Anotasi Putusan Narkotika – Dugaan Penyiksaan dan Ketiadaan Penasihat Hukum

Menarik membaca putusan PK kasus narkotika ini, putusan no. 172 PK/Pid.Sus/2009. Dalam perkara ini pada akhirnya MA menolak permohonan PK dari Pemohon tersebut. Mari kita mulai membacanya dari pertimbangan majelis hakim agung yang dipimpin oleh Hakim Agung (Alm) Moegihardjo, dan dianggotai oleh ibu Prof. Komariah ES dan Andi Ayyub. Berikut pertimbangan MA tersebut:

Menimbang, bahwa atas alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :

Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena tidak termasuk dalam salah satu alasan peninjauan kembali sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 263 ayat (2) a KUHAP ;

Tidak dapat dibuktikan adanya novum dan kekhilafan hakim atau kekeliruan nyata, dengan pertimbangan sebagai berikut :

Bahwa Didi kawan Pemohon Peninjauan Kembali ditangkap atau tidak adalah wewenang dari Penyidik ;

Bahwa tidak dapat dibuktikan Pemohon Peninjauan Kembali ketika memberikan keterangan di depan Penyidik dilakukan di bawah tekanan fisik ;

Bahwa tes urine terhadap Pemohon Peninjauan Kembali / Terpidana tidak diperlukan karena tertangkap tangan ;

Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali / Terpidana pada waktu itu menyatakan tidak memerlukan Penasihat Hukum, baik ditingkat penyidikan maupun disidang Pengadilan ;

Bahwa dari Berita Acara Persidangan bertanggal 27 Maret 2008 didapati catatan, setelah penyampaian tuntutan pidana oleh Jaksa Penuntut Umum, Pemohon Peninjauan Kembali / Terpidana / Terdakwa mohon keringanan hukuman dan dilanjutkan dengan pengucapan putusan oleh Majelis Hakim ;

Bahwa keterangan saksi dibacakan di depan sidang atas keterangan mereka yang dilakukan di bawah sumpah pada tingkat penyidikan ;

Demikian pertimbangan Majelis Hakim Agung dalam putusan tersebut.

Continue reading

10 Tahun untuk Perkara dengan Bukti Minim

Catatan Atas Putusan 1672 K/Pid.Sus/2012 dan 1346/Pid.B/2011/PN.JKT.TIM

Agak takjub membaca putusan kasus narkotika ini. Seorang terdakwa akhirnya dijatuhi hukuman penjara 10 tahun dengan bukti yang sangat minim. berikut ringkasan dan catatan saya atas putusan ini.

 

Ringkasan Perkara

Perkara ini sebenarnya cukup sederhana, Terdakwa (Edih K) didakwa oleh JPU akan menerima sejumlah paket narkotika jenis shabu-shabu dari Iswadi Chandra yang dibantu oleh Kurniawan. Paket narkotika itu sendiri tidak pernah sampai ketangan Terdakwa, oleh karena pihak kepolisian keburu menangkap Terdakwa.

Perkara ini sendiri bermula saat Iswadi dan Kurniawan tanggal 13 Mei 2011 sedang berada di rumah Iswadi tiba-tiba “digerebek” oleh sejumlah polisi pada pukul 10 malam. Setelah melakukan penggeledahan para penyidik tersebut menemukan 2 paket narkotika jenis shabu-shabu masing-masing seberat 25 gr dan 29 gr di dalam rumah Iswadi. Setelah ditanya oleh penyidik Iswadi mengaku bahwa narkotika tersebut berasal dari seseorang yang bernama Riki. Oleh Riki Iswadi sebelumnya diperintahkan untuk mengambil paket narkotika tersebut di daerah Pulo Gadung dan kemudian diperintahkan untuk menyerahkannya kepada Terdakwa.

Kepada Penyidik Iswadi mengaku bahwa ia telah janjian untuk bertemu dengan Terdakwa di suatu diskotik di daerah Gadjah Mada malam itu. Oleh para penyidik kemudian Iswadi diminta mengantarkan mereka ke tempat Terdakwa. Iswadi menyanggupinya, lalu para penyidik membawa Iswadi dan Kurniawan menuju diskoktik tempat Terdakwa berada bersama barang bukti.

Continue reading

Terobosan yang Nanggung dari Mahkamah Agung

Dua perkara dibawah ini sebenarnya cukup penting bagi perkembangan hukum di Indonesia, khususnya terkait dengan hukum acara pidana. Pertanyaan hukum yang muncul dari kedua perkara ini adalah apakah Pengadilan dapat menjatuhkan hukuman kepada terdakwa atas sesuatu yang tidak didakwakan Penuntut Umum, namun seharusnya didakwakan, terlebih dakwaan yang tidak didakwakan tersebut memuat ancaman hukuman yang lebih rendah.

Perkara seperti ini, dimana Penuntut Umum tidak mendakwakan juga pasal yang ancamannya lebih rendah sebenarnya telah sering terjadi. Dalam perkara pencurian terdapat beberapa perkara dimana untuk uraian perbuatan yang sama yang didakwakan Penuntut Umum seharusnya Penuntut Umum mendakwa juga menggunakan pasal 364 KUHP (pencurian ringan) yang ancamannya jauh lebih rendah daripada 362 KUHP (pencurian biasa). Begitu juga dengan perkara-perkara penganiayaan, tak jarang seharusnya penganiayaan yang dilakukan terdakwa berdasarkan uraian Penuntut Umum sendiri masuk dalam kualifikasi Penganiayaan Ringan (352 KUHP), namun Penuntut Umum hanya mendakwa dengan menggunakan pasal 351 KUHP.

Tindakan Penuntut Umum tersebut tentu saja merugikan Terdakwa serta mengunci Pengadilan dalam memberikan keadilan, mengingat dalam KUHAP, khususnya pasal 182 ayat 4 disebutkan “musyawarah tersebut pada ayat (3) harus didasarkan atas surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang.”Ketentuan ini mengandung arti pengadilan terikat oleh surat dakwaan Continue reading

Unsur Memiliki atau Menguasasi Dalam Perkara Narkotika

Putusan MA No. 1386 K/Pid.Sus/2011 (Sidiq Yudhi Arianto)

Sudah menjadi rahasia umum bahwa tak jarang terjadi penyalahgunaan wewenang dalam upaya pemberantasan narkotika. Salah satu bentuk penyalahgunaan wewenang tersebut yaitu dengan menjerat pengguna narkoba dengan ketentuan yang jauh lebih berat, yaitu pasal 112 UU 35 Tahun 2009 (memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan narkotika golongan I secara melawan hukum)  yang diancam dengan ancaman hukuman penjara minimal 4 tahun, maksimal 12 tahun, DAN denda minimal Rp 800 juta, maksimal Rp 8 milyar. Padahal untuk pengguna (penyalahguna) narkotika untuk penggunaan narkotika golongan I ancaman maksimumnya hanya 4 tahun tanpa denda. Penyalahgunaan wewenang juga umumnya terjadi sebaliknya, yaitu pengedar dikenakan pasal pengguna. Dalam kasus ini tampaknya pengadilan mencium dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk yang pertama, yaitu seorang pengguna didakwa dengan pasal 112.

Kasus ini berawal dari secara tiba-tiba terdakwa ditangkap oleh beberapa orang polisi setelah sebelumnya terdakwa membeli 0,2 gram shabu-shabu dari seorang bandar. Dalam dakwaan tidak dijelaskan bagaimana pihak kepolisian tersebut bisa mengetahui bahwa terdakwa sebelumnya telah membeli shabu-shabu tersebut, penuntut umum hanya menjelaskan saat digeledah di saku kirinya ditemukan 1 paket shabu-shabu seberat 0,2 gram. Continue reading

Terdakwa yang Tidak Didampingi oleh Penasehat Hukum bisa Dibebaskan dan Dugaan Penyiksaan merupakan Beban Pembuktian dari JPU, bukan Terdakwa

Putusan MA No. 2588 K/Pid.Sus/2010 (Frengki Cs)

Resume Putusan:

Terdakwa Frengki dan Terdakwa Yusli dalam perkara ini didakwa dengan dakwaan sengaja membawa, mengirim, mengangkut atau mentransito Narkoba jenis Ganja. Atau dakwaan lainnya adalah memberi bantuan untuk membawa, mengirim, mengangkut atau mentransito Narkoba jenis Ganja yang didahului dengan permufakatan jahat.

Pengadilan Negeri Sidikalang menyatakan bahwa dakwaan-dakwaan jaksa tersebut tidak terbukti. Dasar putusan ini adalah pencabutan BAP Kepolisian di pengadilan oleh para terdakwa karena BAP tersebut dibuat tanpa pendampingan penasehat hukum dan dibuat dalam keadaan dipaksa.

Mahkamah Agung menguatkan putusan PN Sidikalang tersebut. Dengan putusannya tersebut Mahkamah Agung menyatakan bahwa bantuan hukum adalah hak setiap terdakwa dalam tingkatan pemeriksaan. MA juga mengembalikan posisi BAP yang ditandatangani terdakwa bukan sebagai barang bukti di pengadilan dan JPU tetap harus membuktikan secara substansial perbuatan pidana terdakwa. Selain itu, yang terpenting, MA juga menyatakan bahwa dugaan torture (peyiksaan) yang diajukan oleh terdakwa merupakan hal yang harus dibuktikan oleh JPU, bukan terdakwa. Dengan demikian, JPU wajib membuktikan torture tersebut tidak terjadi. Continue reading

Kesaksian Polisi yang Tidak Dibenarkan

Putusan Mahkamah Agung dalam kasus narkotika ini sangat menarik karena MA membatalkan putusan Judex Factie yang telah menjatuhkan hukuman kepada terdakwa selama 4 tahun. Alasan Mahkamah Agung membatalkan putusan judex factie tersebut oleh karena saksi-saksi yang memberatkan terdakwa ternyata dari pihak kepolisian itu sendiri. Mahkamah Agung memandang bahwa dalam kasus ini sangat mungkin kesaksian dari pihak kepolisian tersebut direkayasa, bahkan dalam pertimbangannya secara berani Mahkamah Agung menyatakan bahwa cara-cara penyelidikan dan penyidikan seperti yang terjadi dalam kasus ini sarat dengan rekayasa dan pemerasan.

Putusan MA No. 1531 K/Pid.Sus/2010 (Ket San alias Chong Ket)

Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :

Alasan keberatan Terdakwa angka 1 dapat dibenarkanbahwa saksi PRANOTO dan SUGIANTO yang berasal dari pihak kepolisian, keterangannya tidak dapat diterima dan kebenarannya sangat diragukan dengan alasan-alasan :

  • Bahwa pihak kepolisian dalam pemeriksaan perkara a quo mempunyai kepentingan terhadap perkara agar perkara yang ditanganinya berhasil di pengadilan, sehingga keterangannya pasti memberatkan atau menyudutkan bahwa bisa merekayasa keterangan. Padahal yang dibutuhkan sebagai saksi adalah orang yang benar-benar diberikan secara bebas, netral, objektif dan jujur (vide Penjelasan Pasal 185 ayat (6 ) KUHAP) ;
  • Continue reading

Putusan tentang Narkotika

Putusan MA No. 899 K/Pid.Sus/2010 (Rudini Hidayat)

Bahwa alasan Terdakwa dalam memori kasasinya bahwa dia tidak mengetahui kalau rokok lintingan itu terbua t dari daun ganja, keterangan Terdakwa tersebut tidak dapat diterima dengan alasan :

  1. Tidak biasanya satu batang rokok (lintingan daun ganja) dihisap bersama-sama secara bergantian ;
  2. Rokok yang di tawarkan M. Asrori dibuat dalam bentuk, tidak punya merek (pembungkus), kemasan sangat berbeda dengan yang biasanya dij ual di pasaran ;
  3. M. Asrori menawarkan rokok ganja ini kepada teman- temannya yang berada di teras rumah Asep yaitu Eful, Rudini dan Terdakwa ;
  4. Hasil visum Lab. No. 0905-0717 terbukti Mariyuana hasil positif ;

Atas dasar alasan tersebut menunjukkan bahwa Terdakwa telah mengetahui , menduga, atau patut menduga atau menginsafi kalau rokok yang ditawarkan oleh Asrori untuk dihisap bersama-sama secara bergantian adalah terbuat dari lintingan daun ganja ;

Apabi la perbuatan Terdakwa menghisap rokok dari lintingan daun ganja dihubungkan dengan hasil visum menunjukkan bahwa Terdakwa dan kawan-kawan selain menghisap rokok ganja juga pengguna/pemakai Mariyuana. Kesimpulannya terdakwa dan kawan- kawan pemakai narkotika ;

Majelis Hakim Agung:

  1. Imron Anwari (Ketua)
  2. Surya Jaya
  3. Achmad Yamanie