Inkonsistensi Mahkamah Agung dalam Perkara Narkotika

Dua perkara di bawah ini memperlihatkan adanya inkonsistensi Mahkamah Agung dalam perkara narkotika. Kedua perkara ini memiliki pertanyaan hukum yang sama, yaitu jika judex facti menilai bahwa terdakwa seharusnya dihukum sebagai penyalahguna narkotika sementara pasal penyalahguna (127 UU Narkotika) tidak didakwakan, apakah judex facti diperbolehkan menghukum terdakwa dengan pasal penyalahguna tersebut? Pertanyaan kunci ini ternyata dijawab oleh Mahkamah Agung secara tidak konsisten, oleh karena dalam perkara pertama MA menyatakan tidak boleh, sementara dalam perkara kedua diperbolehkan.

Dari kedua perkara ini yang menarik, terdapat hakim agung yang sama, yaitu Prof. Komariah Emong Sapardjaja yang duduk sebagai ketua majelis di kedua perkara tersebut, namun walaupun terdapat perbedaan pertimbangan yang bertolak belakang, tidak terdapat pendapat hukum yang berbeda (dissenting opinion) dalam kedua putusan ini. Kedua perkara ini juga diputus dalam waktu yang relatif berdekatan, perkara kedua Terdakwa ini diputus 11 januari 2012 sementara perkara Akhmad Marzuki diputus pada tanggal 27 Februari 2012. Selain itu kedua perkara ini juga terjadi di wilayah Pengadilan Tinggi yang sama, yaitu Pengadilan Tinggi Surabaya.

Berikut ini resume kedua putusan perkara tersebut:

Continue reading

Ultra Legalisme Prof. Yusril Ihza Mahendra

Beberapa waktu belakangan ini kita dihebohkan dengan penolakan eksekusi putusan pidana dalam perkara tindak pidana kehutanan dengan terpidana Parlin Riduansyah, Direktur PT Satui Bara Tama. Penolakan tersebut ‘didorong’ oleh Advokat Terpidana dengan alasan yang sangat sepele, Terpidana dan Advokatnya, yaitu Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra menganggap putusan tidak dapat dieksekusi oleh karena putusannya batal demi hukum. Tak hanya itu, Terpidana dan Advokatnya tersebut juga kemudian melaporkan Jaksa Eksekutor ke Kepolisian dengan alasan perampasan kemerdekaan karena melakukan ekseksusi secara melawan hukum (Hukumonline.com : Buntut Dari Laporan Yusril).

Apa sebab Terpidana dan Advokatnya menganggap putusannya batal demi hukum? Apa alasan selengkapnya, dapat dibaca di sini. Pada intinya Prof Yusril berpandangan bahwa putusan kliennya tersebut batal demi hukum oleh karena tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 197 ayat (1) huruf K KUHAP (UU No. 8 Tahun 1981). Dalam Pasal 197 (1) huruf k KUHAP tersebut memang dipersyaratkan bahwa setiap putusan pidana harus memuat beberapa hal dimana salah satunya adalah perintah agar terdakwa diatahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan, dan ayat 2 pasal 197 tersebut menyatakan bahwa tidak Continue reading

Daftar Putusan PK dimana Pemohon PK adalah Jaksa Penuntut Umum

Berikut ini adalah daftar putusan Peninjauan Kembali dimana pemohon PK bukanlah Terpidana namun Jaksa Penuntut Umum.

  1. No. 55 PK/Pid/1996 (Muchtar Pakpahan – Perkara Penghasutan),
  2. No. 03 PK/Pid/2001 (Ram Gulumal – Perkara pemalsuan akte Gandhi Memorial School),
  3. No. 15 PK/Pid/2006 (Soetiyawati – Perkara Perusakan Barang berupa kunci rumah, pintu rumah, kusen dan pintu wc) -> Resume [klik]
  4. No. 84 PK/Pid/2006 (Mulyar bin Sjamsi – Tindak Pidana Kehutanan) -> Resume [klik]
  5. No. 109 PK/Pid/2007 (Polycarpus – Pembunuhan alm. Munir)
  6. No. 07 PK/Pidsus/2009 (Sjahril Sabirin – Korupsi)
  7. No. 12 PK/Pidsus/2009 (Joko S Tjandra – Korupsi),
  8. No. 16 PK/Pid/2010 (Zaki Toya Bawazier – Penipuan/Penggelapan)
  9. No. 41 PK/Pid/2009 (Nyayu Saodah)
  10. No. 56 PK/Pid/2012 (Ennie – Pencurian dalam Keluarga)
  11. 132 PK/Pid/2012 (Vennie Ariane – Surat Palsu)

Dari kedelapan perkara tersebut umumnya permohonan PK yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum dikabulkan. Namun khusus pada putusan No. 84 Continue reading

Putusan Kasasi yang Tidak Mencantumkan Perintah Terdakwa Ditahan/Tetap Dalam Tahanan

Putusan Mahkamah Agung No. 157 PK/Pid.Sus/2011 (Parlin Riduansyah)

Dalam perkara ini terdakwa didakwa melakukan tindak pidana karena melakukan eksploitasi pertambangan di kawasan hutan tanpa ijin menteri. Di tingkat pertama terdakwa dinyatakan tidak terbukti atas seluruh dakwaan Penuntut Umum sehingga diputus bebas. Atas putusan pembebasan tersebut Penuntut Umum kemudian mengajukan kasasi, oleh Mahkamah Agung permohonan kasasi tersebut dikabulkan, putusan PN Banjarmasin tersebut kemudian dibatalkan dan oleh Mahkamah Agung diputus terdakwa terbukti bersalah, dengan amar sebagai berikut:

Putusan Kasasi Nomor 1444 K/Pid.Sus/2010

MENGADILI SENDIRI :

  1. Menyatakan Terdakwa H. PARLIN RIDUANSYAH bin H. MUHAMMAD SYAHDAN, terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana “Melakukan kegiatan eksploitasi dalam kawasan hutan tanpa ijin Menteri” .
  2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa H. PARLIN RIDUANSYAH bin H. MUHAMMAD SYAHDAN dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun penjara ;
  3. Menetapkan masa penahanan yang telah di jalani olehTerdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan ;
  4. Menjatuhkan pidana denda kepada Terdakwa sebesar Rp.1.000 000.000 (satu milyar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurung Continue reading

Peralihan Hak Keperdataan Melalui Putusan Pidana

Putusan Kasasi Nomor 1881 K/Pid/2010 (Sri Handayani)

Perkara ini cukup menarik oleh karena dalam perkara pidana Pengadilan mengalihkan hak keperdataan seseorang kepada orang lain, hal yang umumnya hanya dilakukan dalam peradilan perdata. Selain itu, yang lebih menarik adalah benda yang dialihkan status keperdataannya tersebut sedang dijaminkan.

Perkara ini berawal dari perjanjian jual beli mobil honda Jazz seharga Rp 100 juta antara Terdakwa, seorang Dosen STIA-LAN, yang bekerjasama dengan Michael Tjandrajaya (dalam berkas terpisah) dengan korban pada akhir tahun 2007. Setelah Korban melunasi pembayaran ternyata Terdakwa tidak kunjung menyerahkan mobil yang dijanjikan. Pada pertengahan 2008 karena mobil yang dijanjikan tidak kunjung dikirim Korban kemudian meminta Terdakwa mengembalikan seluruh uang yang telah dibayarkannya, Terdakwa kemudian menyerahkan selembar cek senilai Rp 100 juta, akan tetapi ketika dicairkan ternyata tidak ada isinya (kosong). Pada akhir 2008 Korban kembali menagih janji Continue reading

Pengadilan Tidak Berwenang Mengubah / Membaca Dakwaan Subsidaritas menjadi Dakwaan Alternatif

Putusan No. 331 K/Pid.Sus/2011 (Helyadi Yusrif)

Resume Putusan:

Terdakwa adalah pegawai PT Pos di Kalimantan Timur. Terdakwa didakwa melakukan tindak pidana korupsi yaitu saat menjabat sebagai petugas loket PT Pos tersebut mengambil uang yang dikelola oleh PT Pos, yaitu uang yang dititipkan oleh Pemerintah dalam penyaluran dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah), uang pembayaran angsuran milik pihak ketiga yang dikelola oleh PT Pos dengan total kerugian sekitar 78 juta rupiah. Dalam perkara ini Penuntut Umum mendakwa terdakwa dalam dakwaan subsidiaritas, yaitu pasal 2 ayat (1) UU 31/1999 jo. UU No. 20/2001 sebagai dakwaan primair, pasal 3 UU 31/1999 jo. 20/2001 dalam dakwaan subsidair, dan pasal 8 8 UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001 dalam dakwaan lebih subsidair. Walaupun disusun secara subsidair namun uraian dakwaan ketiga dakwaan tersebut pada dasarnya sama persis.

Dalam tuntutannya Penuntut Umum menuntut terdakwa terbukti atas dakwaan subsidair, dengan tuntutan hukuman penjara selama 3 tahun 6 bulan, denda Rp. 50 juta, dan uang pengganti sebesar Rp. 78 juta lebih. Di tingkat pertama Pengadilan Negeri memutuskan terdakwa terbukti atas dakwaan subsidair dan menghukum terdakwa dengan hukuman penjara selama 2 tahun 6 bulan, denda Rp. 50 juta dan pembayaran uang pengganti sebesar Rp. 78 juta lebih. Di tingkat banding putusan tersebut dikuatkan dengan menurunkan pidana penjara menjadi 2 tahun dan pidana penjara pengganti uang pengganti.

Atas putusan Banding tersebut baik terdakwa maupun Penuntut Umum mengajukan Kasasi. Alasan kasasi Terdakwa pada pokoknya menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti. Sementara itu alasan Penuntut Umum yaitu Penuntut Umum berpendapat bahwa Judex Facti salah dalam menerapkan hukuman karena Continue reading

Terdakwa yang Tidak Didampingi oleh Penasehat Hukum bisa Dibebaskan dan Dugaan Penyiksaan merupakan Beban Pembuktian dari JPU, bukan Terdakwa

Putusan MA No. 2588 K/Pid.Sus/2010 (Frengki Cs)

Resume Putusan:

Terdakwa Frengki dan Terdakwa Yusli dalam perkara ini didakwa dengan dakwaan sengaja membawa, mengirim, mengangkut atau mentransito Narkoba jenis Ganja. Atau dakwaan lainnya adalah memberi bantuan untuk membawa, mengirim, mengangkut atau mentransito Narkoba jenis Ganja yang didahului dengan permufakatan jahat.

Pengadilan Negeri Sidikalang menyatakan bahwa dakwaan-dakwaan jaksa tersebut tidak terbukti. Dasar putusan ini adalah pencabutan BAP Kepolisian di pengadilan oleh para terdakwa karena BAP tersebut dibuat tanpa pendampingan penasehat hukum dan dibuat dalam keadaan dipaksa.

Mahkamah Agung menguatkan putusan PN Sidikalang tersebut. Dengan putusannya tersebut Mahkamah Agung menyatakan bahwa bantuan hukum adalah hak setiap terdakwa dalam tingkatan pemeriksaan. MA juga mengembalikan posisi BAP yang ditandatangani terdakwa bukan sebagai barang bukti di pengadilan dan JPU tetap harus membuktikan secara substansial perbuatan pidana terdakwa. Selain itu, yang terpenting, MA juga menyatakan bahwa dugaan torture (peyiksaan) yang diajukan oleh terdakwa merupakan hal yang harus dibuktikan oleh JPU, bukan terdakwa. Dengan demikian, JPU wajib membuktikan torture tersebut tidak terjadi. Continue reading

Kesaksian Polisi yang Tidak Dibenarkan

Putusan Mahkamah Agung dalam kasus narkotika ini sangat menarik karena MA membatalkan putusan Judex Factie yang telah menjatuhkan hukuman kepada terdakwa selama 4 tahun. Alasan Mahkamah Agung membatalkan putusan judex factie tersebut oleh karena saksi-saksi yang memberatkan terdakwa ternyata dari pihak kepolisian itu sendiri. Mahkamah Agung memandang bahwa dalam kasus ini sangat mungkin kesaksian dari pihak kepolisian tersebut direkayasa, bahkan dalam pertimbangannya secara berani Mahkamah Agung menyatakan bahwa cara-cara penyelidikan dan penyidikan seperti yang terjadi dalam kasus ini sarat dengan rekayasa dan pemerasan.

Putusan MA No. 1531 K/Pid.Sus/2010 (Ket San alias Chong Ket)

Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :

Alasan keberatan Terdakwa angka 1 dapat dibenarkanbahwa saksi PRANOTO dan SUGIANTO yang berasal dari pihak kepolisian, keterangannya tidak dapat diterima dan kebenarannya sangat diragukan dengan alasan-alasan :

  • Bahwa pihak kepolisian dalam pemeriksaan perkara a quo mempunyai kepentingan terhadap perkara agar perkara yang ditanganinya berhasil di pengadilan, sehingga keterangannya pasti memberatkan atau menyudutkan bahwa bisa merekayasa keterangan. Padahal yang dibutuhkan sebagai saksi adalah orang yang benar-benar diberikan secara bebas, netral, objektif dan jujur (vide Penjelasan Pasal 185 ayat (6 ) KUHAP) ;
  • Continue reading

Pengenyampingan Hasil Lab yang Tidak Dibenarkan

Putusan MA No. 908 K/Pid/2010

Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat, bahwa alasan-alasan kasasi Jaksa Penuntut Umum dapat dibenarkan, dengan pertimbangan sebagai berikut :

  • Bahwa Judex Facti salah menerapkan hukum pembuktian serta keliru menafsirkan pasal 263 ayat (2) KUHPidana, sehingga membebaskan Terdakwa dari dakwaan Penuntut Umum ;
  • Bahwa kesalahan dalam pertimbangan putusan a quo yaitu Judex Facti telah mengesampingkan hasil laboratoris Kriminalistik barang bukti dokumen No. Lab. 120/DTF/2008 tanggal 17 Mei 2008 Judex Facti tidak mempunyai cukup alasan objektif dan ilmiah untuk mengesampingkan hasil Lab. Kriminalistik, sebab Judex Facti sama sekali tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk melakukan penelitian dan pendalaman soal perbedaan tanda tangan Terdakwa yang hanya berdasar pada tanda tangan pembanding (KT) yang tertera pada surat ketetapan pajak ;
  • Bahwa pengetahuan Judex Facti tidak didasari pada metode ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan, sehingga hasilnya lebih cenderung bersifat subjektif dan spekulatif ; Continue reading

Contoh PK yang Tidak Diterima Karena Alasan Tidak Diajukan oleh Terpidana

Perkara No. 74 PK/Pid.Sus/2010  dengan Terpidana/Terdakwa Setia Budi merupakan (salah satu) contoh putusan PK dimana MA menyatakan tidak dapat menerima permohonan PK karena diajukan bukan oleh Terpidana langsung melainkan oleh Kuasa Hukumnya dan Terpidana tidak hadir dalam sidang pemeriksaan PK di Pengadilan tingkat pertama.

Alasan MA tidak menerima permohonan tersebut untuk menghindari terpidana yang melarikan diri mengajukan PK.

Kutipan Pertimbangan Hukum Mahkamah Agung:

Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena tidak memenuhi syarat formil yaitu sebagai berikut :

  • Bahwa permohonan peninjauan kembali terhadap putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.26/Pid.B/TPK/2008/PN.Jkt.Pst. tanggal 23 Maret 2009 diajukan Edy Jumindra, SH. sebagai kuasa hukum Terpidana, berdasarkan Akta Permohonan Peninjauan Kembali tanggal 27 Januari 2010 No.01/Pid/PK/2010/PN.Jkt.Pst. ;
  • Bahwa berdasarkan Berita Acara Sidang tanggal 16 Februari 2010 dan tanggal 23 Continue reading