Putusan Kasasi Nomor 1881 K/Pid/2010 (Sri Handayani)
Perkara ini cukup menarik oleh karena dalam perkara pidana Pengadilan mengalihkan hak keperdataan seseorang kepada orang lain, hal yang umumnya hanya dilakukan dalam peradilan perdata. Selain itu, yang lebih menarik adalah benda yang dialihkan status keperdataannya tersebut sedang dijaminkan.
Perkara ini berawal dari perjanjian jual beli mobil honda Jazz seharga Rp 100 juta antara Terdakwa, seorang Dosen STIA-LAN, yang bekerjasama dengan Michael Tjandrajaya (dalam berkas terpisah) dengan korban pada akhir tahun 2007. Setelah Korban melunasi pembayaran ternyata Terdakwa tidak kunjung menyerahkan mobil yang dijanjikan. Pada pertengahan 2008 karena mobil yang dijanjikan tidak kunjung dikirim Korban kemudian meminta Terdakwa mengembalikan seluruh uang yang telah dibayarkannya, Terdakwa kemudian menyerahkan selembar cek senilai Rp 100 juta, akan tetapi ketika dicairkan ternyata tidak ada isinya (kosong). Pada akhir 2008 Korban kembali menagih janji Terdakwa, karena Terdakwa tidak bisa menyerahkan mobil maupun uang yang telah dibayarkannya akhirnya Korban meminta Terdakwa membuat pernyataan akan menyerahkan mobil Avanza miliknya beserta surat-suratnya sebagai jaminan jika hingga 1 desember Terdakwa tidak bisa memenuhi kewajibannya. Setelah waktu yang telah disepakati berakhir dan Terdakwa tidak bisa memenuhi janjinya, Korban kemudian mengambil mobil Avanza milik Terdakwa, namun Terdakwa tidak menyerahkan BPKB mobil tersebut hingga februari 2009. Setelah diusut ternyata BPKB mobil tersebut telah dipinjamkan ke teman Terdakwa dan telah dijadikan jaminan. Atas perbuatan Terdakwa tersebut Korban kemudian melaporkan ke pihak kepolisian.
Dalam tuntutannya Penuntut Umum menuntut Terdakwa atas penipuan, dan khusus mengenai barang bukti mobil Avanza beserta STNKnya milik Terdakwa, Penuntut Umum menuntut agar mobil tersebut dikembalikan kepada yang berhak, bukan kepada Terdakwa namun kepada Korban. Atas tuntutan ini PN Jakarta Pusat memutus Terdakwa bersalah atas penipuan, dan mengabulkan tuntutan Penuntut Umum mengenai barang bukti Mobil Avanza beserta STNKnya untuk diserahkan kepada Korban. Putusan PN Jakarta Pusat ini diperkuat di tingkat Banding.
Atas putusan Judex Facti tersebut Terdakwa kemudian mengajukan permohonan Kasasi, selain mempermasalahkan pokok perkaranya yang menurut Terdakwa permasalahan dalam perkara tersebut adalah masalah perdata bukan pidana, Terdakwa juga mempermasalahkan putusan judex facti yang menyerahkan mobil avanza milik Terdakwa kepada Korban. Namun permohonan kasasi Terdakwa tersebut ditolak oleh Mahkamah Agung, menurut MA diserahkannya mobil avanza milik Terdakwa ke Korban oleh Judex Facti merupakan sebagai pengganti kerugian korban. Berikut pertimbangan lengkap putusan Mahkamah Agung tersebut:
Pertimbangan Mahkamah Agung:
Menimbang, bahwa atas alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan karena Judex Facti tidak salah dalam menerapkan hukum, dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai
berikut :
- Bahwa Terdakwa terbukti menerima pembayaran dari saksi Prapto Hadi, S.H., M.H., uang sebesar Rp25.000.000,00 + Rp75.000.000,00 (pada tanggal 19-12-2007) melalui orang Terdakwa yang bernama Michael Tjandrajaya, guna pembayaran pembelian mobil Honda Jazz yang seharusnya oleh Terdakwa diserahkan pada awal tahun 2008, namun sampai dengan sekarang ini Terdakwa tidak menyerahkan mobil dimaksud, dan pada tanggal 29-2-2009 Terdakwa mengganti mobil Jazz tersebut dengan menyerahkan 1 (satu) unit mobil Toyota Avanza No. Pol B 2410 DN beserta STNK nya, tetapi BPKB tidak diserahkan ;
- Bahwa 1 (satu) unit Mobil Avanza tersebut di atas adalah sebagai pengganti dari saksi Prapto Hadi S.H., M.M., yang telah membayar uang sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) untuk pembelian Honda Jazz yang tidak diserahkan oleh Terdakwa, sehingga 1 (satu) unit Mobil Avanza tersebut adalah sah milik Saksi Prapto Hadi S.H., M.M., yang dibeli dari Terdakwa, karenanya barang bukti tersebut adalah benar jika dikuasai oleh saksi Prapto Hadi S.H., M.M., (jika dikembalikan kepada Terdakwa, maka saksi Prapto Hadi S.H., M.M., lebih dirugikan akibat tindakan Terdakwa) ;
Majelis Hakim Agung:
1. Imron Anwari (Ketua)
2. Timur P Manurung
3. Achmad Yamanie
Catatan:
Dengan putusan seperti ini, bagaimana hak pihak ketiga yang memegang hak jaminan BPKB mobil tersebut? Apakah putusan pidana ini dapat dijadikan dasar bagi Korban untuk menuntut Pihak Ketiga tersebut menyerahkan BPKB dimaksud? Apakah putusan ini dapat dijadikan dasar untuk mengubah status kepemilikan BPKB tersebut?
selamat malam kak arsil, saya mau bertanya soal kasus ini untuk lebih jelasnya.. teori-teori apa yg seharusnya digunakan apabila saya ingin membahas masalah ini kedalam skripsi? boleh mnt email nya?
wah sejujurnya saya kurang mendalami perdata, jadi ga terlalu tau teori2nya. tapi kalau mau cari literatur kira-kira yang temanya mengenai hak kebendaan, atau bisa juga mengenai eksekusi. email saya arsil@leip.or.id
Peralihan Hak Keperdataan Melalui Putusan Pidana, saya sngat tertarik dengan judulnya. bagaimana jawaban atas kasus diatas? apakah hak kebendaan barang tersebut, dapat beralih dengan telah incrach nya putusan pidana ?
Kutipan pertimbangan Majelis Hakim pidana tingkat banding pada butir 1 (d) halaman 60 putusan No. 339/Pid/1986/PT.DKI. tertanggal 2 Februari 1987 (vide bukti P-10a) adalah: yang lebih berwenang untuk menentukan hak milik keperdataan adalah pengadilan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata (antara lain vide Pasal 2 R.O) sehingga karena itu Majelis Hakim Pengadilan Tinggi berpendapat putusan Hakim pidana mengenai barang bukti adalah bersifat sementara;
Mksh