Permohonan Kasasi oleh Penuntut Umum Atas Kasus-Kasus Kecil


Dari putusan-putusan Kasasi yang ada di Mahkamah Agung saya menemukan cukup banyak perkara yang sepertinya tidak layak untuk diajukan kasasi, terlebih permohonan kasasi tersebut diajukan oleh Penuntut Umum. Penuntut Umum memang memiliki kewenangan (bukan hak) untuk mengajukan permohonan kasasi, namun dalam menggunakan kewenangan tersebut tentu pertimbangan utama dalam mengajukan kasasi bukanlah semata-mata karena ‘bisa’ tapi harus ada kepentingan hukum yang lebih besar dari itu.

Tanpa bermaksud berpanjang lebar menjelaskan mengenai apa fungsi dan tujuan dari kasasi, serta apa tujuan hukum pidana, berikut beberapa putusan yang dimaksud. Silahkan nilai sendiri perkara-perkara tersebut.

Catatan tambahan: Data putusan akan diupdate seiring dengan temuan baru saya mengenai putusan-putusan serupa.

1. Pencurian 1 Buah Anak Kunci
Nomor 1300 K/Pid/2009 (Haryanti Sutanto)
Perkara ini pada dasarnya sederhana, berawal dari perselisihan di dalam rumah tangga, antara seorang ibu dengan anaknya (42 th). Pada suatu malam di tahun 2007 Terdakwa mendatangi rumah Korban yang merupakan ibu kandungnya sendiri. Entah karena sudah ada permasalahan sebelumnya sang Ibu tidak mau menemui Terdakwa. Kesal dengan sikap sang Ibu, Terdakwa kemudian pergi meninggalkan rumah tersebut sambil mengambil anak kunci rumah sang Ibu. Atas perbuatan Terdakwa mengambil 1 buah anak kunci tersebut sang Ibu kemudian melaporkan Terdakwa yang merupakan anak kandungnya sendiri ke kepolisian. Terdakwa kemudian didakwa dalam dakwaan alternatif oleh Penuntut Umum dimana dalam Dakwaan Alternatif Kesatu melanggar pasal 367 KUHP (pencurian dalam keluarga) dan Dakwaan Alternatif Kedua melanggar Pasal 406 KUHP (Perusakan barang)

Di tahap Penuntutan Penuntut Umum menuntut Terdakwa terbukti melakukan pencurian dalam keluarga (Pasal 367 KUHP) serta menuntut Terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 6 bulan dengan masa percobaan selama 1 tahun (hukuman percobaan). Atas tuntutan Penuntut Umum tersebut PN Jakarta Selatan kemudian menjatuhkan hukuman penjara 5 bulan dengan masa percobaan selama 10 bulan. Putusan PN Jaksel tersebut dibatalkan oleh PT DKI. Oleh PT DKI Terdakwa diputus bebas. Pertimbangan PT DKI dalam membebaskan Terdakwa yaitu karena dalam dakwaan alternatif Kesatu, Penuntut Umum hanya menggunakan Pasal 367 KUHP tanpa menjuncto kan ke 362 KUHP, padahal menurut PT DKI Pasal 367 KUHP tidak bisa berdiri sendiri. Oleh sebab itu maka PT DKI menyatakan Dakwaan Alternatif Kesatu tidak dapat diterima. Sementara dalam Dakwaan Alternatif Kedua menurut PT Penuntut Umum tidak dapat membuktikan bahwa Terdakwa telah merusak atau menghilangkan kunci yang menjadi obyek tindak pidana, atau setidaknya tidak terdapat alat-alat bukti yang membuktikan hal tersebut, hanya ada satu saksi. Atas pertimbangan-pertimbangan tersebut maka PT DKI membatalkan putusan PN Jakarta Selatan tersebut.

Atas putusan PT DKI tersebut Penuntut Umum kemudian mengajukan permohonan Kasasi. Dalam alasan kasasinya Penuntut Umum berpendapat bahwa PT salah dalam menerapkan hukum. Terkait dengan tidak dapat diterimanya dakwaan alternatif pertama, menurut Penuntut Umum walaupun Penuntut Umum tidak mencantumkan pasal 362 namun Penuntut Umum tetap menguraikan unsur-unsur dalam Pasal 362 untuk bisa menerapkan pasal 367. Sehingga seharusnya dakwaan alternatif pertama tetap diterima. Untuk dakwaan alternatif kedua Penuntut Umum berpendapat bahwa judex facti tidak mengadili dengan cara yang tepat sesuai KUHAP.

Atas permohonan kasasi tersebut Mahkamah Agung menyatakan bahwa Penuntut Umum tidak dapat membuktikan bahwa putusan PT DKI merupakan putusan pembebasan yang tidak murni, sehingga permohonan kasasi Penuntut Umum dinyatakan tidak dapat diterima.

Catatan:
Selain nilai perkara dalam perkara ini yang sangat kecil, terlebih dalam perkara ini terdakwa dan korban memiliki hubungan keluarga yang sangat dekat, yaitu ibu dan anak kandung, permohonan kasasi Penuntut Umum ini menggunakan yurisprudensi kasasi atas putusan pembebasan yang menyimpangi KUHAP (pasal 67 dan 244). Walaupun yurisprudensi tersebut juga merupakan sumber hukum (terlepas dari kontroversinya) namun menurut saya sangatlah tidak patut dalam yurisprudensi tersebut digunakan untuk kasus seperti ini, mengingat kepentingan hukumnya sangat kecil. Dan seandainya pun dipandang putusan judex facti, khususnya Pengadilan Tinggi salah, khususnya mengenai pertimbangan majelis dalam menafsirkan perlu tidaknya dicantumkan pasal 362 untuk menggunakan pasal 367, mekanisme koreksi yang seharusnya ditempuh Penuntut Umum atau Kejaksaan adalah Kasasi Demi Kepentingan Hukum.

2. Perusakan Kaca Nako
Nomor 2359 K/Pid/2009 (Konny Pangaribuan)

Perkara ini merupakan perkara yang juga cukup sederhana. Dalam perkara ini Terdakwa didakwa melakukan pengerusakan barang, yaitu memecahkan kaca nako milik korban.

Perkara ini berawal dari matinya babi milik terdakwa akibat terinjak babi milik korban. Tidak terima atas kejadian tersebut Terdakwa kemudian pergi kerumah Korban untuk meminta pertanggungjawaban. Karena Korban tidak mau bertanggung jawab Terdakwa kemudian memecahkan kaca nako yang ada di rumah korban. Atas perbuatan Terdakwa tersebut Korban kemudian melaporkannya ke kepolisian.

Dalam perkara ini Penuntut Umum menuntut Terdakwa bersalah atas perusakan barang dan menuntut dijatuhi pidana penjara selama 1 bulan 15 hari. Oleh Pengadilan Negeri Balige Terdakwa dijatuhi penjara 1 bulan dengan masa percobaan 2 bulan (hukuman percobaan), yang artinya terdakwa tidak perlu menjalani hukuman kecuali dalam waktu 2 bulan terdakwa melakukan tindak pidana lagi. Atas putusan PN Balige tersebut Penuntut Umum kemudian mengajukan Banding, namun oleh PT Medan putusan tingkat pertama tersebut diperkuat.

Atas putusan PT yang tetap memperkuat putusan PN yang hanya menghukum Terdakwa dengan hukuman percobaan tersebut Penuntut Umum kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Menurut Penuntut Umum hukuman yang dijatuhkan PN terlalu rendah, karena hanya hukuman percobaan, padahal akibat perbuatan Terdakwa korban menjadi mengalami ketakutan. Atas alasan tersebut Mahkamah Agung menolak permohonan Kasasi Penuntut Umum tersebut.

Catatan:
Dalam perkara ini pada dasarnya yang dipermasalahkan Penuntut Umum ditingkat kasasi adalah mengenai berat ringannya hukuman yang diajatuhkan judex facti. Sudah menjadi yurisprudensi tetap di Mahkamah Agung bahwa mengenai berat ringannya hukuman merupakan kewenangan judex facti. Dalam beberapa putusan kasasi Mahkamah Agung memang menyimpangi yurisprudensi tersebut, namun pengecualian tersebut biasanya terjadi hanya untuk perkara-perkara dimana hukuman yang dijatuhi oleh judex facti sangat kontras dengan perbuatan atau akibat dari perbuatan yang dilakukan Terdakwa. Sementara itu dalam perkara ini selain obyek perkara yang sedemikian kecil, pecahnya beberapa buah kaca nako (jumlahnya tidak terlihat dari putusan ini), di tahap tuntutan Penuntut Umum sendiri memang menuntut hukuman yang tidak tinggi, yaitu 1 bulan 15 hari. Berdasarkan hal tersebut maka menurut saya permohonan kasasi yang diajukan Penuntut Umum sangatlah berlebihan, serta tidak mengandung kepentingan hukum yang cukup.

3. Perusakan Pagar Pembatas Secara Bersama-sama
Nomor 450 K/Pid/2010 (Gusti Kade Ngurah & Gusti Putu Yasa)

Perkara ini berawal dari sengketa batas tanah antara para Terdakwa dengan Korban. Terdakwa yang merasa memiliki tanah yang dipersengketakan mengajukan permohonan pengukuran tanah kepada BPN. Pada saat akan dilakukan pengukuran oleh petugas BPN terjadi penolakan oleh Korban yang merasa sebagian tanah tersebut merupakan miliknya. Untuk memudahkan masuk ke lokasi para Terdakwa kemudian mencabut pagar pembatas tanah yang terbuat dari bambu kemudian dipatahkan. Selain itu para Terdakwa juga mencabut dua buah pohon santen yang ditanam oleh Korban, kemudian pohon tersebut diletakan disekitar pagar. Atas perusakan pagar dan pohon santen tersebut Korban kemudian melaporkannya ke kepolisian.

Dalam surat Dakwaannya Penuntut Umum menyatakan terdakwa melanggar Pasal 170 ayat (1) KUHP, yaitu dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang. Menurut Penuntut Umum kerugian materil yang dialami Korban sebesar Rp 10.000,- (sepuluh ribu rupiah). Di tahap penuntutan Penuntut Umum menuntut para Terdakwa dijatuhi pidana penjara masing-masing selama 3 bulan.

Atas tuntutan Penuntut Umum tersebut Pengadilan Negeri Singaraja memutus para Terdakwa terbukti bersalah sebagaimana dakwaan Penuntut Umum dan menjatuhkan hukuman selama 2 bulan penjara. Atas putusan tersebut para Terdakwa kemudian mengajukan banding. Di tingkat Banding hukuman terhadap para terdakwa diubah menjadi hukuman percobaan 3 bulan penjara dengan masa percobaan selama 5 bulan.

Putusan Banding yang mengubah hukuman tingkat pertama menjadi hukuman percobaan tersebut dikasasi oleh Penuntut Umum. Alasan kasasi Penuntut Umum pada intinya menyatakan bahwa seharusnya Pengadilan Tinggi memenuhi tuntutan hukuman Penuntut Umum, yaitu 3 bulan penjara bukan hukuman percobaan. Alasan kasasi ini ditolak Mahkamah Agung dengan pertimbangan bahwa kerugian korban hanya sebesar Rp 10.000,- sehingga tidak tepat dijatuhi pidana penjara.

4. Judi Kyu-Kyu dengan Taruhan Rp 1.000,- s/d Rp 2.000,-
Nomor 357 K/Pid/2010 (Liyanto, Poniran & Kusdiyantoro)

Perkara ini merupakan perkara perjudian kecil, yaitu permainan judi dengan menggunakan kartu domino yang dikenal dengan istilah judi Kyu-Kyu (9-9). Dalam perkara ini para terdakwa bermain judi tersebut dipinggir jalan dengan besaran taruhan Rp 1.000-2.000. Pada saat mereka bermain tiba-tiba diketahui oleh polisi dan kemudian mereka ditangkap. Total uang taruhan yang ditemukan saat mereka bermain judi tersebut sebesar Rp 58.000,-. Terdakwa didakwa dengan dakwaan primair pasal 303 ayat 1 ke 2 KUHP dan dakwaan subsidair pasal 303bis ayat 1 ke 2 KUHP.

Dalam tuntutannya Penuntut Umum menuntut para Terdakwa terbukti atas dakwaan primair dan dijatuhi pidana penjara selama 1 tahun. Oleh PN Sidoardjo dinyatakan para Terdakwa terbukti atas dakwaan subsidair dan dijatuhi pidana penjara selama 5 bulan. Tidak puas dengan besaran hukuman tersebut Penuntut Umum kemudian mengajukan Banding, oleh PT Surabaya putusan PN Sidoardjo tersebut diperkuat. Tak puas lagi dengan putusan PT Surabaya tersebut Penuntut Umum kemudian mengajukan permohonan Kasasi ke Mahkamah Agung. Alasan kasasi yang diajukan Penuntut Umum yaitu hukuman yang dijatuhi Judex Facti dirasa masih terlalu ringan dan tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat. Permohonan ini ditolak oleh Mahkamah Agung dengan pertimbangan mengenai berat ringannya hukuman merupakan kewenangan Judex Facti dan tidak tunduk pada kasasi.

5. Judi Remi
Nomor 2344 K/Pid/2009 (Suhardjo, Rohimin dan Ramuji)

Serupa dengan perkara sebelumnya, perkara ini juga merupakan perkara perjudian dengan nilai yang relatif kecil, perjudian dengan menggunakan kartu remi dengan nilai taruhan Rp 2.000-3.000,-. Perbuatan tersebut dilakukan para Terdakwa di teras rumah salah satu Terdakwa pada dini hari pada bulan September 2008. Para Terdakwa ditangkap pihak kepolisian pada saat perbuatan tersebut dilakukan. Saat tertangkap jumlah uang yang ditemukan sebesar Rp 20.000,-.

Dalam perkara ini Penuntut Umum menuntut para Terdakwa dijatuhi pidana penjara 1 tahun. Atas tuntutan tersebut Pengadilan Negeri Semarang menjatuhi pidana percobaan 8 bulan penjara dengan masa percobaan selama 1 tahun. Atas hukuman tersebut Penuntut Umum mengajukan banding, namun putusan putusan tersebut diperkuat oleh PT Semarang. Penuntut Umum kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dengan alasan hukuman tersebut terlalu ringan. Oleh Mahkamah Agung permohonan Kasasi Penuntut Umum tersebut ditolak dengan alasan berat ringannya hukuman tidak tunduk pada kasasi dan merupakan kewenangan Judex Facti.

6. Pencurian 24 Batang Bambu Ampel

Nomor 24 K/Pid/2011 (Ketut Ceraka & Ketut Pani)

Dalam perkara ini kedua terdakwa merupakan sepasang suami istri mengambil 24 batang bambu ampel dari kebun milik korban. Total nilai kerugian yang dialami korban menurut dakwaan penuntut umum sebesar +/- Rp 100.000. Penuntut Umum mendakwa para terdakwa dengan pasal pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih (364 ayat 1 angka 4 KUHP). Penuntut Umum menuntut para terdakwa untuk dijatuhi pidana penjara selama 2 bulan.

Di tingkat pertama para terdakwa dinyatakan terbukti  atas dakwaan Penuntut Umum dan menjatuhi hukuman selama 1 tahun 15 hari kepada para terdakwa. Putusan ini kemudian dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi, oleh Pengadilan Tinggi para terdakwa dinyatakan bebas. Putusan tersebut diambil oleh karena Pengadilan Tinggi meragukan keterangan beberapa orang saksi. Atas putusan Pengadilan Tinggi ini Penuntut Umum kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Oleh Mahkamah Agung permohonan Penuntut Umum dinyatakan tidak dapat diterima oleh karena Penuntut Umum tidak dapat membuktikan bahwa putusan pembebasan tersebut merupakan putusan bebas tidak murni.

7. Judi Qiu-Qiu

Nomor 1335 K/Pid/2011 (Udi cs)

Perkara ini merupakan perkara perjudian dengan menggunakan domino yang lebih dikenal dengan nama judi qiu-qiu. Nilai taruhan dalam kasus ini adalah Rp 1.000,-. Penuntut Umum menuntut para Terdakwa dengan hukuman penjara selama 1 tahun 6 bulan namun oleh Pengadilan Negeri Bekasi para terdakwa dijatuhi penjara selama 8 bulan. Putusan tersebut kemudian diperkuat oleh Pengadilan Tinggi Bandung. Tak puas dengan besaran hukuman yang dijatuhi PN Bekasi dan PT Bandung tersebut Penuntut Umum kemudian mengajukan permohonan Kasasi ke Mahkamah Agung dengan alasan hukuman yang dijatuhi tersebut tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat. Permohonan Kasasi Penuntut Umum tersebut kemudian ditolak oleh Mahkamah Agung dengan pertimbangan bahwa mengenai berat ringannya hukuman tidak tunduk pada kasasi.

8. Perusakan Kaca Jendela

Nomor 1484 K/Pid/2011 (Sofianti)

Perkara ini merupakan perkara perusakan (406 KUHP). Terdakwa didakwa karena memecahkan kaca jendela milik korban. Terdakwa sendiri merupakan mantan istri korban. Perbuatan pemecahan kaca tersebut terjadi karena Terdakwa kesal melihat anak Terdakwa dan Korban yang menangis meminta ikut pergi bersama ayahnya (korban) namun tidak dihiraukan oleh Korban. Kesal melihat hal tersebut Terdakwa kemudian melempar batu ke jendela rumah milik korban hingga pecah.

Atas perbuatan tersebut Penuntut Umum menuntut Terdakwa dijatuhi penjara selama 2 bulan. Oleh Pengadilan Negeri Pematang Siantar terdakwa dijatuhi pidana bersyarat 2 bulan dengan masa percobaan selama 4 bulan. Putusan tersebut diperkuat oleh Pengadilan Tinggi Medan. Namun tidak puas dengan hukuman pidana bersyarat tersebut Penuntut Umum kemudian mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung. Oleh MA permohonan kasasi tersebut ditolak.

9. Kasus Pencurian 3 ons Kopi

No. 1129 K/Pid/2009 (Nyami binti Tukiman)

Dalam perkara ini terdakwa yang merupakan buruh pabrik dari PT Gudang Garam Kediri didakwa mencuri 3 ons kopi dari PT GG tersebut yang nilainya menurut Penuntut Umum tak lebih dari Rp 5.000,- (lima ribu rupiah). Di tingkat pertama PN Kediri menyatakan dakwaan Penuntut Umum tidak terbukti dan membebaskan terdakwa. Putusan tersebut kemudian di kasasi oleh Penuntut Umum. Namun oleh Mahkamah Agung permohonan kasasi atas putusan bebas tersebut dinyatakan tidak dapat diterima oleh MA karena Penuntut Umum tidak dapat membuktikan putusan pembebasan tersebut merupakan pembebasan tidak murni.

1 thought on “Permohonan Kasasi oleh Penuntut Umum Atas Kasus-Kasus Kecil

  1. saya sangat mengapresiasi perhatian saudara kepada instansi kami. demi perbaikan kami sangat membutuhkan kritik dari kawan2.
    adapun mengapa kasus spt saudara sebutkan diatas, apabila menggunakan hati nurani memang sangatlah miris. sebagai jpu yg mewakili negara untuk mencari keadilan, memang kami rasakan sendiri sulit untuk menggunakan hati nurani dlm tuntutan. kmi terikat aturan yg ada di internal. jadi walaupun terkadang hati nurani mengatakan kasus tersebut tdk layak untuk di kasasi, tetapi kami harus jalankan. karena apabila tdk dilaksankan sdh pasti kami akan diperiksa pengawasan internal dan dikenai sanksi dari yg teringan berupa teguran tertulis hingga yg terberat berupa pemecatan.
    oleh karena itu mari kita berikan dorongan kepada dewan kita terhormat yg sedang menyusun RUU KUHAP N KUHP, agar nantinya perkara teri seperti itu tidak harus sampai ke pengadilan.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s