Contoh Putusan Kasasi atas Putusan Sela

Putusan kasasi No. 2545 K/Pid.Sus/2009 ini menurut saya cukup menarik. Perkara ini merupakan perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan barang dan jasa. Di tingkat pertama pengadilan negeri mengabulkan eksepsi terdakwa, menyatakan dakwaan JPU tidak dapat diterima dan memerintahkan agar JPU melakukan penyidikan ulang perkara tersebut dengan sungguh-sungguh. Dalam putusan ini tidak terdapat pertimbangan mengapa majelis PN memutuskan hal tersebut, namun dari pokok memori para terdakwa (pemohon kasasi) terkesan bahwa JPU hanya mengusut sebagian terdakwa saja, khususnya para terdakwa sebagai pelaksana proyek (swasta) sementara pejabat terkait tidak diusut. Masih dari memori kasasi pemohon juga terkesan bahwa sebenarnya kesalahan bukan terletak pada para terdakwa namun justru para pejabat tersebut (untuk lebih jelasnya silahkan baca putusannya).

Putusan Sela PN tersebut kemudian dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi. PT kemudian memerintahkan agar PN memeriksa perkara tersebut. Atas putusan PT ini terdakwa kemudian mengajukan kasasi.

Di tingkat kasasi MA menolak permohonan kasasi terdakwa tersebut, dengan pertimbangan bahwa PN dimaksud memang berwenang mengadili karena locus delicti terjadi di wilayah PN tersebut.

Pertimbangan MA tersebut menurut saya agak aneh, karena pokok permasalahan perkara ini sebenarnya bukan mengenai sengketa mengadili, walaupun para pemohon memang juga mengangkat isu ini. Tapi jika melihat pada amar putusan PN dan PT sebenarnya bukan mengenai kewenangan mengadili.

Permohonan Kasasi yang Menyetujui Putusan Judex Factie

Ada yang janggal dari putusan MA No. 1890 K/Pid.Sus/2010 yang ini. Dalam putusan Kasasi ini baik terdakwa maupun JPU sama-sama mengajukan kasasi, dan duduk sebagai pemohon kasasi. Yang aneh walaupun duduk sebagai pemohon kasasi namun pokok permohonan kasasi dari JPU justru sejalan dengan putusan dan pertimbangan judex factie itu sendiri.

Dalam pokok permohonan kasasi JPU, JPU menyatakan bahwa pertimbangan Judex Factie (Pengadilan Tinggi) telah benar dan tidak melakukan kekeliruan. Kemudian JPU menguraikan apa alasannya. Ini membingungkan, karena jika JPU berpandangan bahwa putusan judex factie telah tepat lalu mengapa mengajukan kasasi? Bukankah kasasi dimaksudkan untuk memeriksa benar tidaknya pengadilan (judex factie) dalam menerapkan hukum, tidak mengadili dengan cara yang ditentukan oleh undang-undang atau judex factie melampaui Continue reading

Putusan Perkara Korupsi di Koperasi Pegawai Negeri

Putusan no. 1853 K/Pid.Sus/2009 merupakan putusan dalam perkara korupsi di suatu Koperasi Pegawai Negeri Sipil. Dalam kasus ini Terdakwa yang merupakan Bendahara didakwa melakukan penyelewengan keuangan, seperti membuat laporan fiktif seakan-akan terdapat anggota-anggota koperasi yang melakukan peminjaman uang dan lain sebagainya. Koperasi tersebut juga mendapatkan bantuan modal dari Pemda sebesar Rp. 300 jt. Total kerugian yang disebabkan oleh Terdakwa sebesar sekitar Rp. 1 M, dimana 180 jt diantaranya merupakan kerugian negara.

Di tingkat pertama terdakwa dilepaskan (onslagt) oleh pengadilan negeri karena dianggap perbuatan terdakwa masuk dalam ranah perdata. Yang menarik dalam memori kasasinya JPU menyatakan Ketua Majelis Hakim tidak imparsial dalam memutus karena memaksakan kesaksian kepada para saksi dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat mengarahkan.

Continue reading

Seputar Masalah Asas Non-Retroaktif

Seputar Masalah Asas Non-Retroaktif[1]

Arsil[2]

Pada tanggal 15 Februari 2005 yang lalu Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan putusan atas Permohonan Judicial Review Pasal 68 UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPTPK (Putusan No. 069/PUU-II/2004). Dalam putusan tersebut dinyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi menolak permohonan Judicial Review yang diajukan oleh Pemohon dalam hal ini Bram Manopo yang juga merupakan salah satu tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi pembelian helikopter Rusia oleh Pemerintah Daerah Nanggroe Aceh Darussalam dengan alasan pihak Pemohon tidak mempunyai Legal Standing dalam permohonan tersebut.

Continue reading

Putusan Pengadilan Sebagai Novum

No. 20 PK/Pid.Sus/2008 (Drs. Nasuha Risagarniwa)

(membatalkan putusan MA No. 1065 K/Pid/2006 – untuk melihat pertimbangan MA dalam putusan ini  Klik di sini)

Bahwa alasan-alasan tersebut dapat dibenarkan, oleh karena novum berupa putusan Mahkamah Agung tanggal 13 Juni 2007 No. 1158 K/PID/2007 atas nama Terdakwa H. Akhmad Dimiyati, Sip Bin H. Dayat yang oleh Mahkamah Agung Terdakwa tersebut dilepas dari tuntutan hukum;

Bahwa bukti putusan Mahkamah Agung atas nama Terdakwa H. Akhmad Dimiyati, Sip Bin H. Dayat tersebut merupakan bukti yang menentukan karena Terdakwa dalam perkara a quo telah didakwa melakukan korupsi bersama-sama dengan anggota DPRD Kabupaten Ciamis termasuk H. Akhmad Dimiyati Sip. Bin H.Dayat karena melanggar Peraturan Pemerintah No. 110 Tahun 2000;

Bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum didasarkan pada adanya pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah No. 110 Tahun 2000;

Bahwa Peraturan Pemerintah No. 110 Tahun 2000 tersebut telah dinyatakan batal oleh putusan Mahkamah Agung dengan No. 04 G/HUM/2000 tanggal 9 September 2002 karena bertentangan dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999;.

Bahwa dengan dibatalkannya Peraturan Pemerintah No. 110 Tahun 2000 tersebut maka landasan hukum dakwaan Jaksa Penuntut Umum kepada terdakwa sudah tidak ada lagi, sehingga Terdakwa harus dilepaskan dari segala tuntutan hukum (ontslag van rechts vervolging)

Majelis PK : 1) Harifin A Tumpa (Ketua); 2) I Made Tara (Anggota); 3) Muchsin (Anggota)

Catatan Tambahan:

Putusan MA yang dibatalkan oleh putusan PK ini diputus pada tanggal 31 Agustus 2006, sementara novum yang dimaksud dalam perkara ini (putusan MA 1158 K/Pid/2007) baru ada (diputus) pada tanggal 13 Juni 2007.


Perkara Pohon Mangga – Putusan MA No. 1022 K/Pdt/2006

Waktu saya kuliah di fakultas hukum, semester-semester awal, saya cukup takjub dengan yurisprudensi Hogeraad yang kita pelajari dulu, misalnya kasus “Cerobong Asap”, kasus pohon yang melewati pagar tetangga, dan beberapa kasus lainnya (saya lupa apa lagi). Yang membuat saya takjub yaitu karena kasus nya terlihat seperti kasus sepele, bukan kasus yang nilainya milyaran, tapi dari kasus-kasus tersebut bisa tercipta putusan-putusan yang kemudian menjadi yurisprudensi, yang kemudian dibahas di fakultas-fakultas hukum tak hanya di Indonesia tapi juga tentunya di negeri asalnya, Belanda. Continue reading

Analisa Putusan MA No. 572 K/ Pid/2003 – Kasus Akbar Tandjung

Dakwaan:

Primair

‘Menerima dan menggunakan uang BULOG sebesar Rp. 40 milyar tidak sesuai ketentuan yang berlaku untuk itu, serta diluar kepentingan tugas dan fungsi BULOG atau menerima dan menggunakan uang Rp. 40 milyar tersebut bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dalam tata cara penggunaan uang negara.’

 

Subsidair

‘Menerima dan menggunakan uang BULOG sebesar Rp. 40 milyar tidak sesuai ketentuan yang berlaku untuk itu, serta diluar kepentingan tugas dan fungsi BULOG atau menerima dan menggunakan uang Rp. 40 milyar tersebut bertentangan dengan tugas dan fungsi Kantor Sekretariat Negara atau setidak-tidaknya bertentangan dengan ketentuan  yang berlaku dalam tata cara penggunaan uang negara.’

  Continue reading

Dilema Peninjauan Kembali oleh Jaksa – Catatan Atas Putusan MA

* Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menghambat upaya pengungkapan kasus pembunuhan terhadap alm. Munir. Semata bertujuan untuk mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran HAM dalam kasus-kasus pidana lainnya sebagai ekses dari dimungkinkannya PK oleh Jaksa.

Pengantar

Pada tahun 2007 yang lalu Mahkamah Agung memutuskan bahwa Permohonan PK yang diajukan oleh Jaksa dalam kasus pembunuhan aktivis Munir dapat diterima, bahkan dalam putusannya Majelis PK yang dipimpin oleh Ketua MA pada saat itu, Prof. Dr. Bagir Manan, SH, MCL membatalkan putusan MA sebelumnya pada tingkat Kasasi dan menyatakan bahwa Pollycarpus terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Munir. Hukuman yang dijatuhkan oleh Majelis PK ini pun tak tanggung-tanggung, 20 tahun penjara, 6 tahun lebih tinggi dari putusan Pengadilan Tinggi yang menghukum Polly sebesar 14 tahun penjara. Namun khusus mengenai besarnya hukuman ini suara MA ternyata tidak bulat, 2 Anggota Majelis yaitu Parman Suparman dan Harifin Tumpa berpendapat bahwa hukuman yang dapat dijatuhkan terhadap Polly tidak boleh lebih tinggi dari 14 tahun atau tidak boleh lebih tinggi dari putusan Pengadilan Tinggi.

Continue reading