Terdakwa yang Tidak Didampingi oleh Penasehat Hukum bisa Dibebaskan dan Dugaan Penyiksaan merupakan Beban Pembuktian dari JPU, bukan Terdakwa

Putusan MA No. 2588 K/Pid.Sus/2010 (Frengki Cs)

Resume Putusan:

Terdakwa Frengki dan Terdakwa Yusli dalam perkara ini didakwa dengan dakwaan sengaja membawa, mengirim, mengangkut atau mentransito Narkoba jenis Ganja. Atau dakwaan lainnya adalah memberi bantuan untuk membawa, mengirim, mengangkut atau mentransito Narkoba jenis Ganja yang didahului dengan permufakatan jahat.

Pengadilan Negeri Sidikalang menyatakan bahwa dakwaan-dakwaan jaksa tersebut tidak terbukti. Dasar putusan ini adalah pencabutan BAP Kepolisian di pengadilan oleh para terdakwa karena BAP tersebut dibuat tanpa pendampingan penasehat hukum dan dibuat dalam keadaan dipaksa.

Mahkamah Agung menguatkan putusan PN Sidikalang tersebut. Dengan putusannya tersebut Mahkamah Agung menyatakan bahwa bantuan hukum adalah hak setiap terdakwa dalam tingkatan pemeriksaan. MA juga mengembalikan posisi BAP yang ditandatangani terdakwa bukan sebagai barang bukti di pengadilan dan JPU tetap harus membuktikan secara substansial perbuatan pidana terdakwa. Selain itu, yang terpenting, MA juga menyatakan bahwa dugaan torture (peyiksaan) yang diajukan oleh terdakwa merupakan hal yang harus dibuktikan oleh JPU, bukan terdakwa. Dengan demikian, JPU wajib membuktikan torture tersebut tidak terjadi. Continue reading

Hukuman Percobaan yang Dibatalkan Mahkamah Agung (2)

Putusan MA No. 2446 K/Pid.Sus/2009 (Agustinus Agus Kristanto)

Pertimbangan MA:

Bahwa Judex Facti tidak menerapkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 3 Jo. Pasal 18 ayat (1) b Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999 sebagaimana telah dirubah dalam Undang- Undang Nomor : 20 Tahun 2001, yang menerangkan secara jelas tentang sanksi pidana yang menyatakan pidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun, namun Judex Facti telah menjatuhkan pidana 1 tahun dengan subsider masa percobaan 2 tahun dengan demikian Judex Facti telah jelas keliru dalam menerapkan hukumnya;

Bahwa pertimbangan Judex Facti yang mendasari ditetapkannya pidana percobaan sesuai Pasal 14a Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Sic-ed) karena menurut Judex Facti bahwa adanya penyimpangan yang terjadi dalam lingkungan bank tersebut (BPR) telah dianggap selesai dengan dipekerjakannya Terdakwa di BPR tersebut ;

Continue reading

Penafsiran ”Penjara dan/atau Denda” (2)

Putusan MA No. 13 K/Pid.Sus/2011 (Isnaini)

Dalam Perkara ini Terdakwa di dakwa melanggar pasal 54 jo. Pasal 29 ayat (1) UU No. 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai. Pasal 54 tersebut berbunyi sebagai berikut:

Setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual barang kena cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai atau tidak dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.”

Di tingkat pertama terdakwa Isniani dinyatakan terbukti melanggar pasal yang didakwakan, dan dijatuhi pidana denda Rp. 1,3 juta tanpa dijatuhi pidana penjara. Putusan ini diperkuat di tingkat banding. Atas kedua putusan ini JPU kemudian mengajukan kasasi dengan alasan karena judex facti dianggap melanggar UU karena hanya menjatuhkan pidana denda tanpa menjatuhkan pidana penjara. Permohonan Continue reading

Pengertian ”Penjara dan/atau Denda”

Putusan MA No. 2442 K/Pid.Sus/2009 (Ni Ketut Ari Susanti)

Pertimbangan Mahkamah Agung dalam perkara korupsi yang dipimpin oleh Ketua Muda Pidana Umum Artidjo Alkotsar ini cukup menarik, bukan pada perkaranya itu sendiri namun pada penafsirannya mengenai apa yang dimaksud dengan rumusan pemidanaan penjara dan/atau denda. Apakah makna ”penjara dan/atau denda” diartikan bahwa pengadilan dapat memilih salah satu diantara dua jenis pidana pokok tersebut yang akan dijatuhkan kepada terdakwa, menjatuhkan keduanya, atau pidana penjara bersifat imperatif sementara pidana dendanya bersifat fakultatif Dalam putusan ini MA berpandangan bahwa pidana penjaranya bersifat imperatif, sehingga pengadilan tidak dapat hanya menjatuhkan pidana denda.

Dalam perkara tindak pidana korupsi ini terdakwa didakwa melanggar pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999. Di tingkat pertama dakwaan terhadap terdakwa tersebut dinyatakan terbukti. PN kemudian menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa selama 1 tahun dan denda sebesar Rp. 50 juta, serta pidana tambahan pembayaran uang pengganti sebesar Rp. 12,5 juta. Atas putusan ini Terdakwa kemudian mengajukan banding.

Di tingkat banding Pengadilan Tinggi mengabulkan permohonan banding dari terdakwa. PT kemudian mengubah sanksi pidana dengan menghapuskan pidana penjara yang telah dijatuhkan oleh PN sehingga hanya pidana denda dan pembayaran uang pengganti yang dijatuhkan. Alasan PT menghapuskan pidana penjara yang telah dijatuhkan PN yang terlihat dari Memori Kasasi JPU yaitu bahwa pidana yang dapat dijatuhkan adalah pidana penjara dan atau denda artinya baik pidana penjara dan denda keduanya dapat di ja t uhkan bersamaan, tapi dapat pula dijatuhkan salah satu dari padanya yaitu pidana penjara saja atau denda… Namun di tingkat kasasi putusan PT tersebut dibatalkan oleh MA dengan alasan pidana penjara atas pelanggaran pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 bersifat imperatif.

Pertimbangan ini menarik karena dalam perkara lainnya dimana ketentuan sanksi pidananya juga dirumuskan dalam bentuk ”penjara dan/atau denda” Mahkamah Agung berpandangan lain dan bahkan dapat dikatakan sejalan dengan penafsiran yang digunakan oleh Pengadilan Tinggi dalam perkara Ni Ketut Ari Susanti ini. Anehnya antara perkara tersebut dengan perkara ini terdiri dari dua hakim agung yang sama, yaitu Artidjo Alkotsar (Ketua Muda bidang Pidana Umum) dan Mansur Kartayasa. Bahkan dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim yang sama, yaitu Artidjo Alkotsar. Perkara tersebut yaitu perkara Tindak Pidana Cukai dalam putusan MA No. 13 K/Pid.Sus/2011 (Isnaini).

Continue reading

Gugatan Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum Dalam 1 Gugatan

Putusan MA No. 886 K/Pdt/2007 (Pemkab Bekasi vs PT Maruta Bumi Prima)

Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :

bahwa alasan-alasan tersebut dapat dibenarkan, oleh karena Pengadilan Tinggi salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:

Bahwa posita gugatan telah jelas terpisah antara Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi, yaitu :

  • Tergugat I tidak melaksanakan perjanjian kerja sama No. 158/X/BBWM/ 2003 ; No. 020/MBP-BBD/10/2003 tanggal 23 Oktober 2003, perbuatan mana sebagai Wanprestasi dan ;
  • Tergugat I dan Tergugat II membuat perjanjian kerja sama No. 199/BBMW/XII/2003 ; No. 009/MBP-DIR/12/2003 tanggal 29 Desember 2003 tanpa diketahui Penggugat sebagai Continue reading

Contoh Putusan Pidana Korporasi (1)

Putusan MA No. 862 K/Pid.Sus/2010 (Kim Young Woo / PT. Dongwoo Environmental Indonesia)

Putusan ini merupakan putusan atas perkara pencemaran lingkungan hidup yang melibatkan suatu perusahaan pengelola limbah cair Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Putusan ini menarik karena merupakan salah satu dari sedikit putusan atas suatu tindak pidana yang melibatkan korpoasi atau corporate crime.

Secara ringkas pada intinya dalam perkara ini PT Dongwoo Environmental Indonesia sebagai perusahaan jasa pengelola limbah B3 ternyata antara tahun 2006-2007 membuang sebagian limbah yang diterima dari pihak ketiga yang seharusnya diolah dalam tempat penampungan yang dimilikinya ke tempat lain yaitu tanah lapang di kawasan Bekasi dan Cikarang. Tindakan tersebut kemudian mencemarkan lingkungan dan mengakibatkan sebagian penduduk di kawasan tersebut mengalami sakit-sakit.

Dari tingkat pertama hingga putusan kasasi ini pengadilan menyatakan perbuatan terdakwa terbukti melanggar UU No. 23 Tahun 1997. Yang menarik terdapat beberapa ketidakjelasan dalam putusan ini. Pertama Dalam bagian Subyek Mahkamah Agung menyatakan bahwa yang menadi Terdakwa adalah Kim Young Woo yang berstatus sebagai Presiden Direktur PT. Dongwoo Environmental Indonesia, sementara dalam uraian dakwaan yang didakwa adalah PT. DEI itu sendiri. Begitu juga dalam amar putusan, secara jelas menyatakan ”Terdakwa PT Dongwoo Environmental Indonesia dalam hal ini diwakili oleh Kim Young Woo…”.

Continue reading

Putusan Korupsi di bawah Pidana Minimum

Putusan MA No. 1660 K/Pid.Sus/2009 (Feri Susanto)

Dalam perkara ini Terdakwa didakwa karena turut serta melakukan tindak pidana korupsi dalam pekerjaan proyek pemeliharaan jalan dengan total kerugian sekitar 50 juta rupiah. Dalam perkara ini terdakwa membantu Muljatno untuk mendirikan perusahaan fiktif dimana terdakwa duduk sebagai Direktur Utamanya semata-mata agar perusahaan tersebut yang sebenarnya dikendalikan oleh Muljatno dapat memenangkan tender pemeliharaan jalan dengan total nilai proyek sebesar +/- 140 juta rupiah.

Dalam kenyataannya mulai dari pendirian perusahaan, pelaksanaan pekerjaan hingga pencairan dana sama sekali tidak dilakukan oleh Terdakwa, namun terdakwa membiarkan Muljatno untuk memalsukan tanda tangannya dengan imbalan uang Rp. 5 juta.

Hingga batas waktu yang ditentukan ternyata proyek pemeliharaan jalan tidak sepenuhnya terlaksana, namun oleh perusahaan yang seakan-akan dipimpin oleh Terdakwa dilaporkan pekerjaan telah selesai. Setelah dilakukan pemeriksaan ternyata terdapat laporan palsu yang dilakukan oleh perusahaan milik terdakwa.

Di tingkat pertama walaupun terdakwa didakwa dengan pasal 2 yang ancaman minimumnya 4 tahun dan denda Rp. 50 juta namun Pengadilan Negeri menghukum terdakwa dengan hukuman 4 bulan, denda Rp. 30 juta subsidair 2 bulan dan pidana tambahan pembayaran uang pengganti sebesar Rp. 5 juta. Putusan ini diperkuat oleh Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung melalui putusan ini. Alasan Mahkamah Agung membenarkan putusan judex factie dapat dilihat dibawah ini. Continue reading

Melawan Hukum Materil Dalam Fungsi Postif (3)

Putusan Mahkamah Agung No. 334 K/Pid.Sus/2009 (John Darwin)

Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :

1. Bahwa alasan-alasan tersebut dapat dibenarkan Jaksa Penuntut/Umum dapat membuktikan putusan bebas yang dikeluarkan Judex Facti merupakan putusan bebas tidak murni karena Judex Facti telah salah menafsirkan unsur perbuatan melawan hukum, sesuai dengan penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No.31 Tahun 1999 yang dimaksud dengan secara melawan hukum adalah merupakan perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun materiil, yang berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi No.003/PUU 4/2006 tanggal 25 Juli 2006 dalam putusannya telah menyatakan penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang perbuatan melawan hukum dalam arti materiel dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, dengan demikian perbuatan melawan hukum yang diakui adalah perbuatan melawan hukum dalam arti formil.

Dari fakta-fakta persidangan telah ternyata bahwa perbuatan tersangka/ Terdakwa dalam pengeluaran dana RPKK Kabupaten OKO Selatan sudah didukung bukti-bukti pengeluaran yang sah serta tarif perjalanan dinas tidak sesuai ketentuan, yang bertentangan dengan PP 105 Tahun 2000, Kepmendagri No.29 Tahun 2002 dan Keputusan Bupati OKU Selatan No.77/Kpts/Keu/2004 tanggal 31 Agustus 2004 dengan Continue reading

Kewajiban Mengembalikan Uang Dalam Perjanjian Yang Tidak Halal

Putusan MA No. 3038 K/PDT/2009 (Ir. Hj. Sarmilis vs Bilkisti & Sugeng Padmono)

Resume Putusan:

Kasus ini terbilang unik, karena pada intinya Penggugat menuntut para tergugat mengembalikan uang yang rencananya akan dipergunakan untuk melakukan suap.

Perkara ini berawal ketika Penggugat (yang entah pekerjaannya apa) bekerja sama dengan (alm) Suami Tergugat I dan Tergugat II untuk ’membantu’ meluluskan sejumlah Pegawai Honorer di daerah mereka untuk diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Dalam kerjasama ini peran dari Penggugat adalah memungut dana dari para Pegawai Honorer yang ingin diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil, sementara peran dari Alm. Suami Tergugat I dan Tergugat II adalah menggunakan uang yang dipungut penggugat tersebut untuk ”meloby” pihak-pihak di Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) untuk meluluskan para Pegawai Honorer tersebut menjadi PNS.

Dari kerjasama tersebut Penggugat berhasil mengumpulkan dana sebesar +/- 1,5 M dari para Pegawai Honorer. Uang tersebut kemudian ditransfer kepada (Alm) Suami Tergugat I dan Tergugat II. Namun setelah uang tersebut diserahkan kepada mereka, Suami Tergugat I mengalami kecelakaan hingga meninggal dunia, dan semua rencana ‘kerjasama’ tersebut menjadi gagal; para Pegawai Honorer tersebut akhirnya tidak berhasil diangkat menjadi PNS. Continue reading

Pungutan Liar di BUMN Sebagai Korupsi

Putusan MA No. 2439 K/Pid.Sus/2010

Menimbang, bahwa atas alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :

Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, judex facti tidak salah menerapkan hukum, karena telah mempertimbangkan hal-hal yang relevan secara yuridis dengan benar, yaitu:

1. Bahwa Terdakwa terbukti menyalahgunakan wewenang karena Terdakwa meminta kepada para instalatir apabila ada permintaan penyambungan baru (listrik) supaya melalui Terdakwa, padahal Terdakwa tidak mempunyai kewenangan untuk itu dan Terdakwa tidak menjalankan pekerjaannya sesuai prosedur sebagaimana disebutkan dalam Surat Keputusan Direksi Perusahaan Perseroan (Persero ) Perusahaan Listrik Negara Nomor : 021.K / 0599 / DIR /1995 tanggal 23 Mei 1995 tentang Pedoman dan Petunjuk Tata Usaha Pelanggan ;

2. Bahwa perbuatan Terdakwa telah menyebabkan kerugian keuangan Negara, khususnya Perusahaan Listrik Negara (Persero) Cabang Bitung, karena Terdakwa tidak menyerahkan Uang Penyambungan (BP) dan Uang Jaminan Pelanggan (UJL) kepada Kantor PLN (Persero ) ; Continue reading