Masih Tentang Makar

Munculnya keramaian ibukota seputar ‘makar’ beberapa waktu ini yang dipicu oleh pernyataan Kapolri Tito yang menuding ada rencana makar dalam aksi-aksi anti Ahok, mendorong saya untuk melanjutkan tulisan sebelumnya ‘Tentang Makar’. Dalam tulisan ini saya akan menegaskan pentingnya menghapus kata ‘makar’ dalam KUHP dan diganti dengan ‘serangan’ atau sejenisnya karena istilah ini selain tidak tepat untuk menerjemahkan kata ‘aanslag’, juga karena istilah ‘makar’ telah berkembang sedemikian rupa di masyarakat yang maknanya telah jauh menyimpang dari pengertian ‘aanslag’.

Apa itu ‘Makar’, Sebuah Pertanyaan Ulang

Dalam pergaulan sehari-hari makar kerap diartikan sebagai rencana untuk menggulingkan pemerintah. Tak perlu saya kutip definisi ‘makar’ menurut KBBI atau kamus-kamus lainnya. Pemahaman makar yang demikian bisa kita ketahui dari joke-joke sehari-hari. Anda tentu sering toh bercanda dengan bilang “mau makar ya?” kepada teman-teman anda yang sedang berkumpul dan berdiskusi? Kalo ga, berarti anda kurang gaul. Ciyan…

Becandaan tersebut mengandung makna bahwa ‘makar’ adalah sebuah rencana untuk menggulingkan pemerintah yang sah. Memang tak ada yang salah dengan pemahaman atas kata ‘makar’ yang demikian, karena bahasa toh berkembang. Namun hal ini berbeda jika pengertian tersebut menjadi pengertian yang akan digunakan dalam hukum pidana, yang bukan kebetulan, istilah ‘makar’ tersebut terdapat dalam KUHP. Mengapa bukan kebetulan? Karena tak bisa dipungkiri kata ‘makar’ ini justru diperoleh masyarakat umum dari KUHP itu sendiri.

Continue reading

Tentang Rehabilitasi

Pembuka

Bayangkan jika tiba-tiba beberapa orang aparat kepolisian mendatangi rumah atau kantor anda, menyampaikan suatu surat yang isinya meminta anda untuk datang ke kantor kepolisian untuk memberikan keterangan atas dugaan tindak pidana. Anda yang sedang enak-enak di rumah atau bekerja di kantor terpaksa harus meluangkan waktu anda beberapa jam atau bahkan seharian penuh untuk memenuhi permintaan tersebut. Dan setelah melalui berjam-jam proses pemeriksaan ternyata anda ditetapkan sebagai Tersangka oleh penyidik, lalu anda di tahan. Seluruh tetangga, keluarga, rekan-rekan anda mengetahuinya, mengetahu bahwa anda adalah Tersangka atas suatu kejahatan. Omongan miring terhadap anda tak terhindarkan.

Anda membaca surat perintah penahannya, tertulis untuk jangka waktu 20 hari, dan bisa diperpanjang. Entah untuk berapa kali perpanjangannya. 20 hari di dalam sel. Apa yang anda harus katakan kepada kantor anda? Tidak masuk 1 hari saja kadang sudah jadi masalah, ini 20 hari, dan belum jelas apakah hanya 20 hari atau akan lebih. Belum lagi, bagaimana jika nantinya pengadilan akan menyatakan anda bersalah dan dijatuhi hukuman penjara selama sekian bulan atau sekian tahun. Tak akan ada kantor yang mau mempertahankan status anda sebagai pegawai Continue reading

Terobosan MA atas Kelalaian Legislator

Setelah 50 tahun lebih seluruh besaran uang yang ada di KUHP tidak disesuaikan, akhirnya selasa 28 Februari yang lalu Mahkamah Agung mengambil langkah penting untuk menyesuaikan besaran uang dalam KUHP. Tidak oleh Undang-Undang atau Perpu, namun Peraturan Mahkamah Agung. Suatu langkah berani yang diambil oleh Mahkamah Agung.

Tepatnya saat peluncuran Laporan Tahunan 2011 Ketua MA Harifin A Tumpa mengumumkan bahwa MA telah menerbitkan Perma Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP. Perma berisi 5 pasal ini pada dasarnya hanya mengatur tentang penyesuaian besaran-besaran uang yang ada dalam pasal-pasal di KUHP, yang terakhir kali disesuaikan pada tahun 1960. Penyesuaian besaran uang dilakukan dengan perbandingan harga emas pada masa itu dengan saat ini. Hasilnya, seluruh uang yang ada di KUHP harus dibaca dengan dikalilipatkan sebanyak 10.000 kali.

Arti Penting Perma ini     

Perma ini berdampak pada ketentuan-ketentuan pidana dalam KUHP yang terkait dengan besaran uang, yaitu beberapa tindak pidana ringan seperti pencurian ringan, penggelapan ringan dan beberapa ketentuan lainnya. Tindak pidana ringan Continue reading

Nama Delik (1)

Nama delik atau nama tindak pidana adalah nama yang diberikan oleh (pembuat) undang-undang atas suatu delik / tindak pidana. Fungsi nama delik pada dasarnya seperti halnya nama bagi manusia, benda dll, untuk mempermudah merujuk suatu obyek yang spesifik.

Nama delik ini biasanya terletak di dalam pasal atau ayat yang suatu delik. Nama delik biasanya jika tidak diletakan pada awal kalimat sebelum uraian unsur-unsur atau akhir kalimat setelah uraian unsur-unsur namun sebelum ancaman hukuman. Penamaan yang diletakan di awal kalimat pasal/ayat misalnya pasal 107f KUHP, tentang Sabotase. Pasal tersebut berbunyi:

Dipidana karena sabotase dengan pidana penjara seumur hidup atau paling lama 20 (dua puluh) tahun:

a. barangsiapa yang secara melawan hukum merusak, membuat tidak dapat dipakai, menghancurkan atau memusnahkan instalasi negara atau militer; atau diundangkan

b. barangsiapa yang secara melawan hukum menghalangi atau menggagalkan pengadaan atau distribusi bahan pokok yang menguasai hajat hidup orang banyak sesuai dengan kebijakan Pemerintah.

Sementara itu penamaan yang diletakan di akhir kalimat misalnya pasal 338 tentang Pembunuhan:

Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Tidak semua delik memiliki nama. Mengapa? Saya sendiri juga kurang tahu, mungkin karena tidak mudah memberikan nama untuk seluruh delik, dan juga mungkin tidak penting juga untuk memberikan nama bagi seluruh delik. Nama delik pada dasarnya hanyalah tambahan semata, bukan bagian dari unsur-unsur tindak pidana itu sendiri. Contoh pasal yang tidak memiliki nama delik sangat banyak, bahkan sebagian besar delik sebenarnya tidak diberikan nama. Berikut delik-delik yang memiliki nama di KUHP: Continue reading

Struktur Putusan Kasasi – Pidana

Apakah putusan kasasi memiliki struktur? Tentu. Dalam catatan ini saya akan sedikit membahas mengenai struktur putusan kasasi khusus untuk perkara pidana. Catatan saya ini tidak didasarkan pada teori apapun atau literatur apapun, namun pengamatan atas putusan-putusan kasasi yang selama ini saya baca.

Struktur putusan kasasi pidana terdiri dari beberapa model. Pertama, struktur putusan yang umum. Yang dimaksud dengan umum yaitu dimana putusan kasasi ini merupakan putusan atas permohonan kasasi terhadap putusan banding dan pemohon/para pemohon mengajukan memori kasasi. Kedua putusan Kasasi atas putusan tingkat pertama yang membebaskan terdakwa atau melepaskan terdakwa. Ketiga, putusan kasasi atas putusan tingkat banding yang membebaskan atau melepaskan terdakwa. Keempat, putusan kasasi dimana pemohon kasasi tidak Continue reading