Setelah Kebakaran

Kebakaran di sebuah rutan, 40an orang tewas. Sungguh sebuah tragedi. Menteri Hukum dan HAM menyajikan fakta tentang kondisi rutan tersebut yang sudah tidak mencengangkan lagi yang menjadi salah satu penyebab -apakah penyebab kebakarannya atau mengapa bisa sedemikian banyak korban yang jatuh: rutan tersebut sebelumnya telah overcrowding. Rutan yang didesain hanya untuk 600an orang faktanya diisi 2400an orang. 400an%.

Ya, overcrowding di rutan dan lapas kita bukan berita baru. Data-datanya pun bisa kita lihat secara mudah melalui situs Ditjen PAS. Seberapa besar tingkat overcrowdingnya, dimana-mana saja rutan atau lapas yang overcrowdingnya sudah kebangetan, apakah rutan Tangerang yang kemarin kebakaran itu yang tingkat overcrowdingnya sudah 400an% itu adalah yang tertinggi atau ada lain lagi yang lebih tinggi, bisa dengan mudah dilihat di situs tersebut.

Bukan, saya bukan sedang mengapresiasi upaya transparansi informasi yang dilakukan Kemenkum HAM wabilkhusus Ditjen PAS. Yang ingin saya katakan adalah, overcrowding bukan isu baru. Di sini lah permasalahan yang ingin saya angkat. Bukan isu baru. Artinya, permasalahan ini sudah cukup lama. Setidaknya sejak awal dekade yang lalu overcrowding sudah terlihat dan menjadi sorotan baik publik maupun pemerintah itu sendiri. Ekses yang ditimbulkan dari overcrowding ini, baik dalam bentuk kebakaran seperti saat ini, kerusuhan dsb sudah sering terjadi. Pertanyaannya, mengapa masalah ini seakan tidak pernah terselesaikan? Apa yang salah?

Continue reading

Common Sense di Negeri Uncommon Law

Sebuah cerita tentang putusan penghinaan

“Innalilahi wainailaihi rojiun. Dapat kabar berita duka matinya akal sehat dalam jajaran pimpinan FT Unsyiah saat tes PNS kemarin. Bukti determinisme teknik itu sangat mudah dikorup?”

Apa yang salah dengan 3 potong kalimat ini? Lebih jauh lagi, apakah layak 3 kalimat ini dinyatakan sebagai sebuah kejahatan dan yang menuliskannya dipenjara 3 bulan ditambah lagi dengan denda Rp. 10 juta?

3 potong kalimat pendek ini adalah kalimat-kalimat yang disampaikan seorang dosen dari suatu universitas negeri dalam sebuah whatsapp group yang berisi civitas akademika dari universitas negeri tersebut. 3 potong kalimat ini membuat sang dosen dihukum sebagaimana di atas. 3 bulan penjara dan denda 10 juta rupiah.

Continue reading

Cerita Lama Yang (Sayangnya) Tidak Basi-Basi

Seorang teman yang berprofesi sebagai advokat bercerita tentang kejadian yang baru ia alami. Ia diminta untuk membayar 50 juta rupiah jika perkaranya ingin dilimpahkan ke tahap penuntutan. Kliennya adalah pihak korban dari suatu penipuan. Dalam kasus ini teman saya adalah kuasa hukum dari pihak korban yang ingin agar pelaku segera diproses di pengadilan. Proses penyidikan sebenarnya sudah selesai, namun berkas perkara tak kunjung dilimpahkan juga oleh sang penyidik. Berbagai alasan diungkapkan, tapi pada intinya hanya ingin ‘uang pelicin’.

Ia bertanya kepada saya, apa yang harus ia lakukan. Ia tidak mau memenuhi keinginan sang penyidik tersebut. Karena idealisme dan juga karena kasihan dengan kliennya. Sudah menjadi korban kejahatan, harus mengeluarkan biaya untuk advokat, kini harus membayar “biaya penyidikan” yang seharusnya, di atas kertas-kertas Lembaran Negara, tidak dipungut biaya. Kliennya pun juga bukan orang yang berada-berada amat. Kelas menengah yang pas-pasan yang kalau tidak terpaksa tidak akan mau berurusan dengan masalah hukum. Masalah yang di mata sebagian besar orang adalah masalah yang gelap, penuh ketidakpastian. Istilah jaman dulunya, kalau lapor kehilangan kambing malah akan nambah hilang motor.

Continue reading

Keterangan Ahli Hukum Sebagai Alat Bukti?

Melanjutkan diskusi tentang (Saksi) Ahli di Hukumonline beberapa hari lalu (klik Ahli Hukum Tak Perlu Lagi Dihadirkan di Sidang) salah satu isu yang didiskusikan dalam diskusi tersebut adalah tentang layak atau tidaknya Ahli Hukum dihadirkan dalam persidangan untuk didengarkan keterangannya sebagai Ahli. Isu ini memang kerap menjadi polemik dilakangan ahli hukum atau pemerhati hukum itu sendiri. Sebagian pihak menilai tidak lah tepat jika ahli hukum menjadi ahli dalam persidangan karena prinsip ius curia novit (hakim harus dipandang tahu hukum), namun sebagian pihak berpendapat masih bisa dengan pandangan bahwa faktanya tidak semua hakim (ternyata) tahu hukum, atau setidaknya perkembangan hukum baru.

Setidaknya 10-15 tahun terakhir memang muncul fenomena yang cukup masif dimana hampir di semua kasus-kasus besar, khususnya korupsi dalam persidangan selalu hadir Ahli Hukum untuk didengar keterangannya sebagai alat bukti keterangan Ahli. Fenomena ini kemudian melahirkan sindiran kepada para ahli tersebut dengan munculnya istilah “Ahli Bersaksi”, entah artinya keahliannya bersaksi atau apa, yang jelas istilah tersebut berkonotasi negatif. Menjadi ‘ahli’ dalam persidangan kini memang seakan sudah menjadi suatu profesi baru bagi kalangan akademisi hukum, mungkin karena honornya lumayan (besar).

Tepat kah ahli hukum didengar keterangannya sebagai ahli dalam persidangan? Menurut saya tidak. Mengapa?

Fungsi pembuktian adalah untuk membuktikan segala tuduhan perbuatan yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum dilakukan oleh Terdakwa, serta peristiwa-peristiwa lainnya yang relevan dengannya. Dalam setiap perkara yang pertama kali Continue reading

Ruwet

“Izin Sadap Lemahkan KPK” begitu headline Kompas rabu 20 Maret 2013 yang lalu. Berita ini muncul terkait pengaturan mengenai penyadapan dalam RUU KUHAP yang sudah diserahkan ke DPR oleh Presiden untuk dilakukan pembahasan.

Isu perlu tidaknya penyadapan yang dilakukan oleh KPK mendapatkan izin terlebih dahulu dari pengadilan memang selalu menjadi isu yang sensitif. Pelemahan KPK. Begitu kira-kira dugaan masyarakat pada umumnya. “Izin Pengadilan hanya memperlambat upaya pemberantasan korupsi”, suara lainnya, “Mafia peradilan masih banyak, nanti rencana penyadapan akan bisa bocor”, “Pasal izin pengadilan untuk penyadapan ini adalah pasal titipan koruptor!”. dan masih banyak lagi contoh-contoh dugaan masyarakat mengenai isu ini.

Apakah penyadapan harus mendapatkan izin dari pengadilan terlebih dahulu? Suatu pertanyaan yang sudah agak malas untuk saya jawab. Karena dari bagaimana polemik atas isu perlu tidaknya izin penyadapan ini berkembang ada hal yang menurut saya lebih mendasar yang perlu kita cermati. Yaitu bagaimana Continue reading

Program Penghijauan Terus Berlanjut!

Program Penghijauan Kota Jakarta tampaknya semakin gencar dilakukan oleh Pemda DKI. Terbukti, setelah penanaman pertama pohon di tengah Jl. Sudirman yang lalu (baca: Let’s Go Green or You Will Nyemplung Got!) Pemda kembali menanam beberapa pohon di jalan yang sama.

Dalam pantauan saya terdapat 3 titik penanaman pohon baru, 1 titik di jalan sudirman depan SCBD dan dua titik lainnya di seberangnya, dekat lokasi sebelumnya. Untuk menambah keindahan kota, pohon yang ditanam di depan SCBD tidak ditanam dijalan namun menggunakan pot, mungkin agar terkesan lebih hommy. Belum diketahui apa merek pot tersebut. Tidak penting juga sih.

Hingga saat ini belum diketahui juga jenis pohon apa yang ditanam oleh Pemda, Continue reading

Let’s Go Green or You Will Nyemplung Got!

Memang menakjubkan program-program yang dilaksanakan oleh Pemda DKI dibawah kepemimpinan bang Foke ini untuk menciptakan kota Jakarta yang lebih nyaman dan aman. Setelah melaksanakan program pembangunan Bike Lane Ad Hoc di Jl. Sudirman, kini Pemda DKI sedang giat-giatnya melakukan program penghijauan di Jl. Sudirman.

Program penghijauan di Jl. Sudirman? Bukan kah Jl. Sudirman sudah cukup rindang? Entah lah. Tapi seperti itu lah kiranya adanya. Program penghijauan ini sepertinya baru dimulai beberapa hari ini, dimulai dengan menanam 1 buah pohon di depan pintu Stadion Gelora Bung Karno Senayan yang tepat dipinggir jalur lambat Jl. Sudirman. Mungkin dalam beberapa hari atau minggu ke depan Pemda DKI akan menambah jumlah pohon tersebut.

Semangat Pemda DKI sepertinya sangat tinggi dalam menjalankan program ini, mungkin terpengaruh kampanye pemanasan global yang semakin gencar beberapa tahun terakhir ini. Hal ini terbukti dari bagaimana Pemda DKI menempatkan pohon tersebut. Oleh karena keterbatasan lahan di Jakarta yang memang sudah semakin Continue reading

Bike Lane Ad Hoc di Jl. Sudirman

Di sepanjang Jl. Sudirman saat ini sudah dibangun Bike Lane atau Jalur Sepeda. Horeeee! Sebagai Pegowes yang setiap hari melewati Jl. Sudirman Bike Lane ini cukup membantu. Memang kapan Pemda DKI membangun Bike Lane di Jl. Sudirman, bukan kah sejauh ini baru ada di daerah Jl. Barito-Melawai yang sejauh ini bermanfaat sebagai tempat parkir Bajaj?

Pembangunan Bike Lane di Jl. Sudirman dimulai pada akhir tahun 2011 yang lalu, tepatnya saat dilakukan penggalian gorong-gorong yang sempat mengakibatkan macet yang luar biasa pada saat itu. Setelah proyek penggalian selesai kemudian dibuatlah lubang-lubang air dari besi agar air hujan yang numpang lewat di Jl. Continue reading

Rasminah dan Kasasi Demi Kepentingan Hukum

Beberapa hari yang lalu masyarakat kembali dikejutkan oleh sebuah kasus, kasus Pencurian Piring dan Sop Buntut, setelah beberapa minggu sebelumnya dikejutkan oleh kasus pencurian sandal jepit. Kasus Pencurian Piring dengan terdakwa seorang pembantu rumah tangga bernama Rasminah ini sebenarnya sudah menjadi bahan perbincangan di akhir tahun 2010 lalu namun kasus ini mencuat kembali setelah Mahkamah Agung akhirnya memutus Rasminah terbukti bersalah dan menjatuhkan hukuman penjara selama 130 hari (4 bulan 10 hari). (link putusan bisa diunduh di sini)

Dalam kasus ini Rasminah di tingkat pertama diputus bebas oleh Pengadilan Negeri  Tangerang, namun Penuntut Umum pada Kejari Tangerang kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Di tingkat Kasasi putusan tidak bulat, seorang hakim agung yang juga duduk sebagai ketua majelis dalam perkara tersebut, Artidjo Alkotsar memiliki pendapat yang berbeda dengan pendapat dua hakim anggota lainnya (dissenting). Artidjo berpendapat bahwa Penuntut Umum tidak dapat membuktikan bahwa putusan bebas PN Tangerang tersebut merupakan putusan bebas tidak murni, sehingga menurutnya seharunya permohonan kasasi Penuntut Umum tidak dapat diterima.

Setelah MA memutus dan mengabulkan kasasi Penuntut Umum hebohlah kasus ini. Cercaan demi cercaan ditujukan ke Mahkamah Agung. Bahkan seorang anggota Komisi III DPR dengan bodohnya menyatakan akan mengusulkan Komisi III untuk membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk menganalisa putusan-putusan MA[i].

Kelalaian Berjamaah

Mengapa kasus seperti ini muncul, apa yang salah? Tentunya saya tidak ingin mencoba menganalisa mengapa Rasminah mencuri, atau apakah benar ia mencuri. Bagi saya ini masalah lain yang bukan menjadi porsi saya. Saya hanya akan Continue reading

Sedikit Catatan Atas Pendirian Partai Politik

(Lanjutan tulisan Suatu Pemikiran Tentang Partai Politik Lokal)

Pagi ini saya saya menonton Apa Kabar Indonesia Pagi di TVOne dengan topik seputar biaya kunjungan kerja DPR. Narasumber di acara tersebut anggota DPR dari fraksi PDIP, Trimedya Panjaitan dan salah seorang aktivis Fitra (Forum Transparansi Anggaran).

Pembawa acara memulai dengan menceritakan adanya kenaikan anggaran bagi DPR untuk melakukan kunjungan-kunjungan kerja baik di dalam negeri maupun ke luar negeri. Menanggapi hal itu Trimedya menyatakan bahwa khususnya untuk anggaran kunjungan kerja di dalam negeri (reses) walaupun sudah naik namun banyak anggota DPR yang merasa masih kurang. Hal tersebut dikarenakan masing-masing anggota merasa harus memiliki kantor perwakilan (rumah aspirasi) di masing-masing Daerah Pemilihannya (Dapil), sementara itu biaya untuk memelihara kantor perwakilan tersebut tentunya tidak sedikit, untuk menyewa kantor, menggaji staf dll. Dan anggaran kunjungan kerja (reses) yang ada tidak memadai untuk membiayai itu semua. Continue reading