Putusan MA No. 2442 K/Pid.Sus/2009 (Ni Ketut Ari Susanti)
Pertimbangan Mahkamah Agung dalam perkara korupsi yang dipimpin oleh Ketua Muda Pidana Umum Artidjo Alkotsar ini cukup menarik, bukan pada perkaranya itu sendiri namun pada penafsirannya mengenai apa yang dimaksud dengan rumusan pemidanaan penjara dan/atau denda. Apakah makna ”penjara dan/atau denda” diartikan bahwa pengadilan dapat memilih salah satu diantara dua jenis pidana pokok tersebut yang akan dijatuhkan kepada terdakwa, menjatuhkan keduanya, atau pidana penjara bersifat imperatif sementara pidana dendanya bersifat fakultatif Dalam putusan ini MA berpandangan bahwa pidana penjaranya bersifat imperatif, sehingga pengadilan tidak dapat hanya menjatuhkan pidana denda.
Dalam perkara tindak pidana korupsi ini terdakwa didakwa melanggar pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999. Di tingkat pertama dakwaan terhadap terdakwa tersebut dinyatakan terbukti. PN kemudian menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa selama 1 tahun dan denda sebesar Rp. 50 juta, serta pidana tambahan pembayaran uang pengganti sebesar Rp. 12,5 juta. Atas putusan ini Terdakwa kemudian mengajukan banding.
Di tingkat banding Pengadilan Tinggi mengabulkan permohonan banding dari terdakwa. PT kemudian mengubah sanksi pidana dengan menghapuskan pidana penjara yang telah dijatuhkan oleh PN sehingga hanya pidana denda dan pembayaran uang pengganti yang dijatuhkan. Alasan PT menghapuskan pidana penjara yang telah dijatuhkan PN yang terlihat dari Memori Kasasi JPU yaitu bahwa pidana yang dapat dijatuhkan adalah pidana penjara dan atau denda artinya baik pidana penjara dan denda keduanya dapat di ja t uhkan bersamaan, tapi dapat pula dijatuhkan salah satu dari padanya yaitu pidana penjara saja atau denda… Namun di tingkat kasasi putusan PT tersebut dibatalkan oleh MA dengan alasan pidana penjara atas pelanggaran pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 bersifat imperatif.
Pertimbangan ini menarik karena dalam perkara lainnya dimana ketentuan sanksi pidananya juga dirumuskan dalam bentuk ”penjara dan/atau denda” Mahkamah Agung berpandangan lain dan bahkan dapat dikatakan sejalan dengan penafsiran yang digunakan oleh Pengadilan Tinggi dalam perkara Ni Ketut Ari Susanti ini. Anehnya antara perkara tersebut dengan perkara ini terdiri dari dua hakim agung yang sama, yaitu Artidjo Alkotsar (Ketua Muda bidang Pidana Umum) dan Mansur Kartayasa. Bahkan dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim yang sama, yaitu Artidjo Alkotsar. Perkara tersebut yaitu perkara Tindak Pidana Cukai dalam putusan MA No. 13 K/Pid.Sus/2011 (Isnaini).
Continue reading →