(Sekali lagi) sungguh tidak masuk di akal saya yang sedikit ini membaca amar putusan No. 787 K/Pid.Sus/2014 (Indar Atmanto). Mengapa tidak, dalam perkara ini terdapat pihak ketiga yang bukan merupakan terdakwa dalam perkara ini yang turut dijatuhi hukuman, pihak tersebut yaitu PT. IM2. Hukuman yang dijatuhkan kepada Pihak Ketiga yang Bukan Terdakwa tersebut yaitu pidana tambahan pembayaran uang pengganti sebesar Rp. 1,3 Triliun lebih. Berikut kutipan amar putusan tersebut:
- Menyatakan Terdakwa Indar Atmanto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “KORUPSI DILAKUKAN SECARA BERSAMA-SAMA”;
- Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut dengan Pidana Penjara selama 8 (delapan) tahun dan menjatuhkan Pidana Denda sebesar Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan bila denda tersebut tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 6 (enam) bulan;
- Menghukum PT. Indosat Mega Media (PT. IM2) membayar uang pengganti sebesar RP. 1.358.343.346.674,00 (satu triliun tiga ratus lima puluh delapan miliar tiga ratus empat puluh tiga juta tiga ratus empat puluh enam ribu enam ratus tujuh puluh empat rupiah) dengan ketentuan apabila PT. Indosat Mega Media (PT.IM2) tidak membayar uang pengganti tersebut paling lambat 1 (satu) bulan sesudah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta benda PT. Indosat Mega Media (PT. IM2) disita oleh Jaksa dan dilelang untuk membayar uang pengganti tersebut;
- Menetapkan lamanya penahanan kota…dst
Dalam perkara ini sebenarnya yang menjadi terdakwa hanyalah Indar Atmanto. Benar bahwa ia adalah Direktur Utama dari PT IM2, namun PT IM2 sendiri tidak lah menjadi terdakwa dalam berkas perkara ini.
Amar putusan MA tersebut memang tidak ujug-ujug muncul. Amar tersebut sebenarnya telah sesuai dengan Tuntutan Jaksa/Penuntut Umum yang memang meminta agar PT IM2 walaupun bukan sebagai Terdakwa dalam berkas perkara ini turut dijatuhi pidana, khususnya pidana tambahan pembayaran uang pengganti. Dari amar tuntutan JPU ini lah juga bisa diketahui bahwa memang IM2 bukan lah sebagai terdakwa, karena dalam amar tersebut dinyatakan penuntutan terhadap PT IM2 akan dilakukan secara terpisah. Berikut kutipan amar Tuntutan JPU:
- Menyatakan Terdakwa INDAR ATMANTO bersalah melakukan tindak pidana melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal Perbuatan Terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1), (3) Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor : 20 tahun 2001 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana sebagaimana dalam surat dakwaan Primair.
- Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 10 (sepuluh) tahun, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan, dan dengan membebankan terdakwa untuk membayar denda sebesar Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah), subsidair 6 (enam) bulan kurungan dan dengan perintah terdakwa segera ditahan di Rutan;
- Uang pengganti sebesar Rp.1.358.343.346.674,00. (satu triliun tiga ratus lima puluh delapan miliar, tiga ratus empat puluh tiga juta tiga ratus empat puluh enam ribu enam ratus tujuh puluh empat rupiah) dibebankan kepada PT. Indosat dan PT Indosat Mega Media (PT. IM2), yang penuntutannya dilakukan secara terpisah ;
- …dst
Amar putusan MA ini membatalkan putusan tingkat Banding yang tidak menyetujui dijatuhkannya pidana terhadap pihak ketiga yang bukan terdakwa yang dalam hal ini adalah PT IM2 oleh Pengadilan Negeri. Menurut Pengadilan Tinggi dalam putusannya No. 33/Pid/TPK/2013/PT.DKI karena IM2 bukan lah merupakan Terdakwa dalam perkara ini, maka terhadapnya tidak dapat dijatuhi pemidanaan, termasuk pidana tambahan pembayaran uang pengganti. Berikut kutipan pertimbangan Pengadilan Tinggi tersebut:
Menimbang bahwa namun demikian Majelis Hakim Tingkat Banding perlu mengubah putusan Majelis Tingkat Pertama tersebut, mengenai pidana penjara terhadap Terdakwa dan mengenai uang pengganti dengan pertimbangan sebagai berikut:
Bahwa, korporasi adalah juga Subyek Hukum, seandainya korporasi tersebut dihukum maka korporasi karena merupakan Subyek Hukum harus turut didakwakan;
Bahwa, oleh karena incasu perkara ini korporasi tidak masuk dalam dakwaan sehingga tidak dapat dihukum untuk membayar uang pengganti;
Bahwa, selain itu uang pengganti adalah merupakan pidana tambahan, maka pidana tambahan ini harus selalu mengikuti pidana pokok, yaitu kepada siapa pidana pokok itu dikenakan;
Bahwa, adalah tidak wajar atau melanggar hukum apabila pidana pokoknya dikenakan pada subyek hukum yang lain dan pidana tambahan dikenakan pada subyek hukum yang lain atau dalam perkara ini subyek hukum yang lain tersebut tidak didakwakan;
Menimbang, bahwa dengan demikian uang pengganti dalam perkara ini tidak dapat dibebankan kepada PT. Indosat Mega Media (PT. IM2) sebagai korporasi;
Menimbang, bahwa seandainya Jaksa Penuntut Umum masih punya keinginan untuk mengembalikan kerugian keuangan negara dalam kasus ini, maka dapat menempuh jalur hukum perdata yaitu dengan cara menggugat korporasi atau dengan jalan pidana dengan mengajukan korporasi dalam perkara ini sebagai Terdakwa;
Wajar kah putusan seperti ini? Tentu tidak. Tidak bisa lah pihak yang tidak pernah jadi terdakwa dijatuhi hukuman. Rusak lah sistem hukum ini jika putusan semacam ini terus terjadi dan terus dibiarkan terjadi. Jika memang pihak ketiga tersebut diduga terlibat tindak pidana yang didakwakan, maka seharusya pihak tersebut didakwa juga, sebagaimana pertimbangan Majelis Hakim Tinggi di atas.
Sungguh heran saya mengapa Mahkamah Agung yang seharusnya menjaga agar peradilan dilaksanakan sesuai undang-undang, dan dilaksanakan sesuai asas-asas dan prinsip-prinsip peradilan yang fair, independen, imparsial dll justru merupakan pihak yang melanggar itu semua. Penjatuhan hukuman kepada pihak yang bukan terdakwa tentu lah melanggar prinsip-prinsip fair trial. Karena pihak tersebut tidak pernah diberikan kesempatan untuk membela diri dalam persidangan, tidak memiliki kesempatan untuk mengajukan upaya hukum jika menurutnya putusannya tidak tepat.
Bukan Pertama Kali
Di awal saya katakan “(Sekali lagi)…”, ya, memang ini bukan putusan yang pertama, sudah ada beberapa putusan sebelumnya yang serupa dengan putusan ini. Setidaknya saya catat sudah ada 4 perkara dimana JPU dalam tuntutannya memasukan pihak yang bukan terdakwa untuk dijatuhi hukuman juga. Menariknya 4 perkara tersebut JPU nya adalah JPU pada KPK. Perkara-perkara tersebut yaitu[1]
- Gunawan Pranoto dan Rinaldi Yusuf (Korupsi Alkes)
- Tingkat Pertama: 30/Pid.B/TPK.2009/PN.JKT.PST
- Banding : 06/Pid/TPI/2010/PT.DKI
- Kasasi : 2127 K/Pid.Sus/2010
- Indra Kusuma (Korupsi Bupati Brebes)
- Tingkat Pertama : 18/Pid.B/TPK.2010/PN.JKT.PST
- Banding dan Kasasi (belum diketahui)
- Jacob Purwono dan Kosasih Abbas (Korupsi ESDM)
- Tingkat Pertama: 59/Pid.B/TPK/2012/PN.Jkt.Pst
- Banding dan Kasasi: (belum diketahui)
- Budi Mulya (Kasus Bank Century)
- Tingkat pertama: 21/PID.SUS/TPK/2014/PN.JKT.PST
- Banding dan Kasasi (Belum diketahui)
Dari keempat perkara di atas, tidak semuanya memang pihak ketiga yang bukan merupakan terdakwa dituntut dengan pembayaran uang pengganti. Dalam perkara Gunawan-Rinaldi dan Jacob-Kosasih tuntutan JPU yang ditujukan kepada pihak yang bukan terdakwa memang bukan Uang Pengganti, entah apa itu, seakan-akan mirip Perampasan Barang, namun bukan juga, karena pidana tambahan Perampasan Barang hanya dapat dijatuhkan atas barang-barang yang telah disita (lihat Pasal 39 Ayat (3) KUHP), sementara jika barang-barang tersebut sebelumnya belum disita maupun tidak dijadikan barang bukti maka tidak dapat dikenakan perampasan barang[2].
Berikut kutipan amar tuntutan JPU pada KPK yang dituntutkan kepada Pihak yang Bukan Terdakwa:
- Memerintahakan perampasan terhadap harta kekayaaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana korupsi untuk dikembalikan ke negara, dengan jumlah keseluruhan sebesar Rp. 50.212.982.509,86 (…) yang berada ditangan:
- Direksi PT. Kimia Farma Trading and Distribution (PT. KFTD) sebesar Rp. 37.279.492.909,- (…)
- Direksi PT. Berca Indonesia sebesar Rp. 5.382.057.629,- (…)
- Direksi PT. Prima Semesta Internusa sebesar Rp. 2.695.275.793,50
- Direksi PT. Penta Valent sebesar Rp. 911.606.178,36 (…)
- Saksi Ateng Hermawan sebesar Rp. 3.944.550.000 (…)
Dalam perkara ini Pengadilan Tipikor kemudian mengabulkan tuntutan JPU KPK tersebut, kacaunya, tidak ada pertimbangan hukum yang diberikan oleh pengadilan terkait amar putusan yang mengabulkan tuntutan JPU KPK tersebut yang menjelaskan mengapa tuntutan yang demikian menurut Majelis dapat dibenarkan. Selain itu pun terdapat perbedaan pihak yang dijatuhkan oleh PN Tipikor, jika dalam tuntutannya JPU KPK menuntut para Direksi (yang tidak disebutkan identitasnya) dari 4 korporasi sebagaimana dikutip di atas untuk dirampas hartanya yang berasal dari korupsi, dalam amar putusannya PN Tipikor tidak lagi menyebutkan kata “Direksi” namun langsung merujuk pada korporasinya, yaitu PT Kimia Farfa Trading and Distribution, PT Berca Indonesia, PT Prima Semesta Internusa, dan PT Penta Valent.
Putusan Pengadilan Tipikor ini kemudian dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta, khusus mengenai point 4 di atas. Dalam pertimbangannya Majelis Hakim Tinggi menyatakan bahwa karena pihak-pihak tersebut merupakan subyek hukum yang berada di luar perkara (bukan terdakwa) maka terhadap mereka tidak dapat dilakukan perampasan. Namun, putusan PT tersebut kemudian dibatalkan oleh MA, khusus mengenai pihak yang bukan perkara tersebut MA menyatakan khusus terhadap PT KFTD dan Ateng Hermawan tetap diperintahkan untuk mengembalikan keuntungan yang telah mereka peroleh. Sayangnya hingga saat ini saya belum memiliki putusan MA tersebut secara lengkap, hanya Petikan Putusannya saja, sehingga belum mengetahui apa pertimbangan MA sehingga menganggap hukuman terhadap pihak ketiga yang bukan subyek tersebut menurut MA dapat dibenarkan.
Sementara itu dalam perkara Jacob-Kosasih berikut amar tuntutan JPU pada KPK:
“6. memerintahkan agar seluruh Panitia dan Panitia Penguji dan Penerima Barang yang telah memperoleh pemberian dari Terdakwa II dan rekanan dalam pelaksanaan pengadaan dan pemasangan SHS TA 2007 dan TA 2008 untuk mengembalikan uang kepada negara dengan perincian sebagai berikut:
- Dothor Panjaitan sebesar Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah);
- …dst” (hal. 5)
“7. Memerintahkan agar seluruh rekanan yang telah diperkaya sehingga mendapat keuntungan yang tidak sah dalam pelaksanaan pengadaan dan pemasangan SHS TA 2007 dan TA 2008 untuk mengembalikan kepada negara, dengan perincian sebagai berikut:
- Adi Sufiadi dan Ir. Emwardy, M. Eng atau PT. Eltran Indonesia sebesar Rp. 5.603.927.459 (lima milar enam ratus tiga juta sembilan ratus dua puluh tujuh juta empat ratus lima puluh sembilan rupiah);
- ..dst” (hal. 5-9)
Dalam perkara Jacob dan Kosasih total nilai uang yang dituntut oleh Penuntut KPK tersebut untuk dikembalikan kepada negara oleh para pihak ketiga tersebut mencapai Rp. 134.028.387.881,00 (seratus tiga puluh empat milyar dua puluh delapan juta tiga ratus delapan puluh tujuh delapan ratus delapan puluh satu rupiah). Sementara tuntutan pembayaran uang penganti yang dituntut kepada para Terdakwa (Jacob dan Kosasih) total sebesar +/-10,5 M. Atau dengan kata lain total tuntutan pengembalian keuntungan yang telah dinikmati oleh para pihak ketiga nilainya lebih dari 10 kali lipat dari tuntutan terhadap para terdakwa itu sendiri.
Yang cukup mengejutkan dalam perkara Jacob dan Kosasih tersebut Pengadilan Tipikor Jakarta akhirnya mengabulkan tuntutan terhadap pihak ketiga tersebut. Atas tuntutan tersebut Majelis memutuskan mengabulkan sebagian besar dari tuntutan JPU. Dari total 59 pihak yang dituntut untuk mengembalikan keuntungan yang telah diperolehnya 39 pihak dalam bentuk korporasi dan 8 pihak perorangan yang diwajikan oleh Majelis Hakim untuk mengembalikan keuntungan tersebut (hal. 882-884) dengan total keuntungan yang harus dikembalikan tersebut sebesar Rp. 68.521.685.578,00 (enam puluh delapan milyar lima ratus dua puluh satu juta enam ratus delapan puluh lima ribu lima ratus tujuh puluh delapan rupiah).
Sementara itu dalam perkara Indra Kusuma maupun Budi Mulya, amar tuntutan JPU KPK secara jelas menyebutkan menuntut pihak ketiga yang bukan sebagai terdakwa untuk dijatuhi pidana tambahan pembayaran uang pengganti. Dalam perkara Indra Kusuma, JPU KPK menuntut 4 orang saksi untuk dijatuhi uang pengganti seperti dikutip dibawah paragraf ini, namun tuntutan tersebut ditolak oleh Majelis Hakim dengan alasan bahwa hukuman pidana tambahan pembayaran uang pengganti hanya dapat dibebankan kepada Terpidana dan tidak bisa dibebankan kepada saksi yang tidak pernah dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan telah dijatuhkan pidana pokok kepadanya.
Kutipan tuntutan JPU KPK dalam perkara Indra Kusuma terhadap 4 orang saksi:
- Menyatakan Hartono Santoso, Dien Noviany Rahmatika, Supriyono, dan Karsono untuk membayar uang pengganti, masing-masing:
- Hartono Santoso, Sebesar Rp 363.580.000 (Tiga milyar tiga ratus..) yang telah dikonpensasikan dengan uang yang telah disita dari yang bersangkutan pada saat Penyidikan KPK sebesar Rp. 3.500.000.000 (Tiga milyar lima ratus…)
- Dien Noviany Rahmatika, sebesar Rp. 4.484.773.333 (Empat milyar empat ratus….) yang telah dikompensasikan dengan uang yang telah disita dari yang bersangkutan pada saat penyidikan sebesar Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah).
- Supriyono, sebesar Rp. 20.000.000(dua puluh juta rupiah) yang telah dikonpensasikan dengan uang yang telah disita dari yan bersangkutan pada saat Penyidikan KPK sebesar Rp. 20.000.000 (Dua puluh juta rupiah).
- Karsono, sebesar Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah) yang telah dikonpensasikan dengan uang yang telah disita dari yang bersangkutan pada saat Penyidikan KPK sebesar Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah)
Sementara itu dalam perkara Budi Mulya KPK menuntut 3 pihak yang bukan sebagai Terdakwa yaitu Helsam Al Warraq, Robert Tantular dan Bank Century untuk membayar uang pengganti sebagaimana saya kutip dibawah paragraf ini. Dalam perkara ini Pengadilan kemudian menolak tuntutan tersebut. Belum jelas apa alasan penolakan tersebut, bisa jadi sama seperti dalam putusan Indra Kusuma di atas bisa jadi karena alasan lain, karena hingga kini saya belum mendapatkan salinan putusan tersebut.
Kutipan tuntutan JPU KPK dalam perkara Budi Mulya:
- Menghukum Helsham al warraq membayar uang penganti sebesar 3.115.890.000.000,- rupiah
- Menghukum robert tantular membayar uang penganti sebesar 2.753.590.000.000,- rupiah
- Menghukum PT Bank Century yang sekarang ini menjadi Bank Mutiara membayar uang penganti sebesar 1.581.275.000.000. Apabila tidak membayar dalam 1 bulan setelah putusan maka harta benda perusahaan disita baik di dalam negeri dan di luar negeri oleh jaksa.
Tuntutan dan Putusan yang Progresif?
Apakah tuntutan dan putusan yang demikian progresif? Menurut saya sih kurang. Kalo mau progresif sekalian saja tidak perlu ada sidang. Langsung saja nyatakan semua pihak tersebut dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman. Itu baru progresif. Hemat biaya dan ga repot bukan?
Tuntutan dan putusan yang demikian cukup progresif kengawurannya. Bagaimana mungkin pihak yang tidak didudukan sebagai terdakwa dapat dijatuhi hukuman??? Ketika seseorang dijatuhi hukuman tanpa didudukan sebagai terdakwa maka tentunya ia tidak punya kesempatan untuk membela diri di hadapan pengadilan, tidak memiliki kesempatan membantah dakwaan JPU, tidak memiliki kesempatan untuk menghadirkan bukti-bukti sebaliknya dari yang dihadirkan oleh JPU. Belum lagi kalau kita berbicara mengenai apa mekanisme dari pihak ketiga tersebut untuk bisa menchallange putusan semacam ini, memangnya ada???
Prinsip fair trial merupakan prinsip yang sangat fundamental dalam peradilan. Ketika prinsip tersebut dilanggar bahkan atas nama pemberantasan korupsi pun, terlebih oleh Mahkamah Agung, maka kita sedang mengubur peradilan, sistem hukum, serta konsep negara hukum itu sendiri.
Sekian, salam ngawur.
[1] Semua putusan dalam 4 perkara ini sayangnya tidak ada dalam website putusan MA, tapi saya memiliki dokumen putusan-putusan tersebut, kecuali putusan Budi Mulya.
[2] Lihat Yurisprudensi MA No. 129 K/Kr/1969 dalam Yurisprudensi Indonesia Tahun 1972.
Mas, apa saya bisa minta putusan MA terkait kasus Indar Atmanto? Mohon bantuannya, untuk bahan studi kasus saya. Terima kasih.
Siang mas, kalau berkenan saya juga mau minta putusan MA yang kasai terakhir No.787 K/PID.SUS/2014 karena waktu saya cari di direktori putusan MA memang tidak ada, karena mau saya pergunakan untuk bahan skripsi, terima kasih 🙂
mbak ernita, kebetulan saya juga belum memperoleh salinan lengkap putusan kasasi tersebut. sebelumnya saya hanya membaca petikan putusannya saja.
info sukses
http://www.grosirbubukcappucino.com
ASSALAMU ALAIKUM
ALHAMDULILLAH HIROBBIL ALAMIN
beliau punya solusi MASALAH HUTANG PIUTANG, BUTUH MODAL USAHA, INGIN MERUBAH NASIB,
BANGKRUT USAHA,DI CACI MAKI,DI HINA,MENYENGSARAKAN/MENZHOLIMI ANDA ,KINI SAATNYA ANDA BANGKIT DARI KETERPURUKAN, AGAR ORANG LAIN TIDAK MENGHINA ANDA,
BELIAU SIAP MEMBANTU ANDA DENGAN…
-JUAL MUSUH
-NIKAH JIN
-DANA GOIB
-UANG BALIK
-UANG MATENG
-MEGGNDKAN UANG
-GENDAM PENAKLUK
-PENGASIHAN
-PELET HITAM
-PELET PUTIH
-SANTET MATI
-ANGKA/SIO JITU
di jamin 100% berhasil
hubungi BELIAU :
KH SA’ID ABDULLAH WAHID
(AHLI ILMU GO’IB)
HP: 082334608008
D/A : BATU AMPAR-GULUK GULUK –
SUMENEP – MADURA
JAWA TIMUR
TERIMA KASIH WASSALAM