Penjatuhan Hukuman yang Tidak Jelas

No. 2520 K/Pid.Sus/2011 (La Rusu)

Agak aneh membaca putusan perkara pidana perikanan ini. Perkara ini sendiri merupakan perkara tindak pidana perikanan berupa pelanggaran, yaitu melakukan penangkapan ikan tanpa disertai Surat Persetujuan Berlayar yang dilakukan oleh nelayan kecil (Pasal 100B jo. Pasal 42 (3) UU 31 Tahun 2004 jo. UU 45 Tahun 2009 tentang Perikanan). Yang menarik dari putusan ini menurut saya bukanlah pada permasalahan hukum dalam pokok perkara itu sendiri, namun bagaimana tuntutan Penuntut Umum dan kemudian hukuman yang dijatuhkan oleh Pengadilan.

Berikut kutipan sebagian Tuntutan Penuntut Umum dan Putusan Pengadilannya:

Tuntutan Penuntut Umum:
Membaca Tuntutan Pidana Jaksa/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Sorong tanggal 28 Juli 2010 sebagai berikut:

1. Menyatakan Terdakwa LA RUSU terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Perikanan melanggar Pasal 100B Jo Pasal 42 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia No.45 Tahun 2009 Tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 2004 Perikanan ;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 5 (lima) bulan atau denda sebesar Rp. 8.000.000,- (delapan juta rupiah) ;
3. …dst

Continue reading

Penafsiran ”Penjara dan/atau Denda” (2)

Putusan MA No. 13 K/Pid.Sus/2011 (Isnaini)

Dalam Perkara ini Terdakwa di dakwa melanggar pasal 54 jo. Pasal 29 ayat (1) UU No. 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai. Pasal 54 tersebut berbunyi sebagai berikut:

Setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual barang kena cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai atau tidak dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.”

Di tingkat pertama terdakwa Isniani dinyatakan terbukti melanggar pasal yang didakwakan, dan dijatuhi pidana denda Rp. 1,3 juta tanpa dijatuhi pidana penjara. Putusan ini diperkuat di tingkat banding. Atas kedua putusan ini JPU kemudian mengajukan kasasi dengan alasan karena judex facti dianggap melanggar UU karena hanya menjatuhkan pidana denda tanpa menjatuhkan pidana penjara. Permohonan Continue reading

Pengertian ”Penjara dan/atau Denda”

Putusan MA No. 2442 K/Pid.Sus/2009 (Ni Ketut Ari Susanti)

Pertimbangan Mahkamah Agung dalam perkara korupsi yang dipimpin oleh Ketua Muda Pidana Umum Artidjo Alkotsar ini cukup menarik, bukan pada perkaranya itu sendiri namun pada penafsirannya mengenai apa yang dimaksud dengan rumusan pemidanaan penjara dan/atau denda. Apakah makna ”penjara dan/atau denda” diartikan bahwa pengadilan dapat memilih salah satu diantara dua jenis pidana pokok tersebut yang akan dijatuhkan kepada terdakwa, menjatuhkan keduanya, atau pidana penjara bersifat imperatif sementara pidana dendanya bersifat fakultatif Dalam putusan ini MA berpandangan bahwa pidana penjaranya bersifat imperatif, sehingga pengadilan tidak dapat hanya menjatuhkan pidana denda.

Dalam perkara tindak pidana korupsi ini terdakwa didakwa melanggar pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999. Di tingkat pertama dakwaan terhadap terdakwa tersebut dinyatakan terbukti. PN kemudian menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa selama 1 tahun dan denda sebesar Rp. 50 juta, serta pidana tambahan pembayaran uang pengganti sebesar Rp. 12,5 juta. Atas putusan ini Terdakwa kemudian mengajukan banding.

Di tingkat banding Pengadilan Tinggi mengabulkan permohonan banding dari terdakwa. PT kemudian mengubah sanksi pidana dengan menghapuskan pidana penjara yang telah dijatuhkan oleh PN sehingga hanya pidana denda dan pembayaran uang pengganti yang dijatuhkan. Alasan PT menghapuskan pidana penjara yang telah dijatuhkan PN yang terlihat dari Memori Kasasi JPU yaitu bahwa pidana yang dapat dijatuhkan adalah pidana penjara dan atau denda artinya baik pidana penjara dan denda keduanya dapat di ja t uhkan bersamaan, tapi dapat pula dijatuhkan salah satu dari padanya yaitu pidana penjara saja atau denda… Namun di tingkat kasasi putusan PT tersebut dibatalkan oleh MA dengan alasan pidana penjara atas pelanggaran pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 bersifat imperatif.

Pertimbangan ini menarik karena dalam perkara lainnya dimana ketentuan sanksi pidananya juga dirumuskan dalam bentuk ”penjara dan/atau denda” Mahkamah Agung berpandangan lain dan bahkan dapat dikatakan sejalan dengan penafsiran yang digunakan oleh Pengadilan Tinggi dalam perkara Ni Ketut Ari Susanti ini. Anehnya antara perkara tersebut dengan perkara ini terdiri dari dua hakim agung yang sama, yaitu Artidjo Alkotsar (Ketua Muda bidang Pidana Umum) dan Mansur Kartayasa. Bahkan dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim yang sama, yaitu Artidjo Alkotsar. Perkara tersebut yaitu perkara Tindak Pidana Cukai dalam putusan MA No. 13 K/Pid.Sus/2011 (Isnaini).

Continue reading

Judex Factie yang Mengubah Hukuman Tanpa Pertimbangan

No. Perkara : 1249 K/Pid/2010 (Arif Zainuri Yunus)

Link Putusan: Klik disini

Judex factie telah salah menerapkan hukum karena putusan judex factie yang memperberat pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa dari 1 tahun penjara menurut putusan Pengadilan Negeri menjadi 1 tahun 6 bulan penjara tanpa disertai pertimbangan hukum yang tepat dan benar, yaitu tanpa menyebutkan alasan-alasan yang memberatkan selain yang sudah disebutkan dalam putusan Pengadilan Negeri. Pertimbangan memperberat pidana didasari alasan-alasan memberatkan dan meringankan yang sudah disebutkan dalam putusan Pengadilan Negeri dan dikaitkan dengan tujuan pemidanaan untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku dan masyarakat, dan untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat.

 

Majelis Hakim

  1. Imam Harjadi
  2. Salman Luthan
  3. M. Zaharuddin Utama

Konsep Perubahan KUHP khusus untuk Denda dan TP Ringan

Rancangan Undang Undang

PERUBAHAN JUMLAH HUKUMAN DENDA DAN TINDAK PIDANA RINGAN

DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

Menimbang:

  1. bahwa dianggap perlu mengubah pasal-pasal 364, 373, 379, 384 dan 407 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana berhubungan nilai harga barang yang dimaksud dalam pasal-pasal tersebut tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang;
  2. bahwa jumlah-jumlah hukuman denda baik dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana sebagaimana beberapa kali telah ditambah dan diubah dan terakhir dengan Undang-undang No. 21 tahun 2007 (Lembaran Negara tahun 2007 No. 58), terakhir kali disesuaikan pada tahun 1960 melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 18 Tahun 1960 yang disahkan menjadi Undang Undang melalui UU No. 1 Tahun 1961 adalah tidak setimpal lagi dengan sifat tindak pidana yang dilakukan, berhubung ancaman hukuman denda itu sekarang menjadi terlalu ringan jika dibandingkan dengan nilai uang pada waktu ini, sehingga jumlah-jumlah itu perlu dipertinggi;

Mengingat:

  1. Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
  2. Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
  3. Pasal-pasal yang bersangkutan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana tersebut;

Dengan Persetujuan Bersama:

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERUBAHAN JUMLAH HUKUMAN DENDA DAN TINDAK PIDANA RINGAN DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

Pasal 1

Kata-kata “dua ratus lima puluh rupiah” dalam pasal 364, 373, 379, 384, 407dan pasal 482 KUHP dibaca menjadi Rp. 500.000,- (Lima ratus ribu rupiah);

Pasal 2

  1. Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHP kecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 10.000 (sepuluh seribu) kali.
  2. Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, dan pasal 3030 bis ayat 1 dan ayat 2 dilipatgandakan menjadi 10 (sepuluh) kali.

Pasal 3

Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Continue reading