Lanjutan cerita Bikepacking Jakarta-Bali yang saya lakukan pertengahan agustus 2016 lalu. Tulisan pertama bisa klik di sini.
Bandung-Cirebon
Hari ke 3
Selasa 16 Agustus, pagi itu ga dapat sarapan di hotel, paket irit. Sekitar jam 7.30an berangkat menuju Cirebon. Menurut google maps jarak tempuh hotel-Cirebon +/- 130 KM. Belum tahu apakah bisa nyampe cirebon malam nanti atau ga. Kalau lihat di google maps sepertinya akan melewati pegunungan lagi. 2 hari sebelumnya yang jalannya melewati pegunungan per hari hanya +/- 80 km. Ini 130 KM, berarti nambah +/- 50 KM lagi. Ya sial-sial malam nyampe Jatiwangi lah.
Dari hotel Nyland gowes ke arah timur. Lalu lintas Bandung macet parah juga ternyata, tapi yang ke arah berlawanan dengan saya. Setelah berjalan 4-5 KM berhenti dulu di alfamart, beli counterpaint. Otot di bawah dan atas dengkul lumayan sakit ternyata. Setelah lewat penjara Sukamiskin kembali melipir, sarapan di sebuah warteg.
Selesai sarapan dan menghabiskan sebatang rokok, perjalanan dilanjutkan. Menurut google maps ke arah Cirebon lewat Jatinangor, dan setelah Jatinangor mulai lah daerah pegunungan. Track sampai ITB dan UNPAD di Jatinangor lumayan datar, kalaupun ada tanjakan masih normal, tanjakan dalam kota. Namun, begitu melewati UNPAD barulah penderitaan dimulai lagi.
Tanjakan pertama lumayan curam, belokan pula. Mengingat tanjakannya cukup terjal dan paha masih pegal sisa kemarin, terpaksa sepeda kembali dituntun, sambil mikir (dan sedikit ngedumel dalam hati), mampus ini kalau tracknya kayak gini lagi. Seandainya dari awal milih jalur utara…tapi apa mau dikata, udah terlanjur. Tanjakan ketiga atau keempat badan sudah semakin lelah, pas menjelang tanjakan ke lima ada warung, istirahat sejenak sambil ngopi, pagi ini memang belum ngopi.
Selesai ngopi dan entah berapa batang rokok, perjalanan dilanjutkan. Sepeda mulai dinaiki sambil menatap sendu tanjakan yang lumayan tinggi di depan mata. Turunsepeda lagi, ga yakin tanjakan ini bisa dilalui dengan gowes, kayaknya nuntun sepeda lagi.
Baru jalan sekitar 20 meter, nengok ke belakang…jreeeng…ada truk besar warna biru yang berjalan lambat karena tanjakan. Truk ini adalah harapan melewati tanjakan melelahkan ini. Sepeda kembali dinaiki tanpa digowes, hanya ambil ancang-ancang nempel di pantat truk biru ini. Begitu truk berada di samping, langsung tangan kanan mencari cantolan di pantatnya, engsel pintu belakang truk. Begitu dapat serasa hari itu begitu cerah, tanjakan ini serasa tidak berarti lagi berkat the power of pantat truk.
Truk berhenti di sebuah pasar, macet, saya lalu berpisah dengan pantat truk biru ini, lumayan dapat 1 km-an mungkin. Perjalanan saya lanjutkan dengan gowes seperti biasa sembari sesekali menoleh ke belakang kali-kali ada truk yang tidak terlalu kencang lagi yang bisa dicantolin.
Setelah perjalanan beberapa kilo tiba lah di daerah yang di google maps gambarnya pegunungan. Namun, tak seperti yang saya khawatirkan sebelumnya kalau rute ini akan banyak tanjakan, sebaliknya, ternyata turunan. Ya iya lah, Bandung dataran tinggi, cirebon dataran rendah, Bandung-Cirebon memang harusnya penuh dengan turunan. Baru nyadar.
Sepeda melaju kencang tanpa perlu digowes, untungnya jalanan tidak terlalu ramai, jadi bisa puas menikmati laju sepeda. Setelah dua hari penuh dengan tanjakan, dapat jalur turunan ini serasa dapat bonus. Entah sampai seberapa panjang jalur turunan ini, dalam hati berharap sampai cirebon seperti ini terus.
Pemandangan di sepanjang turunan ini lumayan indah, bukit-bukit. Kebetulan jalur ke Cirebon ada di sisi tebing bukan jurang, jadi lumayan aman. Di jalur yang agak cegok berhenti sebentar, bakar rokok, setelah itu lanjut lagi, jarang-jarang kan bisa gowes sambil ngerokok. Bukan gowes sih, lebih tepatnya duduk di sepeda, karena ga gowes juga sepeda melaju dengan sendirinya, cepat pula.
Entah berapa KM telah saya lewati tanpa perlu gowes, kalau pun gowes biasanya hanya sebentar, kadang karena sedikit tanjakan kadang karena jalan yang datar. Namun sebagian besar jalur ya menurun. Di sebuah belokan ada warung kopi, ngopi lagi kayaknya enak, sembari istirahat, istirahat bukan karena capek –karena memang ga capek- tapi mau menikmati suasana aja.
Setelah 15 menit ngopi, perjalanan di lanjutkan. Sekitar jam 12an sampai lah di Sumedang. Lumayan ramai. Jalur kembali mendatar. Tiba-tiba saat gowes dengkul kanan terasa sakit, persendiannya terasa perih terutama kalau menekan pedal, seperti persendiannya longgar dan membuat tulangnya saling bergesek. Saking sakitnya pergowesan terpaksa bertumpu pada kaki kiri saja. Mulai panik, bagaimana kalau sakitnya akan semakin parah, apalagi kalau sampai dengkul kiri juga ikutan sakit.
Sambil gowes perlahan-lahan saya memperhatikan toko-toko sepanjang jalan, berharap ada tempat pijat reflexy, mungkin dengan pijat reflexy bisa sedikit meredakan rasa sakitnya. Sayangnya, tak terlihat ada tempat pijat reflexy, padahal sepertinya daerah itu adalah pusat kota Subang, setidaknya salah satu pusat kotanya.
Sampai di suatu perempatan tiba-tiba ada toko dan bengkel sepeda. Kebetulan. Sejak pagi setang agak ga beres, sambungan setang yang untuk melipat setangnya berkerenyit agak keras dan agak oglek. Kendur sepertinya. Namun mungkin karena bapak bengkel ini belum pernah menservice dahon walhasil dia juga ga berhasil memperbaiki setangnya, dia utak atik utak atik, ga berhasil juga. Yo wes lah lanjut jalan.
Sebelum jalan nanya dulu ke tukang bengkelnya apa ada tempat urut yang dekat situ. Setelah ngobrol dengan temannya dia ngasih tau kalau ada tukang urut rumahan, dia mau anterin kalau saya mau. Berpikir sejenak, kira-kira akan lama ga ya kalau di urut…setelah dipikir-pikir ya udah lah ga jadi, nanti aja kalau ada yang pas di sepanjang jalan, lagian agak ragu juga, ini kayaknya bukan otot tapi sendi. Jadi agak ragu bisa diurut.
Selepas dari bengkel dengkul kanan tambah sakit, untungnya ga ada jalur mendaki, tapi belum dapat jalur menurun seperti sebelumnya lagi. Sekitar jam 1-an istirahat dan makan siang di sebuah rumah makan yang agak besar, ada empangnya.
Di tempat makan yang besar itu saya satu-satunya pelanggan yang makan di sana. Beberapa karyawan karokean. Mulai agak ragu dengan restoran ini, kok bisa saya satu-satunya pelanggan yang ada, padahal kelihatannya tempatnya agak bagus. Mulai agak khawatir jangan-jangan restoran ini ilusi aja, sebenarnya tempat ini ga ada, dan sebenarnya saya lagi duduk di kuburan, dan karyawan-karyawan yang lagi karokean itu sebenarnya kuntilanak. Tapi setelah dipikir-pikir lagi kayaknya ga mungkin, ini masih siang, cerita makan di kuburan sendirian hanya cocok kalo kejadiannya malam hari.
Setelah istirahat makan siang selama kurang lebih 45 menit perjalanan dilanjutkan, dengkul masih lumayan sakit tapi ga separah sebelumnya.
Setelah sekitar kurang lebih sejam dapat bonus lagi, jalur menurun. Di tengah jalan yang menurun ada warung kopi, berhenti dulu, ngopi. Ya, ini yang ketiga, ga usah heran, normalnya saya bisa 5-6 gelas per hari.
Sejak hari pertama kayaknya belum pernah dapet kopi non sachet. Saya tanya ke ibu warungnya, apa ada kopi seduh, di jawab ga ada, adanya kopi sachetan. Katanya udah ga jual kopi seduh karena orang-orang sukanya kopi sachetan. Menyebalkan! Yang paling menyebalkan dari kopi sachetan adalah manisnya yang kelewatan, dan ga ada warung yang jual kopi sachet tanpa gula.
Selesai ngopi lanjut lagi, udah mulai agak sore, mungkin jam 3an. Jalan mulai agak rata, mulai jarang turunan. Berhenti sejenak di pinggir sungai, entah apa nama sungainya.
Memasuki jatiwangi jalan mulai mendatar terus sampai Cirebon. Beberapa kali dapat pantat truk, bahkan ada kenek truk yang nawarin diri untuk dicantolin saya, tapi berhubung pas mau istirahat untuk ngerokok tawaran itu harus saya tolak (sombong).
Saat istirahat di pelataran sebuah indomaret, baru sadar, tangan mulai agak lebih gelap. Ya, saya ga pake lengan panjang, atau penutup lengan yang biasa dipake pesepeda, atau sunblock, jadi ya wajar kalau terbakar. Saya bukan pesepeda pro atau sejenisnya, gowes ya pake kaos biasa bukan jersey khusus sepeda. 6 tahun bike to work setiap hari ya pake kaos oblong plus jeans.
Sampai di kota Cirebon sekitar jam 7an, makan di warteg dulu sambil browsing penginapan murah terdekat. Dapat hotel Apita Express. Di google lokasinya ga terlalu jauh, sekitar 3 km dari tempat saya browsing, begitu sampai depan hotelnya agak takjub kok ya besar dan serius banget hotelnya. Setelah di cek n ricek lagi ternyata itu hotel Apita, sementara yang saya pesan Apita Express, versi budgetnya, dan jaraknya masih sekitar 3 KM lagi.
Apita Express ini ternyata di kawasan pertokoan (mall), lumayan lah, gampang nyari tempat jajan. Hotelnya lumayan bagus, bersih, apalagi kalau dibandingkan dengan Cahaya Alam Cariu. Pas di sebelah hotel ada panti pijet Palembang. Kayaknya beneran panti pijet, ga pake plus-plus. Ragu-ragu mau masuk, dengkul masih sakit, otot sih ga terlalu. Kelamaan mikir akhirnya saya putuskan ga perlu pijet/urut. Hehehe.
Bersambung…
Selanjutnya: Cirebon – Tegal
Sebelumnya: Jakarta – Cariu – Bandung
Pingback: Bikepacking Jakarta-Bali (1) | KRUPUKULIT
Pingback: Bikepacking Jakarta – Bali (3) | KRUPUKULIT