Pengaduan Fitnah


Putusan MA No. 1304 K/Pid/2009 (H. Musa Evan bin Jurah)

Resume:

Perkara ini merupakan perkara Pengaduan Fitnah (317 KUHP). Dalam perkara ini Terdakwa yang merupakan Manajer dari Operasional dari PT Jaya Mandiri Pariwisata bersama-sama dengan General Manajer (dalam berkas terpisah) melaporkan korban yang juga merupakan Direktur dari perusahaan yang sama ke pihak kepolisian atas dugaan pemalsuan tanda-tangan. Tanda tangan yang diduga dipalsukan tersebut merupakan tanda tangan dalam Surat Permohonan Ijin suatu perusahaan pengelola karaoke kepada PT JMP yang mana atas Surat Permohonan Ijin tersebut dikabulkan oleh Korban sebagai direktur.

Setelah menerima laporan dari para terdakwa tersebut kemudian dilakukan penyidikan. Setelah dilakukan penyidikan, pihak penyidik kemudian berkesimpulan bahwa tidak ada  bukti kuat yang menunjukkan bahwa korban melakukan tindak pidana tersebut dan penyidikan tersebut kemudian dihentikan oleh penyidik (SP3). Atas dasar penghentian penyidikan tersebut korban kemudian melaporkan para terdakwa ke pihak kepolisian melakukan penghinaan.

Di tingkat penuntutan JPU mendakwa para terdakwa (setidaknya terdakwa dalam berkas perkara ini) dengan dakwaan alternatif Pengaduan Fitnah (317 KUHP) atau Penghinaan lisan (310 ayat 1).

Di tingkat pertama pengadilan negeri menyatakan bahwa dakwaan yang dituduhkan kepada terdakwa terbukti namun perbuatan tersebut bukan tindak pidana, sehingga terdakwa diputus lepas. Putusan lepas ini kemudian dikasasi oleh JPU. Di tingkat Kasasi MA menolak permohonan kasasi JPU dengan pertimbangan:

”…judex factie tidak salah dalam menerapkan hukum, karena perbuatan Terdakwa bukan merupakan perbuatan pidana, sebab melaporkan Jhonny Kim kepada penegak hukum in casu Kepolisian tidak dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana”.

Majelis Hakim:

  1. Artidjo Alkotsar (Ketua)
  2. Mohammad Saleh
  3. Atja Sondjaja

Catatan:

Jika merujuk pada uraian R. Sianturi atas ketentuan Pasal 317 KUHP ini dalam bukunya Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya (Alumni AHM-PTHM : 1983) sebenarnya pasal 317 ini mencakup juga pengaduan kepada penegak hukum, atau dengan kata lain unsur ’penguasa’ dalam pasal ini mencakup Penegak Hukum. Kunci utama pasal 317 ini bukanlah terletak semata-mata pada benar tidaknya pengaduan atau kepada siapa pengaduan tersebut disampaikan, namun pada ada atau tidaknya kesadaran/pengetahuan pengadu bahwa apa yang diadukan tersebut tidak benar atau palsu. Pertimbangan MA di atas menurut saya agak sedikit menyesatkan, oleh karena seakan-akan setiap laporan/pengaduan yang diketahuinya tidak benar tidak dapat dipidana sepanjang hal itu dilaporkan kepada penegak hukum. Padahal bukan itu maksud dari pasal 317 KUHP ini.

Vonis PN yang memutus terdakwa dengan putusan lepas menurut saya sudah cukup tepat, walaupun dalam putusan MA ini tidak terlihat bagaimana pertimbangan majelis tingkat pertama tersebut, bahkan menurut saya dakwaan JPU tersebut seharusnya tidak dapat diterima (N.O.). Oleh karena jika melihat pada uraian dakwaan yang disusun oleh JPU sendiri khususnya dalam dakwaan alternatif pertama (317 KUHP), JPU tidak mengurai apakah terdakwa sebelumnya sudah mengetahui atau tidak bahwa ia mengetahui apa yang dilaporkannya tersebut tidak benar atau palsu. Dari dakwaan JPU tersebut seakan terdakwa melanggar pasal 317 semata-mata karena apa yang diadukannya ternyata tidak benar.

Yang lebih aneh lagi yaitu dakwaan alternatif kedua, pasal 310 (1). Uraian dakwaan yang disusun oleh JPU untuk dakwaan alternatif kedua ini sama persis dengan dakwaan alternatif pertama, padahal jelas kedua pasal ini berbeda. Penghinaan lisan yang diatur dalam pasal 310 (1) mensyaratkan bahwa apa yang disampaikan dimaksudkan untuk diketahui umum, sehingga dalam dakwaan seharusnya JPU menguraikan hal ini dilakukan oleh terdakwa. Dakwaan alternatif kedua ini seharusnya tidak dapat diterima oleh pengadilan. Dan mengingat kedua dakwaan ini tidak jelas seharusnya seluruh dakwaan dinyatakan tidak dapat diterima (obscuur libel) sejak awal.

Sebagai catatan lainnya, saya terdapat perkara lainnya mengenai pengaduan kepada penegak hukum dimana terdakwa dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana, yaitu perkara No. 35 K/Pid/2007 (Ir. Martua Saragih). Perkara ini diputus oleh ketua majelis yang sama. Perbedaannya antara kasus Musa Evan ini dengan perkara Martua Saragih, dalam kasus Martua Saragih setelah Martua Saragih membuat laporan pemalsuan ijazah, dan pihak kepolisian telah menyatakan bahwa ijazah palsu yang dilaporkan tersebut asli, terdakwa melaporkan kembali dugaan pemalsuan ijazah tersebut.

Catatan:

Lihat juga putusan Nomor 1370 K/Pid/2011 (Herno Priyanto) dan 823 k/pid/2012  (Muhammad Ashari)

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s