Kompensasi Pencabutan Laporan Pengaduan Korupsi atau Pemerasan?


No. 381 K/Pid/2011 (Welly Walewangko & Achmad Sofyan)

Ringkasan Perkara:

Dalam perkara ini kedua Terdakwa didakwa melakukan pemerasan kepada Ir. Surya Wjaya (Direktur PT Indo Jaya Pan Pratama) selaku Pelaksana Proyek Air Bersih / Sumur Arthesis Pemkot Cirebon sebesar Rp. 9 juta. Dalam perkara ini para Terdakwa akhirnya diputus bebas.

Perkara ini berawal dari dilaporkannya Saksi Korban oleh para Terdakwa ke kepolisian atas dugaan korupsi dalam pelaksanaan Proyek Air Bersih tersebut. Setelah membuat laporan, para Terdakwa kemudian bertemu dengan Saksi Korban. Dalam pertemuan tersebut para Terdakwa menyatakan bahwa mereka siap melakukan mediasi dengan Saksi Korban (terlapor) dan mencabut kembali laporannya. Saksi Korban dan Para Terdakwa akhirnya bersepakat untuk melakukan mediasi tersebut, dimana Para Terdakwa meminta uang Rp. 10 juta sebagai imbalan pencabutan laporan korupsinya ke kepolisian. Atas jumlah tersebut Saksi Korban keberatan, akhirnya disepakati Saksi Korban akan memberikan imbalan Rp. 9 juta.

Kesepakatan tersebut kemudian dituangkan dalam Surat Perjanjian. Dalam Surat Perjanjian (dengan dibubuhkan materai) dituangkan kesepakatan bahwa Para Terdakwa bersedia mencabut laporan pengaduannya, sementara Saksi Korban bersedia memberikan uang kompensasi atas prestasi Para Terdakwa tersebut sebesar Rp. 9 juta. Namun entah apa yang terjadi selanjutnya (dalam putusan ini tidak dijelaskan) Para Terdakwa kemudian diproses atas dakwaan melakukan pemerasan.

Atas dakwaan tersebut PN Cirebon menyatakan Para Terdakwa tidak bersalah dan diputus bebas. Dalam pertimbangannya (yang dikutip JPU dalam alasan kasasinya [hal. 15] Majelis Hakim menyatakan bahwa perbuatan para terdakwa tidak memenuhi kualifikasi memaksa, oleh karena pembeian uang tersebut menurut Majelis dilakukan secara ikhlas. Pertimbangan ini menurut JPU janggal oleh karena dalam bagian lain Majelis Hakim telah menyatakan bahwa surat perjanjian antara Saksi Korban dengan Para Terdakwa untuk mencabut laporan tersebut secara tersirat terlihat bahwa posisi Saksi Korban berada dalam tekanan. Atas putusan tersebut JPU kemudian mengajukan permohonan Kasasi.

Di tingkat Kasasi permohonan JPU ini dinyatakan tidak dapat diterima. Majelis Kasasi sependapat dengan Judex Facti bahwa dalam perkara ini, dimana terjadi penyerahan uang dari saksi korban kepada Para Terdakwa yang dituangkan dalam Surat Perjanjian, tidak terdapat unsur pemaksaan. Menurut MA unsur memaksa tersebut tidak terpenuhi oleh karena penyerahan uang dibuat dengan perjanjian. Selain itu karena inisiatif awal untuk melakukan pertemuan antara Saksi Korban dan Para Terdakwa yang pada akhirnya menghasilkan kesepakatan tersebut tidak berasal dari Para Terdakwa, namun dari pihak lain, yaitu saksi Teguh Prayitno[1].

Selengkapnya pertimbangan Mahkamah Agung tersebut:

Kutipan Pertimbangan Mahkamah Agung:
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
Bahwa alasan-alasan dari Pemohon Kasasi / Jaksa Penuntut Umum tersebut tidak dapat dibenarkan karena Judex Facti tidak salah menerapkan hukum, dan mengenai pertimbangan hukumnya juga Judex Facti telah mempertimbangkan dengan tepat dan benar dengan pertimbanganpertimbangan sebagai berikut :

Bahwa memang benar Para Terdakwa membuat laporan pengaduan tentang adanya Korupsi pada proyek pengeboran air yaitu Pengadaan Proyek Air Bersih / Sumur Artesis, namun inisiatif pertemuan dan penerimaan uang dari saksi Pelapor bukan inisiatif Para Terdakwa tapi inisiatif saksi 6 : TEGUH PRAYITNO yang selanjutnya berakhir dengan dicabutnya laporan ke Penyidik Kepolisian Republik Indonesia oleh Para Terdakwa ;

Bahwa, oleh karena penyerahan uang Rp9.000.000,00 (sembilan juta rupiah) oleh saksi korban Ir. SURYA WIJAYA kepada Para Terdakwa dibuat kwitansi sebagai tanda terima dan dibuat kesepakatan bersama tertanggal 18 Januari 2010 antara Para Terdakwa sebagai pihak Pertama dengan saksi korban Ir. SURYA WIJAYA selaku pihak Kedua, maka penyerahan uang tersebut bukan atas paksaan karenanya permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Jaksa / Penuntut Umum tidak beralasan menurut hukum ;

Menimbang, bahwa disamping itu Mahkamah Agung berdasarkan wewenang pengawasannya juga tidak dapat melihat bahwa putusan tersebut dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri dengan telah melampaui batas wewenangnya, oleh karena itu permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi Jaksa/Penuntut Umum berdasarkan Pasal 244 Undang-Undang Nomor : 8 Tahun 1981 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana harus dinyatakan tidak dapat diterima ;

Majelis Hakim Agung:
1. Suwardi (Ketua)
2. Timur P Manurung
3. M. Hakim Nyak Pha

Catatan Tambahan:
Terdapat kejanggalan dalam perkara ini. Jika dikatakan unsur memaksa tidak terpenuhi, lalu untuk apa Saksi Korban mau memberikan uang kepada Para Terdakwa? Selain itu, mengapa Para Terdakwa mau mencabut laporan dugaan korupsi yang diduga dilakukan Saksi Korban dengan imbalan sejumlah uang? Bukan kah dalam perkara ini Para Terdakwa yang melaporkan dugaan korupsi tersebut bukanlah korban langsung, sehingga untuk apa Para Terdakwa mencabut kembali laporan pengaduannya? Terlebih Para Terdakwa adalah (menurut pemberitaan [2]) aktivis anti korupsi di kota Cirebon. Kejanggalan lainnya adalah, bukan kah dalam perkara korupsi delik ini bukan merupakan delik aduan, sehingga laporan (aduan) memang tidak dapat dicabut kembali?

[1] Entah apakah Teguh Prayitno yang dimaksud adalah orang yang sama dengan yang ada dalam pemberitaan ini -> http://m.inilah.com/read/detail/1766911/wawalkot-dibui-ormas-cirebon-ancam-kepung-kejari
[2] Dalam berita ini Welly Wewalengko dikabarkan merupakan Ketua Aliansi Masyarakat Peduli Perubahan http://www.bernadsimamora.com/kasus-apbd-gate-kembali-dipertanyakan/

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s