Jual Beli Tanah Yang Tidak Dihadiri PPAT

Dalam Putusan MA No. 560 PK/Pdt/1999 (Dahlan vs Mahmud)

bahwa keebratan-keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, Mahkamah Agung tidak membuat kekhilafan dalam putusannya a quo karena :

 

a. Jual beli tanah yang dilakukan tidak di hadapan PPAT tetap sah, karena menurut Yirisprudensi Mahkamah Agung, jual beli adalah sah, apabila telah memenuhi syarat-syarat dalam KUHPerdata atau hokum adat, dan syarat-syarat dalam pasal 10 PP. No.10 tahun 1961 tidak mengesampingkan syarat-syarat untuk jual beli dalam KUHPerdata / Hukum Adat, melainkan hanya merupakan syarat bagi Pejabat Agraria vide putusan Mahkamah Agung tanggal 12 Juni 1975 No.952 K / Sip / 1974) ; Continue reading

Nebis In Idem Dalam Perkara Perdata dan Perlindungan Atas Pihak Ketiga yang Beritikad Baik

Putusan MA No. 4039 K/Pdt/2001  (Ny. Roemani Soekarman Cs vs Leon Santiono, PT BCA Malang, & Drs. Frans Sudarma)

Perkara ini merupakan perkara sengketa sebuah rumah di daerah Malang. Dalam perkara ini Para Penggugat menggugat perbuatan Tergugat karena telah menggelapkan rumahnya (tidak terlalu jelas apakah yang dimaksud menggelapkan di sini adalah memalsu akta tanah atas rumah tersebut atau perbuatan lainnya), serta Turut Tergugat I (Bank) dan II yang telah menguasai rumah tersebut secara riil.

Perkara ini berawal dari Tindakan Tergugat I yang menggelapkan hak atas tanah dan bangunan milik Penggugat. Tergugat I kemudian membuat akta atas tanah tersebut secara resmi dihadapan notaris. Selanjutnya Tergugat I meminjam uang dari Bank (Tergugat II) dengan jaminan sertifikat tanah tersebut. Karena Tergugat tidak sanggup membayar utang tersebut, tanah yang dijadikan Tanggungan tersebut di lelang oleh Turut Tergugat I.

Atas tindakan Tergugat ‘menggelapkan’ tanah milik Penggugat, para Penggugat pernah mengajukan gugatan ke pengadilan, namun gugatan tersebut ditolak oleh pengadilan. Selanjutnya penggugat melaporkan perbuatan pidana Tergugat ke kepolisian. Tergugat akhirnya oleh pengadilan dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana. Atas putusan pidana tersebut penggugat kembali mengajukan gugatan. Di tahap ini PN Malang kemudian mengabulkan gugatan Penggugat yaitu menyatakan akta tanah yang dibuat dihadapan notaris batal serta Risalah Lelang atas tanah a quo batal demi hukum, serta memerintahkan Tergugat serta Turut Tergugat I dan II untuk menyerahkan tanah tersebut kepada para penggugat.

Di tingkat Banding putusan PN tersebut dibatalkan. Pengadilan Tinggi menganggap bahwa gugatan Para Penggugat tersebut nebis in idem oleh karena permasalahan ini telah diputus oleh PN yang sama sebelumnya.

Di tingkat Kasasi Mahkamah Agung tidak sependapat dengan PT. MA berpendapat bahwa gugatan Penggugat tidak nebis in idem, karena walaupun subyek dan obyek kedua perkara sama namun alasan-asalan yang dikemukakan berbeda, dimana yang menjadi dasar gugatan para Penggugat adalah putusan perkara pidana dimana Tergugat terbukti melakukan penggelapan atas tanah milik para Penggugat.

Akan tetapi walaupun pada pokoknya MA sependapat dengan Pengadilan Negeri, MA tidak sependapat dengan putusan PN yang memerintahkan Turut Tergugat I dan II untuk menyerahkan tanah dan rumah a quo kepada para Penggugat. Menurut MA hak tanggungan atas tanah obyek sengketa telah sesuai prosedur, sehingga dalam hal ini Turut Tergugat I dan II dianggap sebagai pihak ketiga yang beritikad baik sehingga kepentingannya juga harus dilindungi, dan hanya Tergugat lah yang harus bertanggung jawab atas ganti kerugian kepada para Penggugat.

(Pertimbangan MA)

bahwa perkara Nomor 160/Pdt.G/1999/PN.Mlg. ini adalah tidak sama dengan perkara yang telah diputus Nomor 217/Pdt.G/1995/PN.Mlg. karena walaupun subyek dan obyek kedua perkara tersebut sama, akan tetapi alasan-alasan yang dikemukakan adalah berbeda, sehingga tidak dapat diterapkan asas nebis in idem.

bahwa alasan yang dipakai dalam perkara sekarang ini (Nomor 160/Pdt.G/1999/PN.Mlg.) adalah adanya putusan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap ;

bahwa oleh karena itu putusan Pengadilan Tinggi/judex facti harus dibatalkan dan Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara ini dengan pertimbangan berikut ini ;

Menimbang, bahwa mengenai obyek sengketa dalam perkara ini Mahkamah Agung pada prinsipnya dapat menyetujui pertimbangan Pengadilan Negeri yang pada pokoknya menyatakan sebagai hak milik dari Penggugat. Namun demikian sebaliknya Mahkamah Agung tidak dapat menyetujui pertimbangan Pengadilan Negeri tentang dikabulkannya tuntutan gugatan Penggugat point 2, 3, 4 dan 5, dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :

1. bahwa hak tanggungan atas obyek sengketa ini telah dilakukan sesuai dengan prosedur yang ada, walaupun kemudian dapat dibuktikan dengan putusan pidana bahwa pihak yang menjaminkan (Tergugat I) tidak berhak untuk menjaminkan obyek sengketa tersebut ;

2. bahwa oleh karena pelelangan terjadi sebelum adanya putusan perkara pidana, maka pelelangan atas obyek sengketa adalah sah dan dengan demikian pembeli lelang harus dilindungi ;

3. bahwa oleh karena pelelangan atas obyek sengketa adalah sah, maka yang harus bertanggungjawab atas kerugian yang diderita oleh para Penggugat adalah Tergugat I (Leon Santiono). Sedangkan Turut Tergugat I dan II harus dilepaskan dari tanggungjawab atas tuntutan Penggugat tersebut ;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, dengan tidak perlu mempertimbangkan alasan kasasi lainnya, menurut pendapat Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : Ny. JD. ROEMANI SOEKARMAN dan kawan-kawan, dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 770/Pdt/2000/PT.Sby., tanggal 29 Januari 2001 yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Malang Nomor 160/Pdt.G/1999/PN.Mlg., tanggal 14 Maret 2000 serta Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara ini dengan amar putusan sebagaimana yang akan disebutkan di bawah ini ;

Majelis Hakim Agung : 1) Bagir Manan (Ketua), Dirwoto (Anggota); 3) Harifin A Tumpa (Anggota)

Catatan:

Mengenai perlindungan atas pihak ketiga yang beritikad baik tampaknya belum ada kesamaan pandangan di Mahkamah Agung. Hal ini terlihat dari putusan No. 214 K/Pdt/2011 dimana dalam putusan ini Mahkamah Agung membatalkan jual beli tanah yang telah dilakukan beberapa kali hingga tangan kelima dan memerintahkan pihak yang terakhir menguasai tanah tersebut untuk mengembalikannya kepada Penggugat, walaupun perolehan hak atas tanah yang dilakukan oleh pihak terakhir tersebut dilakukan dengan itikad baik.