Pembuka
Bayangkan jika tiba-tiba beberapa orang aparat kepolisian mendatangi rumah atau kantor anda, menyampaikan suatu surat yang isinya meminta anda untuk datang ke kantor kepolisian untuk memberikan keterangan atas dugaan tindak pidana. Anda yang sedang enak-enak di rumah atau bekerja di kantor terpaksa harus meluangkan waktu anda beberapa jam atau bahkan seharian penuh untuk memenuhi permintaan tersebut. Dan setelah melalui berjam-jam proses pemeriksaan ternyata anda ditetapkan sebagai Tersangka oleh penyidik, lalu anda di tahan. Seluruh tetangga, keluarga, rekan-rekan anda mengetahuinya, mengetahu bahwa anda adalah Tersangka atas suatu kejahatan. Omongan miring terhadap anda tak terhindarkan.
Anda membaca surat perintah penahannya, tertulis untuk jangka waktu 20 hari, dan bisa diperpanjang. Entah untuk berapa kali perpanjangannya. 20 hari di dalam sel. Apa yang anda harus katakan kepada kantor anda? Tidak masuk 1 hari saja kadang sudah jadi masalah, ini 20 hari, dan belum jelas apakah hanya 20 hari atau akan lebih. Belum lagi, bagaimana jika nantinya pengadilan akan menyatakan anda bersalah dan dijatuhi hukuman penjara selama sekian bulan atau sekian tahun. Tak akan ada kantor yang mau mempertahankan status anda sebagai pegawai disitu untuk waktu yang tak jelas tersebut sementara anda tak bisa masuk kerja. Pekerjaan akan segera hilang dalam bayangan anda.
Anda merasa tidak bersalah, tapi perasaan saja tentu tidak akan berarti. Harus ada pembelaan, segala tuduhan yang dituduhkan kepada anda oleh penyidik dan nantinya penuntut umum harus anda bantah dimuka persidangan nantinya. Tak perlu lah berbicara mengenai pasal-pasal atau kitab-kitab hukum yang anda tak mengerti, berbicara saja dulu mengenai fakta. Tapi untuk berbicara mengenai fakta anda harus mencari bukti, saksi dan lain sebagainya, dan bukti maupun saksi tersebut tentu tidak ada bersama anda di dalam sel, mereka ada di luar sana. Siapa yang harus mencari dan menyusun pembelaannya? Anda di dalam sel, tak mungkin bisa keluar. Bahkan untuk mengetikkan surat pembelaan saja tak bisa, komputer anda tak bisa anda bawa. Dan juga printernya.
Jelas anda butuh advokat untuk melakukan hal itu semua. Tapi, untuk menyewa advokat tentu membutuhkan biaya. Ya, tentu ada lembaga-lembaga bantuan hukum yang menyediakan jasa advokat secara gratis, tapi itu hanya untuk orang miskin -itu pun kenyataannya tidak semua orang miskin mendapatkan bantuan hukum. Lalu bagaimana jika anda bukan orang miskin? Anda harus mencarinya sendiri dan membiayainya sendiri. Berapa biayanya? Entah. Biaya bergantung pada bonafiditas advokatnya, lama waktu proses peradilannya dan lain sebagainya.
Biaya advokat dan segala tetek bengek selama proses peradilannya berlangsung mungkin tidak terlalu bermasalah jika anda bekerja, memiliki penghasilan tetap. Tapi, anda sedang berada di dalam sel, bagaimana mungkin bisa bekerja? Tak usah lah berfikir apakah gaji yang ada selama ini anda dapatkan cukup atau tidak, apakah kantor anda masih mau mempertahankan status kepegawaian anda atau tidak saja sudah menjadi masalah tersendiri. Lalu, bagaimana membiayai segala macam tetek bengek akibat proses peradilan ini? Tabungan mungkin mulai anda korek-korek, jika masih kurang, pinjam sana pinjam sini, atau barang-barang mulai anda gadaikan satu per satu.
Berapa lama anda harus mengalami penderitaan ini? Entah. Anda hanya pernah mendengar jika sudah masuk tahap persidangan di pengadilan negeri paling lama 6 bulan, bisa diperpanjang memang, tapi katanya aturannya seperti itu. Tapi itu kalau sudah sidang, nah pertanyaannya kapan sidang? Kalau Asmin Cayder dulu sih sudah 3 bulan saja belum sidang-sidang, entah akhirnya di bulan keberapa dia sidang. Yang jelas waktu penahanan di tahap penyidikan itu 20 hari, bisa ditambah 40 hari. Sudah 2 bulan itu. Setelah itu di tangan Jaksa anda bisa ditahan untuk waktu 20 hari, perpanjangan 30 hari. Hampir 4 bulan. Belum lagi kalau ancaman hukuman yang dikenakan ke anda itu di atas 9 tahun, bisa ditambah 2x 30 hari lagi.
Waktu-waktu tersebut memang waktu maksimum, bisa lebih cepat. Bagaimana mempercepatnya? Entah. Entah kalau tanpa uang yang berbicara. Semua tergantung dari penyidik dan penuntut umumnya.
Dan kemudian anda mendengar kabar-kabar bahwa jika menggunakan advokat proses akan lebih lama, jika tidak ya nantinya sidang bisa 2-3 kali saja sudah bisa diketok. Tapi apa putusannya, apakah anda akan diputus bebas atau dihukum? Entah. Tak ada jaminan memang jika anda tidak menggunakan advokat anda pasti tidak akan diputus bebas. Bisa saja majelis hakim yang memeriksa perkara anda ternyata fair dan obyektif, sehingga walau tanpa advokat pun anda dapat diputus bebas jika anda memang tidak bersalah. Tapi tak ada jaminan juga sebaliknya. Yang jelas, tanpa pembelaan sepertinya peluang anda mendapatkan putusan yang adil akan kecil.
Singkat kata anda mendapatkan advokat yang bonafid, dengan biaya yang lumayan. Berkat bantuannya serta oleh karena memang anda tidak bersalah, pengadilan kemudian ternyata memutus anda tidak bersalah, bebas. Sudah selesai kah? Belum tentu. Penuntut Umum ternyata mengajukan kasasi. Nasib anda belum pasti lagi. Anda kemudian harus menunggu beberapa bulan lagi.
Putusan kasasi pun turun, permohonan kasasi penuntut umum ‘tidak dapat diterima’, begitu bunyi amarnya. Dengan demikian putusan pengadilan negeri yang memutus anda bebas berkekuatan hukum tetap. Anda kini bebas, seperti sedia kala.
Seperti sedia kala? Apakah benar? Kehormatan anda telah tercoreng, waktu anda telah terbuang, entah berapa bulan. Uang dan harta mungkin sudah habis atau setidaknya jauh berkurang, untuk membiayai segala macam tetek bengek tadi, belum lagi untuk membiayai anda sendiri selama di tahanan. Dan most likely anda kini pengangguran, karena kantor tempat bekerja anda sebelumnya telah memutuskan untuk memPHK anda, baik dengan berat hati atau tidak.
Anda telah mengalami kerugian. Lahir dan bathin. Lalu apa? Siapa yang harus menanggung kerugian tersebut? Anda? Mengapa anda harus menanggung kerugian atas apa yang anda tidak lakukan? Dimana kesalahan anda? Bukan kah anda dinyatakan tidak bersalah oleh pengadilan?
Jika anda tidak salah, apakah berarti kepolisian, kejaksaan atau pengadilan salah karena telah memproses anda? Belum tentu. Mereka salah jika memang dalam penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan dipersidangan mereka atau ada di antara mereka yang merekayasa perkara. Tapi jika tidak, maka mereka tidak dapat dipersalahkan. Memang tugas mereka untuk menegakkan hukum, dan dalam menjalankan tugas tersebut sangat mungkin penyidik cukup yakin bahwa anda adalah pelaku tindak pidananya berdasarkan bukti-bukti yang ada, walau pada akhirnya ternyata pengadilan memutus lain. Tentu tak bisa lah kita berharap sebelumnya mereka harus mempercayai anda bahwa anda tidak bersalah. Semua penjahat pasti akan menyatakan hal yang sama, begitu fikir mereka. Dan jika mereka, aparat penegak hukum terlalu mudah mempercayai tersangka, tak terbayangkan berapa banyak akhirnya penjahat yang dapat dengan mudah lolos dari jeratan hukum. Tentu hal ini juga sesuatu yang tak kita inginkan.
Oke, sekarang jika mereka tidak bisa dipersalahkan, lalu siapa yang bisa dipersalahkan atas segala macam kerugian yang anda alami ini? Tak ada? Jika tak ada, lalu siapa yang harus bertanggung jawab?
Tak ada yang harus bersalah, tapi ada yang bisa bertanggung jawab. Siapa? Negara. Mengapa negara?
Mereka, aparat penegak hukum, menjalankan tugasnya karena diberikan kewenangan oleh negara. Mengapa negara memberikan kewenangan tersebut? Untuk menjamin keamanan warga negara, menjaga agar tak ada pihak lain yang melakukan kejahatan terhadap sesama warga negara. Dan kalau pun ternyata ada warga negara yang ternyata telah melakukan kejahatan maka negara kita berikan kewajiban untuk memastikan bahwa pihak tersebut mendapatkan balasan yang setimpal atas perbuatannya, sebagai hukuman kepadanya sekaligus sebagai peringatan bagi setiap warga negara agar tidak melakukan pelanggaran yang sama. Untuk dapat memberikan jaminan tersebut maka kita menyerahkan sebagian hak kita kepada negara, memberikan kekuasaan kepada negara untuk membatasi hak-hak kita. Tak seluruhnya memang, sebatas yang diperlukan untuk dapat menjamin hak-hak kita dapat dijalankan dengan baik. Dan untuk itu kita memberikan kompensasi kepada negara, dalam bentuk pajak.
Nah, saat aparat penegak hukum bekerja, mengusut kejahatan, membawanya ke meja hijau, mereka sedang memenuhi tanggung jawabnya untuk melindungi kita, warga negara, dan terutama korban kejahatan tersebut. Ketika ternyata orang yg disangka, disidangkan ternyata bukan pelakunya, apakah kita dan negara cukup bilang “Oops, sorry, ternyata bukan kamu pelakunya”? “Kami hanya menjalankan tugas untuk melindungi warga negara (korban)”. Sip. Tentu. Tapi bukan kah terdakwa yang akhirnya diputus bebas itu juga warga negara?
Kita rela negara mengeluarkan biaya untuk mengusut suatu kejahatan, agar sang pelaku mendapatkan balasan yang setimpal, serta agar keamanan kita tetap terlindungi. Kita bahkan rela mengeluarkan biaya untuk orang yang jelas-jelas pelaku kejahatan, pihak yang jelas-jelas bersalah, melanggar hukum, melanggar hak-hak sesama warga negara. Ya, gedung-gedung penjara beserta aparatus yang bekerja di dalamnya tentu kita lah yang membiayainya. Begitu juga dengan makanan, fasilitas kesehatan, dan lain sebagainya yang dibutuhkan narapidana selama masa menjalani hukumannya. Kita yang membiayai, melalui negara. Kini, apa yang membuat kita tak rela memberikan sedikit kompensasi atas kerugian sesama warga negara yang terpaksa kehilangan harta, waktu, kebebasan, pekerjaan, kehormatan dan lain sebagainya karena ekses dari upaya negara melindungi kita melalui penegakakan hukum?
(bersambung)
bravo bang, anda benar2 mengungkap peliknya hukum kita… thanks for share