Masih Tentang Makar


Munculnya keramaian ibukota seputar ‘makar’ beberapa waktu ini yang dipicu oleh pernyataan Kapolri Tito yang menuding ada rencana makar dalam aksi-aksi anti Ahok, mendorong saya untuk melanjutkan tulisan sebelumnya ‘Tentang Makar’. Dalam tulisan ini saya akan menegaskan pentingnya menghapus kata ‘makar’ dalam KUHP dan diganti dengan ‘serangan’ atau sejenisnya karena istilah ini selain tidak tepat untuk menerjemahkan kata ‘aanslag’, juga karena istilah ‘makar’ telah berkembang sedemikian rupa di masyarakat yang maknanya telah jauh menyimpang dari pengertian ‘aanslag’.

Apa itu ‘Makar’, Sebuah Pertanyaan Ulang

Dalam pergaulan sehari-hari makar kerap diartikan sebagai rencana untuk menggulingkan pemerintah. Tak perlu saya kutip definisi ‘makar’ menurut KBBI atau kamus-kamus lainnya. Pemahaman makar yang demikian bisa kita ketahui dari joke-joke sehari-hari. Anda tentu sering toh bercanda dengan bilang “mau makar ya?” kepada teman-teman anda yang sedang berkumpul dan berdiskusi? Kalo ga, berarti anda kurang gaul. Ciyan…

Becandaan tersebut mengandung makna bahwa ‘makar’ adalah sebuah rencana untuk menggulingkan pemerintah yang sah. Memang tak ada yang salah dengan pemahaman atas kata ‘makar’ yang demikian, karena bahasa toh berkembang. Namun hal ini berbeda jika pengertian tersebut menjadi pengertian yang akan digunakan dalam hukum pidana, yang bukan kebetulan, istilah ‘makar’ tersebut terdapat dalam KUHP. Mengapa bukan kebetulan? Karena tak bisa dipungkiri kata ‘makar’ ini justru diperoleh masyarakat umum dari KUHP itu sendiri.

Namun, jika ‘makar’ diartikan sebagai niat, rencana maupun upaya untuk menggulingkan pemerintah, pengertian ini akan menjadi bermasalah ketika diterapkan pada beberapa pasal di KUHP. Contoh bagaimana kita memahami pasal 107 KUHP jika arti makar adalah seperti itu? Lihat Pasal 107 (1) dibawah ini:

Makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun

 Jika kita terapkan pengertian ‘makar’ sebagaimana di atas maka pasal 107 menjadi sangat-sangat tidak jelas seperti terlihat dibawah ini:

Upaya atau rencana menggulingkan pemerintah(makar) dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun

Menggulingkan untuk menggulingkan? Ngantuk ya, sampe perlu guling 2 biji? Ngantuk banget atau ngantuk aja?

Kejanggalan juga akan terjadi jika pengertian tersebut diterapkan dalam pasal 104 yang berbunyi:

Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun

Jika kita terapkan pengertian ‘makar’ maka akan menjadi:

Upaya atau rencana menggulingkan pemerintah (makar) dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun

Menggulingkan pemerintah untuk membunuh presiden??? Ribet amat mau bunuh presiden atau nyulik presiden aja perlu menggulingkan pemerintah terlebih dahulu.

Kejanggalan akan menjadi-jadi jika pengertian tersebut kita terapkan di pasal 139a KUHP:

Makar dengan maksud melepaskan wilayah atau daerah lain dari suatu negara sahabat untuk seluruhnya atau sebagian dari kekuasaan pemerintah yang berkuasa di situ, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun

 Yang jika diterapkan pengertian makar sebagaimana di atas pasal ini akan menjadi:

Upaya atau rencana menggulingkan pemerintah (makar) dengan maksud melepaskan wilayah atau daerah lain dari suatu negara sahabat untuk seluruhnya atau sebagian dari kekuasaan pemerintah yang berkuasa di situ, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun

Lha, mau melepaskan wilayah negara sahabat kok yang digulingkan pemerintah sendiri??? Situ sehat?

Contoh-contoh di atas menunjukan bahwa tidak mungkin pembuat KUHP bermaksud mengartikan pasal-pasal tersebut bermakna seperti di atas, karena ketentuan-ketentuan tersebut menjadi sangat tidak logis.

Permasalahan menjadi semakin kacau karena banyak pakar dan akademisi hukum pidana pun yang seakan menganggap arti kata ‘makar’ telah jelas. Umumnya pakar dan akademisi hukum pidana ketika ditanya apa itu makar mereka akan merujuk pada pasal 87 KUHP yang berbunyi:

Dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbuatan, apabila niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, seperti dimaksud dalam pasal 53.

Pasal di atas merupakan terjemahan dari:

Aanslag bestaat zoodra eene strafbare poging tot het vooreengekomen zijn om het misdrijf te plegen.

Pasal 87 KUHP ini memang terletak di Bab IX KUHP dimana judul bab tersebut adalah “Arti Beberapa Istilah Dalam Kitab Undang-Undang”. Ya, seakan jadinya pasal 87 berisi definisi dari makar. Namun, apakah benar pasal 87 mendefinisikan ‘makar’? Mari kita urai rumusan pasal 87 di atas.

  • Dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbuatan
  • Apabila niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan
  • Seperti dimaksud dalam pasal 53

Dari uraian di atas maka ‘makar’ seakan berarti permulaan pelaksanaan untuk melakukan suatu perbuatan. Jika demikian artinya, mari kita terapkan kembali ke pasal-pasal yang menggunakan istilah ‘makar’.

Pasal 107

Makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun

Jika pengertian pasal 87 di atas diterapkan, akan menjadi:

Permulaan pelaksanaan dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun

Pertanyaan saya sederhana, dengan rumusan di atas lalu unsur perbuatannya apa? Jika pemahaman ini yang digunakan, sangat lah berbahaya, karena segala hal nantinya bisa dikatakan sebagai makar, dan menjadi dapat dipidana.

Saya berpandangan bahwa Pasal 87 pada dasarnya bukan lah definisi dari makar, namun perluasan dari makar. Pasal 87 ini bermaksud memperluas bahwa untuk dapat dikatakan ‘makar’ maka tidak perlu ‘makar’ itu telah selesai, sepanjang ‘makar’ telah dimulai maka telah dianggap sempurna. Namun demikian, lalu apa arti ‘makar’ itu sendiri?

Bingung?

Tentu kita bingung. Untuk itu, selain pegangan ke tembok, kita perlu kembali dulu ke bahasa asli dari KUHP, yaitu bahasa Belanda. Seperti telah saya jelaskan dalam tulisan sebelumnya, ‘makar’ merupakan istilah penerjemah KUHP untuk menerjemahkan kata ‘aanslag’, yang mana kata ‘aanslag’ itu sendiri dalam bahasa Belanda berarti serangan yang bersifat berat (violent attack / fierce attack / onslought).

Dalam konteks ini menjadi masuk akal lah pasal 87 (yang diadopt dari Pasal 79 WvS /KUHP Belanda 1881). Karena tanpa pasal 87 ini akan menjadi sulit untuk menentukan kapan misalnya ‘penyerangan dengan maksud membunuh presiden’ sebagaimana diatur dalam Pasal 104 dianggap telah sempurna sebagai delik? Apakah jika serangan tersebut tidak berhasil membunuh presiden berarti akan dianggap sebagai delik percobaan? Bagaimana jika serangan telah dimulai, presiden belum terbunuh, tiba-tiba para pelaku berhenti melakukan serangan, berfikir ulang dan tidak jadi mau membunuh presiden, yang mana menurut pasal 53 yang mengatur tentang Percobaan jika tujuan belum tercapai namun perbuatan dihentikan atas kehendak sendiri menjadi tidak dapat dipidana?

Tentu sangatlah berbahaya jika melakukan penyerangan dengan maksud membunuh presiden (raja/ratu), membuatnya tidak dapat memerintah, menggulingkan pemerintah, melepaskan wilayah, dll menjadi tidak dapat dipidana padahal serangan tersebut telah dimulai namun dihentikan karena kehendak sendiri sebagaimana pasal 53. Damage has been done. Karenanya lah pembuat KUHP mengaturnya dalam pasal 87 tersebut. Dengan pengaturan Pasal 87 tersebut maka selesai atau tidaknya serangan tidak menjadi soal, yang penting telah dimulai. Seperti dalam Risalah WvS:

De aanslag om vat derhalve de strafbare poging en het voltooide misdrijf tevens.[1]

Yang dalam bahasa inggrisnya:

The attack (aanslag) therefore involves the criminal attempt and the completed offense also

Begitu juga dalam Memorie van Toelichting pasal 92 WvS (104 KUHP Indonesia) yang menyatakan:

“…zoodra echter de aanslag met dit oogmerk wordt ondernomen, maakt het geen verschil of de dader door eenig geweld of door het toedienen van schadelijke zelfstandigheden zijn doel tracht te bereiken.”[2]

Yang dalam bahasa inggrisnya:

However, as soon as the attack (aanslag) is undertaken for this purpose, it makes no difference whether the offender by any force or by administering harmful substances seeks to achieve its goal.

Mengapa pembuat KUHP tidak memberikan definisi ‘aanslag’ namun justru mengatur perluasannya? Ya karena istilah aanslag bagi mereka sudah cukup jelas, tidak perlu didefinisikan. Sama halnya bagi kita jika kita pembuat KUHP tersebut, apakah kita perlu definisikan lagi apa itu ‘serangan’ atau ‘menyerang’?

Penutup

Istilah ‘makar’ seharusnya sudah tidak lagi kita pergunakan dalam KUHP. Istilah ini terlalu luas dan tidak sejalan dengan maksud pembuat KUHP. Tentu saya tidak bermaksud menghapuskan kata ini dari kosa kata dalam Bahasa Indonesia, namun sebatas penghapusan kata ini dari KUHP (dan RKUHP tentunya) dan sebaiknya diganti dengan istilah “serangan”, “penyerangan”, “menyerang” atau “melakukan serangan”, mana yang cocok lah, yang penting kata dasarnya ‘serang’ atau sejenisnya.

Dengan mengganti istilah tersebut menjadi istilah yang lebih mendekati ‘aanslag’, akan menghindari kesalahan penerapan pasal-pasal 104, 106, 107 dll KUHP, yang sangat berbahaya bagi kebebasan kita dalam berekspresi maupun berkumpul. Sehingga sekedar demonstrasi belaka walaupun tuntutannya untuk mengganti presiden, atau mengibarkan bendera Bintang Kejora, Bintang Toedjoh, Banana Republik, sebagai ekspresi kekecewaan atas pemerintah, tidak dapat dipidana. Malu lah kita sama penjajah kita dulu, para founding fathers kita yang ngumpul-ngumpul tgl 28 oktober 1928 untuk melakukan Soempah Pemoeda, ngibarin bendera merah putih, nyanyi Indonesia Raya aja ga ada yang dipidana dengan pasal 106 atau 107 KUHP toh? Padahal kalo pake pemahaman ‘makar’ yang ada sekarang, mereka sudah memenuhi unsur-unsur pasal tersebut toh, seperti yang dialami oleh banyak orang Papua dan Maluku yang dipidana hanya karena mengibarkan bendera semata.

Akhir kata…jangan lupa cuci kaki sebelum bobo.

[1] Smidt, Mr. HJ, Geschiedenis van het Wetboek van Strafrecht, Eerst Deel, Haarlem, HD Tjeenk Willink, 1891, hal. 529.

[2] Smidt, Mr. HJ, Geschiedenis van het Wetboek van Strafrecht, Tweede Deel, Haarlem, HD Tjeenk Willink, 1891, hal. 13.

2 thoughts on “Masih Tentang Makar

  1. Semoga Jokowi, Wiranto, LBP dan pak Tito serta APH lainnya baca tulisan anda ini. Teganya mereka merujuk uu kolonial 1881 tuk membungkam aktifis pro demokrasi dengan isu makar

  2. Pingback: Tentang ‘Makar’ | KRUPUKULIT

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s