Kaki saya terasa seperti ada yang menendang-nendang. Ternyata benar. Iwank senior angkatan FHUI 93 membangunkan saya di ruang senat dengan menendang-nendang kaki saya. Entah sudah jam berapa pagi itu. Saya tak sendirian di ruang senat FHUI, ada beberapa teman yang juga tidur di ruang itu. Kami menginap di kampus setelah malam sebelumnya pulang dari gedung MPR/DPR.
“Udah punya presiden baru loe.” Kalimat yang masih terngiang-ngiang hingga hari ini yang keluar dari mulut Iwank. Dan itu adalah kalimat yang pertama kali terucap dari mulutnya setelah melihat saya terbangun. Atau setidaknya itu kalimat pertama yang saya dengar. Tak ada perasaan gembira, hanya hampa. Entah. Saya langsung menuju ruang Mahalum, tak jauh dari ruang Senat, untuk melihat apa yang terjadi di TV. Soeharto benar-benar mundur, atau lengser ke perabon dalam bahasanya. Hanya sekilas saya melihat tontonan tersebut, selanjutnya kembali hampa.
Sebagian besar teman-teman yang juga selama itu aktif dalam aksi-aksi juga terlihat bingung. Tak ada teriakan-teriakan kegembiraan. Entah. Semua terjadi begitu cepat, Continue reading