Tentang Penghinaan dan Penahanan dalam Kasus Penghinaan


Seorang ibu rumah tangga menjadi tersangka kasus dugaan penghinaan, oleh pihak Kejaksaan ia pun dikenakan penahanan. Kini ia menjalani persidangan. Ia menjadi tersangka karena status facebooknya yang berbunyi : “ “Alhamdulillah Akhirnya Selesai Juga Masalahnya. Anggota DPRD Tolo (bodoh dalam bahasa Makassar), Pengacara Tolo (bodoh). Mau nabantu (membantu) orang bersalah, nyata nyata tanahnya Ortuku pergiko ganggui poeng.” (detik.com)

Apakah penghinaan merupakan tindak pidana atau dengan kata lain perbuatan yang dapat dipidana, tentu ya. Hukum pidana kita baik di KUHP (Bab XVI) maupun beberapa UU lain (salah satunya UU ITE) memang mengatur demikian. Penghinaan dimana salah satu bentuk perbuatannya adalah fitnah (menuduhkan sesuatu yang tidak benar kepada seseorang) merupakan salah satu bentuk perbuatan yang melanggar hak asasi, yaitu hak atas kehormatan. Perbuatan menghina khususnya memfitnah dapat merusak reputasi seseorang, kerusakan reputasi ini dapat berakibat fatal, seperti rusaknya kepercayaan publik atau orang lain terhadap orang yang dihina atau difitnah tersebut, bahkan pada titik tertentu dapat mengancam keselamatan jiwa. Yang menjadi permasalahan, jika penghinaan adalah suatu perbuatan yang dapat dipidana, apakah otomatis setiap penghinaan PERLU dipidana?

Rentang penghinaan tentu sangat lah luas. Seperti telah saya katakan sebelumnya, bahwa benar suatu penghinaan dapat sedemikian merusaknya kehormatan yang dihina hingga dapat mengancam jiwanya. Dalam konteks sosial tertentu menyebarkan fitnah seseorang adalah dukun santet dapat berakibat penghakiman massa terhadap yang difitnah tersebut. Namun tentu tidak semua penghinaan dapat berdampak separah itu. Mengejek seseorang “jelek”, “ceking”, “gendut”, “monyet” tentu bukan lah suatu penghinaan yang serius (kecuali yang diejek itu preman, bisa benjut nanti). Tak semua fitnah juga akan berdampak serius. Memfitnah seseorang kentut, belum mandi, atau bahkan menuduh seseorang mencuri pun juga belum tentu akan berdampak serius, kalau yang tuduhannya (fitnah) mencuri sebutir permen Sugus.

Dari luasnya tingkat keseriusan tindakan penghinaan tentu sangatlah lebay jika semuanya harus ditindaklanjuti aparat penegak hukum, apalagi sampai dipidana penjara. Hukum pidana bukan lah tujuan pada dirinya sendiri, namun hanyalah instrumen dan salah satu instrumen, untuk melindungi hak asasi orang lain, menjaga ketertiban sosial, dan melindungi kepentingan negara. Sebagai sebuah instrumen, hukum pidana juga merupakan instrumen yang sangat berbahaya, alih-alih melindungi hak asasi, menjaga ketertiban sosial, dan melindungi kepentingan negara, instrumen ini juga dapat berdampak sebaliknya, jika dipergunakan secara serampangan apalagi jika disalahgunakan. Selain berbahaya hukum pidana juga dapat dikatakan hukum yang berbiaya tinggi, jika dalam sengketa perdata –termasuk TUN- biaya perkara ditanggung para pihak itu sendiri, dalam perkara pidana biaya perkara (mulai dari penyidikan hingga paska putusan) seluruhnya ditanggung oleh negara.[1]

Ultimum remedium, sebuah prinsip yang seharusnya dipegang oleh baik penyidik, penuntut umum maupun para hakim dalam menangani sebuah kasus pidana, terlebih kasus penghinaan. Benar bahwa korban penghinaan berhak mengadukan penghinaan, namun seharusnya ‘rasa’ ketersinggungan korban bukan lah satu-satunya parameter untuk menentukan perlu tidaknya aduan/laporan tersebut ditindak lanjuti ke tahap penyidikan. Seberapa serius penghinaan yang dilakukan haruslah menjadi parameter utama.[2] Tindakan-tindakan yang dapat dikategorikan sebagai penghinaan namun tidak serius, yang tidak akan memiliki dampak yang sedemikian merugikan bagi korban atau mengganggu korban sedemikian rupa atau tidak akan mengganggu ketertiban umum, penggunaan hukum pidana seharusnya dihindari. Tak jarang pendekatan penyelesaian non pidana akan jauh lebih efektif dalam mencapai tujuan hukum pidana dibanding penegakan hukum pidana itu sendiri.

Kembali ke kasus yang di paragraf pertama tulisan ini. Memproses tindakan penghinaan semata karena mengatai seseorang dalam wall facebooknya –terlebih anonim- dengan kata-kata “bodoh” sangat lah lebay.  Benar bahwa yang dikata-katai adalah seorang politisi dimana reputasi atau nama baik bagi seorang politisi adalah suatu hal yang penting, dan benar bahwa perbuatan ini memenuhi unsur penghinaan (setidaknya psl 315 KUHP). Namun seberapa serius kah tindakan sang ibu dengan perkataan yang demikian (“bodoh”) dapat merusak reputasi sang politisi hingga aparat kepolisian, kejaksaan dan pengadilan kita perlu turun tangan menghabiskan sekian banyak uang pajak kita?

Tak hanya itu, tak habis pikir juga saya ketika dalam perkara ini (dan banyak perkara penghinaan lainnya yang menggunakan UU ITE) aparat penegak hukum menggunakan kewenangan penahanan yang dimilikinya untuk menahan tersangka. Penting banget ya? Penting banget atau penting aja? Sama halnya dengan hukum pidana, upaya paksa penahanan tidaklah sepatutnya sedemikian mudah digunakan oleh aparat penegak hukum. Tidak diobral sedemikian rupa semata karena “pasal yang disangkakan membolehkan tersangka dikenakan penahanan”.

Penahanan seharusnya adalah upaya terakhir (last resort), mengingat dampak yang mungkin timbul terhadap –tak hanya tersangka itu sendiri, namun keluarga. Bayangkan apa dampaknya ketika seseorang dikenakan penahanan, jika ia adalah pekerja maka ia tentu tak dapat lagi bekerja, yang bisa saja kemudian karenanya diberhentikan oleh tempat bekerjanya, menambah angka penangguran yang ada. Jika ia adalah ibu rumah tangga, kepala keluarga, atau hanyalah anak belaka sekalipun penahanan terhadapnya pastilah akan berdampak besar terhadap keutuhan keluarga tersebut. Penahanan berdampak sosial dan ekonomi terhadap pihak yang ditahan. Tak hanya itu, penahanan juga pada dasarnya membebani negara itu sendiri, membebani uang pajak rakyat, karena negara haruslah membiayai –setidaknya- makan dari yang ditahan.

Segala dampak negatif yang dapat dan akan timbul dari dirampasnya kemerdekaan seseorang melalui upaya paksa penahanan ini seharusnya diperhitungkan sedemikian rupa oleh aparat penegak hukum dan hakim. Khawatir tersangka akan melarikan diri? Seberapa besar sih kemungkinan tersangka akan melarikan diri dalam kasus ecek-ecek seperti kasus penghinaan ini? Tidak semudah itulah orang kebanyakan akan benar-benar melarikan diri. Orang pada umumnya juga akan berhitung ketika ia berfikir akan melarikan diri. Melarikan diri artinya ia harus siap berhenti dari pekerjaannya, kehilangan mata pencaharian yang secara susah payah ia peroleh, kehilangan karier, hubungan sosial, mencari tempat persembunyian, hidup dalam kekhawatiran akan ketahuan dll. Sangatlah wajar jika mayoritas orang untuk sesaat terbersit pikiran untuk melarikan diri, namun tak mungkin hanya 0,000 sekian persen yang benar-benar berani mengambil keputusan untuk benar-benar melarikan diri.

Ya tentu jika tersangka ditahan tidak akan merepotkan penegak hukum. Kerepotan melakukan pemanggilan untuk pemeriksaan, yang kadang harus lebih dari sekali karena umumnya terperiksa akan menghindari panggilan pertama, memastikan kehadiran dalam persidangan (baca: ga telat) dll. Kita tentu paham pekerjaan aparat penegak hukum kita cukup banyak, tak hanya 1 kasus ini saja. Namun, apakah harga kerepotan tersebut sebanding dengan dampak yang akan timbul terampasnya kemerdekaan seseorang?

Akhir kata, semoga ke depan aparat penegak hukum kita lebih bijak dalam menggunakan kewenangannya, tak sedemikian murah menggunakan hukum pidana dan segala kewenangan upaya paksa perampasan kemerdekaan seperti penahanan.

[1] Dalam perkara pidana jika pengadilan memutus terdakwa terbukti bersalah pengadilan memang akan menyatakan biaya perkara ditanggung oleh terpidana, namun beban ini pada dasarnya hanyalah formalitas belaka, mengingat biaya perkara yang dibebankan hanya Rp. 2.500 perak.

[2] dan Dalam General Comment atas ICCPR dinyatakan penerapan hukum pidana dalam penghinaan haruslah hanya dilakukan dalam kasus-kasus yang sangat serius saja.  Lihat General Comment ICCPR No. 34 on Article 19: Freedoms of Opinions and Expression.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s