Daftar Putusan PK dimana Pemohon PK adalah Jaksa Penuntut Umum

Berikut ini adalah daftar putusan Peninjauan Kembali dimana pemohon PK bukanlah Terpidana namun Jaksa Penuntut Umum.

  1. No. 55 PK/Pid/1996 (Muchtar Pakpahan – Perkara Penghasutan),
  2. No. 03 PK/Pid/2001 (Ram Gulumal – Perkara pemalsuan akte Gandhi Memorial School),
  3. No. 15 PK/Pid/2006 (Soetiyawati – Perkara Perusakan Barang berupa kunci rumah, pintu rumah, kusen dan pintu wc) -> Resume [klik]
  4. No. 84 PK/Pid/2006 (Mulyar bin Sjamsi – Tindak Pidana Kehutanan) -> Resume [klik]
  5. No. 109 PK/Pid/2007 (Polycarpus – Pembunuhan alm. Munir)
  6. No. 07 PK/Pidsus/2009 (Sjahril Sabirin – Korupsi)
  7. No. 12 PK/Pidsus/2009 (Joko S Tjandra – Korupsi),
  8. No. 16 PK/Pid/2010 (Zaki Toya Bawazier – Penipuan/Penggelapan)
  9. No. 41 PK/Pid/2009 (Nyayu Saodah)
  10. No. 56 PK/Pid/2012 (Ennie – Pencurian dalam Keluarga)
  11. 132 PK/Pid/2012 (Vennie Ariane – Surat Palsu)

Dari kedelapan perkara tersebut umumnya permohonan PK yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum dikabulkan. Namun khusus pada putusan No. 84 Continue reading

Putusan Kasasi yang Tidak Mencantumkan Perintah Terdakwa Ditahan/Tetap Dalam Tahanan

Putusan Mahkamah Agung No. 157 PK/Pid.Sus/2011 (Parlin Riduansyah)

Dalam perkara ini terdakwa didakwa melakukan tindak pidana karena melakukan eksploitasi pertambangan di kawasan hutan tanpa ijin menteri. Di tingkat pertama terdakwa dinyatakan tidak terbukti atas seluruh dakwaan Penuntut Umum sehingga diputus bebas. Atas putusan pembebasan tersebut Penuntut Umum kemudian mengajukan kasasi, oleh Mahkamah Agung permohonan kasasi tersebut dikabulkan, putusan PN Banjarmasin tersebut kemudian dibatalkan dan oleh Mahkamah Agung diputus terdakwa terbukti bersalah, dengan amar sebagai berikut:

Putusan Kasasi Nomor 1444 K/Pid.Sus/2010

MENGADILI SENDIRI :

  1. Menyatakan Terdakwa H. PARLIN RIDUANSYAH bin H. MUHAMMAD SYAHDAN, terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana “Melakukan kegiatan eksploitasi dalam kawasan hutan tanpa ijin Menteri” .
  2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa H. PARLIN RIDUANSYAH bin H. MUHAMMAD SYAHDAN dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun penjara ;
  3. Menetapkan masa penahanan yang telah di jalani olehTerdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan ;
  4. Menjatuhkan pidana denda kepada Terdakwa sebesar Rp.1.000 000.000 (satu milyar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurung Continue reading

Peralihan Hak Keperdataan Melalui Putusan Pidana

Putusan Kasasi Nomor 1881 K/Pid/2010 (Sri Handayani)

Perkara ini cukup menarik oleh karena dalam perkara pidana Pengadilan mengalihkan hak keperdataan seseorang kepada orang lain, hal yang umumnya hanya dilakukan dalam peradilan perdata. Selain itu, yang lebih menarik adalah benda yang dialihkan status keperdataannya tersebut sedang dijaminkan.

Perkara ini berawal dari perjanjian jual beli mobil honda Jazz seharga Rp 100 juta antara Terdakwa, seorang Dosen STIA-LAN, yang bekerjasama dengan Michael Tjandrajaya (dalam berkas terpisah) dengan korban pada akhir tahun 2007. Setelah Korban melunasi pembayaran ternyata Terdakwa tidak kunjung menyerahkan mobil yang dijanjikan. Pada pertengahan 2008 karena mobil yang dijanjikan tidak kunjung dikirim Korban kemudian meminta Terdakwa mengembalikan seluruh uang yang telah dibayarkannya, Terdakwa kemudian menyerahkan selembar cek senilai Rp 100 juta, akan tetapi ketika dicairkan ternyata tidak ada isinya (kosong). Pada akhir 2008 Korban kembali menagih janji Continue reading

Pemungutan Parkir Liar Sebagai Korupsi

Nomor 2498 K/Pid.Sus/2010 (Muhammad Zainal Abidin)

Dalam perkara ini Terdakwa didakwa melakukan tindak pidana korupsi atas perbuatannya melakukan pemungutan parkir tanpa izin di RSUD Kota Cilegon pada tahun 2007 s/d 2009. Perbuatan tersebut berawal dari dilakukannya kerjasama antara Terdakwa selaku Direktur CV Rawi Jaya Abadi dengan Koperasi Medika Mandiri untuk mengelola parkir di RSUD Kota Cilegon. Dari kesepakatan antara CV RJA dan Koperasi MM disepakati pengelolaan parkir di RSUD Kota Cilegon dilakukan oleh CV RJA dengan kesepakatan bahwa CV RJA akan menyetorkan hasil pungut parkir sebesar Rp 3 juta per bulannya kepada Koperasi MM.

Dalam melakukan usaha perparkiran tersebut CV RJA menetapkan tarif dua kali lipat dari yang ditetapkan oleh Pemda Cilegon. Selain itu CV RJA juga tidak mendapatkan izin dari Walikota Cilegon. Akan tetapi walaupun tidak pernah mendapatkan izin pengelolaan parkir CV RJA menyetorkan retribusi kepada Dinas Perhubungan Kota Cilegon Rp 500 ribu setiap bulannya selama 11 bulan, yaitu sejak bulan April 2007 s/d februari 2008, setoran tersebut dilakukan agar seolah-olah pengelolaan parkir yang dilaksanakan CV RJA sah. Setoran retribusi tersebut Continue reading

Penghinaan Terhadap Badan Hukum (2) – PT Duta Pertiwi

Putusan MA No. 183 K/Pid/2010 (Fifi Tanang)

Perkara ini merupakan perkara penghinaan terhadap suatu badan hukum, yaitu suatu perusahaan.

Perkara ini berawal dari kekecewaan Terdakwa yang merupakan pemilik kios di ITC Mangga Dua terhadap PT Duta Pertiwi yang merupakan pengelola ITC Mangga Dua. Kekecewaan tersebut terjadi karena Terdakwa yang telah membeli kios tersebut dari PT Duta Pertiwi sejak tahun 1999 ternyata bagunan ITC Mangga Dua beralaskan hak HGB di atas HPL milik Pemda, sehingga Terdakwa dan seluruh pemilik kios ITC Mangga Dua harus mengeluarkan biaya tambahan untuk memperpanjang HGB bangunan tersebut.

Mengetahui bahwa ternyata alas hak ITC Mangga Dua merupakan HGB di atas HPL Pemda DKI, sementara dalam sertifikat hanya tertulis HGB Terdakwa melaporkan pihak PT Duta Pertiwi atas penipuan dan pemalsuan surat ke Polda Metro Jaya. Setelah dilakukan penyidikan singkat cerita pihak Polda Metro Jaya menghentikan penyidikan tersebut karena dianggap bukan tindak pidana. Kecewa atas hasil penyidikan tersebut, Terdakwa kemudian menuliskan Opini di harian Investor Daily Continue reading

Pengurangan Ancaman Pidana Minimum dalam Pengadilan Anak sebagai Yurisprudensi?

Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak mengatur bahwa ancaman hukuman maksimum yang dapat dijatuhkan kepada terpidana anak adalah ½ dari ancaman maksimum dari ketentuan pidana yang akan dikenakan (Pasal 26 ayat (1), 27, dan 28 ayat (1)). Undang-undang yang hingga kini masih berlaku tersebut belum mengatur bagaimana dengan ancaman minimum yang saat ini banyak diatur dalam undang-undang yang memuat ketentuan pidana. Belum diaturnya ketentuantuan mengenai bagaimana penerapan ketentuan pidana minimum dalam UU ini dapat dipahami, mengingat pada saat itu memang belum ada ketentuan pidana yang memuat ancaman pidana minimum. UU yang memuat ancaman pidana minimum sendiri baru lahir pada tahun yang sama dengan lahirnya UU Pengadilan Anak itu sendiri, yaitu tahun 1997, tepatnya UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, UU yang lahir 2 bulan setelah UU Pengadilan Anak. [1]

Kini lebih dari 15 tahun sejak UU Pengadilan Anak tersebut disahkan telah banyak undang-undang yang memuat ketentuan ancaman pidana minimum yang harus dijatuhkan pengadilan apabila dinyatakan terdakwa terbukti bersalah atas dakwaan penuntut umum. Setidaknya terdapat 52 UU sejak tahun 1997 (daftar UU lihat lampiran). Dari 52 UU tersebut memang tidak seluruhnya merupakan delik-delik yang mungkin dilakukan oleh anak. Tindak pidana yang diatur di UU 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat misalnya, tentu hampir tidak mungkin dilakukan oleh Anak dibawah umur. Delik-delik yang memuat ancaman pidana minimum yang mungkin dilakukan oleh anak misalnya narkotika, pornografi, tindak pidana yang diatur dalam UU ITE, kejahatan dalam UU Perlindungan Anak dan beberapa tindak pidana lainnya. Akan tetapi terlepas dari jenis delik apa yang mungkin dilakukan oleh anak dibawah umur pertanyaan mengenai bagaimana pemberlakuan ancaman pidana minimum bagi anak tetaplah penting untuk dijawab. 

Atas kekosongan hukum ini Mahkamah Agung telah beberapa kali memutus bahwa ancaman pidana minimum bagi terdakwa anak dikurangi ½ dari ancaman minimum yang Continue reading

Tenggat Waktu Permohonan Kasasi Atas Penetapan yang Bersifat Voluntair

Putusan MA No. 1124 K/Pdt/2009 (Mutamin Sunoto cs vs M Soedjino cs)

Ringkasan Pokok Perkara:
Perkara ini merupakan kasasi atas Penetapan Pengadilan Negeri yang menetapkan Para Pemohon sebagai pengurus Yayasan Pembina Universitas Nasional 17 Agustus 1945 Semarang yang telah berubah namanya menjadi Yayasan Pendidikan 17 Agustus 1945 Semarang.

Sebelumnya Para Pemohon mengajukan permohonan agar Pengadilan Negeri menetapkan mereka sebagai anggota Dewan Pengurus yayasan tersebut. Oleh Pengadilan Negeri Semarang permohonan tersebut dikabulkan dan PN Semarang mengeluarkan Penetapan pada 12 Nopember 2004. Namun empat tahun kemudian, tepatnya 16 Februari 2009 terdapat pihak lain yang mengklaim bahwa para Pemohon asal (Pemohon atas Penetapan PN) tidak sah, dan mengajukan permohonan kasasi untuk membatalkan Penetapan PN Semarang tersebut.

Atas permohonan kasasi tersebut walaupun permohonan tersebut diajukan terhadap Penetapan yang ditetapkan lebih dari 14 hari Mahkamah Agung tetap Continue reading

Kompentensi Relatif Pengadilan Negeri dalam Perlawanan Atas Sita Jaminan

Putusan MA No. 336 K/Pdt/2007 (PT Sri Ratu vs Made Widiana)

Ringkasan Perkara:

Perkara ini merupakan perkara perlawananan atas penetapan Sita Jaminan. Dalam putusan yang akan dieksekusi tersebut yang menjadi pihak adalah Terlawan (Made Widiana) dan Turut Terlawan I (PT. Sri Tanaya). Perkara tersebut diadili di PN Tegal. Dalam putusan tersebut terdapat beberapa tanah yang akan di kenakan sita jaminan dimana salah satu aset tersebut terletak di wilayah yang merupakan kewenangan PN Purwokerto. Untuk menjalankan eksekusi tersebut PN Tegal meminta bantuan PN Purwokerto untuk melaksanakan Sita Jaminan atas tanah yang ada diwilayahnya tersebut. Saat akan dilakukan eksekusi Pelawan mengajukan perlawanan ke PN Tegal oleh karena menurutnya tanah yang akan dieksekusi adalah tanah miliknya dan tidak terkait dengan perkara antara Made Widiana dengan PT. Sri Tanaya Megatama.

Di tingkat pertama PN Tegal mengabulkan perlawanan Pelawan, dan memutuskan membatalkan Sita Jaminan tersebut. Putusan PN Tegal ini dibatalkan oleh PT Continue reading

Unsur Memiliki atau Menguasasi Dalam Perkara Narkotika

Putusan MA No. 1386 K/Pid.Sus/2011 (Sidiq Yudhi Arianto)

Sudah menjadi rahasia umum bahwa tak jarang terjadi penyalahgunaan wewenang dalam upaya pemberantasan narkotika. Salah satu bentuk penyalahgunaan wewenang tersebut yaitu dengan menjerat pengguna narkoba dengan ketentuan yang jauh lebih berat, yaitu pasal 112 UU 35 Tahun 2009 (memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan narkotika golongan I secara melawan hukum)  yang diancam dengan ancaman hukuman penjara minimal 4 tahun, maksimal 12 tahun, DAN denda minimal Rp 800 juta, maksimal Rp 8 milyar. Padahal untuk pengguna (penyalahguna) narkotika untuk penggunaan narkotika golongan I ancaman maksimumnya hanya 4 tahun tanpa denda. Penyalahgunaan wewenang juga umumnya terjadi sebaliknya, yaitu pengedar dikenakan pasal pengguna. Dalam kasus ini tampaknya pengadilan mencium dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk yang pertama, yaitu seorang pengguna didakwa dengan pasal 112.

Kasus ini berawal dari secara tiba-tiba terdakwa ditangkap oleh beberapa orang polisi setelah sebelumnya terdakwa membeli 0,2 gram shabu-shabu dari seorang bandar. Dalam dakwaan tidak dijelaskan bagaimana pihak kepolisian tersebut bisa mengetahui bahwa terdakwa sebelumnya telah membeli shabu-shabu tersebut, penuntut umum hanya menjelaskan saat digeledah di saku kirinya ditemukan 1 paket shabu-shabu seberat 0,2 gram. Continue reading

Perubahan Data Gender Karena Faktor Biologis Bukan Merupakan Tindak Pidana

Putusan No. 704 K/Pid/2011 (Alterina Hofan)

Dalam perkara ini Terdakwa Alterina Hofan didakwa memberikan keterangan palsu dalam merubah data kependudukannya terkait jenis kelamin Terdakwa yang semula Perempuan menjadi Laki-Laki. Perubahan status jenis kelamin tersebut dilakukan agar Terdakwa dapat melangsungkan perkawinan dengan seorang perempuan.

Sebelum mengajukan perubahan status jenis kelamin tersebut pada tahun 2006 Terdakwa sebelumnya telah melakukan operasi kelamin dari perempuan menjadi laki-laki. Operasi tersebut dilakukan oleh karena terjadi kelainan dalam jenis kelamin terdakwa yang disebut sebagai Sindroma Klinefetser, dimana walaupun terdakwa dilahirkan sebagai perempuan namun terjadi perubahan hormonal setelah dewasa dari semula perempuan menjadi laki-laki. Selain itu juga alat kelamin Terdakwa tidak sempurna dimana terdakwa tidak memiliki lubang vagina dan pada alat kelamin Terdakwa juga tumbuh penis.

Setelah operasi dilakukan Terdakwa mengajukan permohonan perubahan status jenis kelamin yang ada di Kartu Keluarga dan KTP-nya di Kelurahan Pondok Pinang Jakarta Selatan, dengan alasan terjadi kesalahan pengisian data sebelumnya. Oleh Kelurahan permohonan tersebut dikabulkan mengingat secara fisik Terdakwa memang terlihat seperti laki-laki. Selanjutnya Terdakwa juga mengajukan permohonan perubahan Akta Kelahiran kepada Pengadilan Negeri Jayapura wilayah dimana akta kelahiran tersebut diterbitkan.

Continue reading