggali lebih jauh adanya istilah-istilah hukum di Indonesia yang mengalami pergeseran makna selama proses penerjemahan. Mungkin kiranya bang Arsil bisa memberi pencerahan terkait hal tersebut. Terima kasih.
Salam hangat,
Jazil
salam juga mbak @nur Inda, pencerahan seperti apa maksudnya mbak?
Saya ingin melakukan penelitian tentang mistranslasi ini, mas. Saat ini masih dalam tahap pengembangan ide, konsep dan metodologi. Apakah kasus mistranslasi seperti penerjemahan kata makar dari aanslag ini bisa banyak ditemukan di KUHP kita, atau hanya ini satu-satunya kasus yg bisa dihubungkan dengan mistranslasi? Kalau boleh, mungkin saya bisa komunikasi dengan mas Arsil melalui surel?
boleh mbak. email saja, ke arsil@leip.or.id