Kasasi Demi Kepentingan Hukum (2)

Beberapa waktu yang lalu saya memposting pertanyaan mengenai apakah pernah ada putusan Kasasi Demi Kepentingan Hukum (cassatie in  het belang der wet), upaya hukum luar biasa yang kewenangannya khusus dimiliki oleh Jaksa Agung (link). Beberapa hari yang lalu saya mendapat kabar dari seorang kawan yang juga merupakan seorang dosen di UI yang memberitahukan pada saya bahwa ia menemukan dalam bukunya MH Silaban SH yang berjudul Kasasi – Upaya Hukum Acara Pidana dinyatakan bahwa pernah ada putusan KDKH.

Berikut Nomor-nomor putusan KDKH tersebut:

  1. 4 K/Rup/1956
  2. 178 K/Kr/1962 (Update 4 Nop 2011)
  3. 13 K/Kr/1964
  4. 25 K/Kr/1964
  5. 186 K/Kr/1979
  6. 1828 K/Pid/1989

Dari kelima putusan tersebut sejauh ini saya telah menemukan 3 di antaranya, yaitu 3 putusan yang disebut terakhir. Secara berurutan 3 putusan tersebut dapat ditemukan di Himpunan Yurisprudensi Mahkamah Agung tahun 1969, 1978, dan 1992.

Namun dari ketiga putusan yang telah saya temukan tersebut sepertinya putusan No. 25 K/Kr/1964 sebenarnya tidak layak disebut sebagai KDKH oleh karena putusannya menimbulkan akibat bagi terpidana, yang mana seharusnya hal itu tidak terjadi dalam KDKH. Sementara dua putusan lainnya layak dan memang dimaksudkan sebagai permohonan KDKH.

Putusan No. 25 K/Kr/1964 ini dapat dibilang sekedar penyiasatan belaka dari Mahkamah Agung pada saat itu untuk tetap dapat menerima permohonan Kasasi dari JPU. Perkara ini sendiri merupakan perkara tindak pidana ekonomi dengan terdakwa Go Siang Jong. Dalam perkara ini awalnya Pengadilan Ekonomi Makassar memutus bebas terdakwa. Atas putusan bebas tersebut JPU kemudian mengajukan banding, namun permohonan banding tersebut dinyatakan tidak dapat diterima oleh Pengadilan Tinggi Ekonomi di Makassar. Dalam kutipan putusan yang ada dalam Himpunan Yurisprudensi tersebut tidak dijabarkan pertimbangan hukum dari majelis hakim banding tersebut, namun jika melihat pada UU Darurat No. 7 Tahun 1955 khususnya pasal 43 sepertinya alasannya adalah oleh karena putusan tingkat pertama tersebut termasuk pada putusan yang tidak dapat diajukan banding.

Atas putusan Banding tersebut JPU kemudian mengajukan permohonan Kasasi. Akan tetapi tampaknya permohonan kasasi tersebut telah lewat waktu hingga 6 minggu.  Seharusnya permohonan kasasi tersebut menurut MA tidak dapat diterima, namun oleh MA kemudian permohonan tersebut diperlakukan sebagai permohonan kasasi yang diajukan oleh Jaksa Agung (KDKH) sehingga tidak terikat oleh batas waktu. Dalam putusannya kemudian MA mengabulkan permohonan kasasi tersebut, membatalkan putusan banding, serta memerintahkan Pengadilan Tinggi Ekonomi di Makassar membuka kembali persidangan atas permohonan banding JPU yang sebelumnya dinyatakan tidak dapat diterima.

Mengenai deskripsi atas kedua putusan lainnya akan saya tulis dalam waktu dekat.

(Update 20 Juli 2010)

Putusan Kasasi No. 1828 K/Pid/1989 merupakan putusan atas Praperadilan atas masalah Penyitaan. Dalam perkara ini di tingkat Praperadilan pemohon mempermasalahkan penyitaan Kapal miliknya yang dilakukan oleh Kepolisian. Atas permohonan tersebut pengadilan negeri kemudian mengabulkan permohonan tersebut dan menyatakan penyitaan yang dilakukan oleh Kepolisian tersebut tidak sah. Putusan Praperadilan PN tersebut kemudian diajukan Kasasi Demi Kepentingan Hukum oleh Jaksa Agung dengan alasan seharusnya penyitaan tidak termasuk dalam obyek sengketa Praperadilan.

Atas permohonan KDKH tersebut kemudian MA mengabulkannya dan membatalkan putusan praperadilan tersebut, namun menyatakan bahwa putusan MA ini tidak berdampak hukum, atau dengan kata lain putusan praperadilan tetap berlaku. Putusan MA tersebut merupakan upaya untuk meluruskan hukum semata yang berguna sebagai yurisprudensi. Putusan ini mempertegas ketentuan dalam KUHAP yang menyatakan bahwa obyek praperadilan tidak termasuk masalah penyitaan.

(Update 4 Nopember 2011)

Hari ini saya menemukan satu lagi putusan KDKH yang diputus oleh Mahkamah Agung pada tahun 1962 di website BPHN.go.id, yaitu perkara pidana dengan no. 178 K/Kr/1962 dengan terdakwa Liem Swan Thwan. Perkara pidana ini merupakan perkara Tindak Pidana Ekonomi UU Darurat No. 7 Tahun 1955 yang diadili di Pengadilan Tindak Pidana Ekonomi.

Dalam perkara ini Terdakwa di dakwa karena melakukan beberapa perbuatan yang berdasarkan UUDarurat No. 7/55 masuk dalam kualifikasi Kejahatan dan beberapa perbuatan lainnya yang masuk dalam kualifikasi Pelanggaran. Di tingkat pertama seluruh dakwaan JPU dinyatakan terbukti, namun JPU dalam perkara tersebut tetap mengajukan Banding. Permohonan Banding tersebut diterima sebagian oleh Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Ekonomi, khusus untuk dakwaan Pelanggaran PT TPE menyatakan tidak dapat diterima oleh karena menurut PT berdasarkan Pasal 42 UUDarurat 7/55 tersebut terhadap Pelanggaran tidak dapat diajukan Banding.

Atas putusan PT TPE yang menolak permohonan Banding atas Pelanggaran tersebut Jaksa Agung tidak sependapat. Jaksa Agung saat itu berpendapat bahwa tafsir PT TPE dalam perkara tersebut tidak tepat sehingga mengajukan permohonan Kasasi. Permohonan Kasasi ini kemudian oleh Mahkamah Agung diperlakukan sebagai KDKH (serupa dengan catatan saya atas putusan No. 25 K/Kr/1964 di atas). dalam pertimbangannya MA sependapat dengan Jaksa Agung, bahwa PT TPE telah salah dalam menafsirkan Pasal 42 UUDarurat No. 7 Tahun 1955, menurut MA pasal tersebut tidak berarti bahwa setiap putusan atas Pelanggaran tidak dapat diajukan Banding, namun hanya putusan atas Pelanggaran yang (pada intinya) bersifat pembebasan saja yang tidak dapat diajukan Banding.

Dokumen putusan No. 178 K/Kr/1962 tersebut dapat diunduh di sini.

PK Yang Diajukan Jaksa (2)

Putusan MA No. 15 PK/Pid/2006 (Soetiyawati alias Ahua binti Kartaningsih)

Diputus tanggal 19 Juni 2006

Perkara : Perusakan Barang

Lokasi : Tanjung Pinang

Majelis Hakim

  1. Parman Suparman
  2. Arbiyoto
  3. Imam Haryadi

Resume Perkara:

Terdakwa merupakan pemilik sewa atas suatu rumah. Pada tahun 1965 terdakwa menyewakan rumahnya kepada saksi korban. Pada bulan juni 2002 saksi korban/penyewa meninggalkan rumah sewanya selama kurun waktu 2 bulan (tidak terlalu jelas apakah yang dimaksud 2 bulan atau kurun waktu juni s/d november). Pada bulan November 2002 terdakwa membongkar pintu rumah yang disewa tersebut dengan merusak kusen, pintu dan kunci rumah, kemudian menggantinya dengan kunci rantai sepeda. Ketika saksi korban mengetahui kejadian tersebut saksi korban mengganti kunci rantai sepeda yang dipasang Terdakwa dengan dengan kunci baru. Ketika saksi korban tidak ada dirumah Terdakwa kembali memaksa masuk ke rumah dengan jalan merusak kunci yang baru dipasang saksi korban. Atas perbuatan tersebut terdakwa didakwa dengan pasal 200 ayat 1 KUHP, pasal 406 KUHP, dan pasal 335 KUHP. Continue reading

PK Yang Diajukan Jaksa (1)

Putusan MA No. 84 PK/Pid/2006 (Mulyar bin Syamsi)

Diputus tanggal 18 Juli 2007

Perkara ini merupakan perkara tindak pidana kehutanan dimana Terdakwa baik ditingkat pertama maupun banding dinyatakan terbukti menyuruh orang lain dengan tanpa hak mengangkut hasil hutan tanpa izin. Namun pada tingkat banding Pengadilan Tinggi Palangkaraya sedikit mengkoreksi putusan PN Muara Teweh khusus mengenai status 2 buah barang bukti, yaitu 2 buah truk yang digunakan untuk mengangkut kayu-kayu ilegal tersebut. PT Palangkaraya memutuskan kedua buah truk tersebut tidak dirampas oleh negara namun dikembalikan kepada yang berhak oleh karena keduanya berstatus jaminan fidusia.

Setelah putusan Banding tersebut Penuntut Umum tidak mengajukan kasasi namun mengajukan PK setelah putusan Banding tersebut berkekuatan hukum tetap. Pokok persoalan yang menjadi alasan PK Penuntut Umum ini adalah mengenai status dua buah truk tersebut. Penuntut Umum beralasan bahwa Pengadilan Tinggi telah melakukan kekeliruan oleh karena kedua truk tersebut merupakan alat yang digunakan untuk melakukan kejahatan, dan menurut UU Kehutanan semua alat yang digunakan untuk melakukan kejahatan dibidang kehutanan harus dirampas oleh negara, terlepas dari apakah alat-alat/barang-barang bukti tersebut milik terpidana atau bukan.

Atas permohonan PK yang diajukan oleh Jaksa/Penuntut Umum tersebut MA menyatakan tidak dapat menerima permohonan PK tersebut dengan alasan secara berdasarkan KUHAP PK hanya dapat diajukan oleh terpidana atau ahli warisnya. Berikut pertimbangan MA tersebut:

Kutipan Pertimbangan Putusan Mahkamah Agung

Menimbang, bahwa terlepas dari alasan-alasan tersebut, Mahkamah Agung akan terlebih dahulu mempertimbangkan secara formil, permohonan peninjauankembali yang diajukan oleh Jaksa / Penuntut Umum ;

Bahwa Pasal 263 ayat (1) KUHAP telah menentukan bahwa terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, Terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauankembali kepada Mahkamah Agung;

Bahwa ketentuan tersebut telah mengatur secara tegas dan limitatif bahwa yang dapat mengajukan peninjauankembali adalah Terpidana atau ahli warisnya. Hal ini berarti bahwa yang bukan Terpidana atau ahli warisnya tidak dapat mengajukan peninjauankembali. Dengan adanya ketentuan yang tegas dan limitatif tersebut, tidak diperlukan lagi ketentuan khusus, yang mengatur bahwa yang bukan Terpidana atau ahli warisnya tidak dapat mengajukan peninjauankembali ;

Bahwa “due proses of law” tersebut berfungsi sebagai pembatasan kekuasaan Negara dalam bertindak terhadap warga masyarakat, dan bersifat normatif, sehingga tidak dapat ditafsirkan dan tidak dapat disimpangi, karena akan melanggar keadilan dan kepastian hukum ;

Menimbang, berdasarkan hal-hal tersebut disimpulkan bahwa Jaksa Penuntut Umum tidak dapat mengajukan permohonan peninjauankembali atas putusan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap. Oleh karenanya apa yang dimohonkan oleh Jaksa Penuntut Umum merupakan kesalahan dalam penerapan hukum acara, sehingga permohonan peninjauan kembali yang dimajukan oleh Jaksa Penuntut Umum haruslah dinyatakan tidak dapat diterima;

Menimbang, bahwa oleh karena permohonan peninjauankembali tidak dapat diterima, maka alasan-alasan peninjauankembali tidak dipertimbangkan lagi;

Majelis Hakim Agung :

1) Iskandar Kamil (Ketua);

2) Djoko Sarwoko (Anggota);

3) Bahauddin Qoudry (Anggota)

http://putusan.mahkamahagung.go.id/app-mari/putusan/details.php?catid=81de9cff1decf3073aed0270eaf081e4&cgyid=

PK Yang Diajukan Jaksa

Putusan MA No. 84 PK/Pid/2006 (Mulyar bin Syamsi)

Menimbang, bahwa terlepas dari alasan-alasan tersebut, Mahkamah Agung akan terlebih dahulu mempertimbangkan secara formil, permohonan peninjauankembali yang diajukan oleh Jaksa / Penuntut Umum ;

Bahwa Pasal 263 ayat (1) KUHAP telah menentukan bahwa terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, Terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauankembali kepada Mahkamah Agung;

Bahwa ketentuan tersebut telah mengatur secara tegas dan limitatif bahwa yang dapat mengajukan peninjauankembali adalah Terpidana atau ahli warisnya. Hal ini berarti bahwa yang bukan Terpidana atau ahli warisnya tidak dapat mengajukan peninjauankembali. Dengan adanya ketentuan yang tegas dan limitatif tersebut, tidak diperlukan lagi ketentuan khusus, yang mengatur bahwa yang bukan Terpidana atau ahli warisnya tidak dapat mengajukan peninjauankembali ;

Bahwa “due proses of law” tersebut berfungsi sebagai pembatasan kekuasaan Negara dalam bertindak terhadap warga masyarakat, dan bersifat normatif, sehingga tidak dapat ditafsirkan dan tidak dapat disimpangi, karena akan melanggar keadilan dan kepastian hukum ;

Menimbang, berdasarkan hal-hal tersebut disimpulkan bahwa Jaksa Penuntut Umum tidak dapat mengajukan permohonan peninjauankembali atas putusan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap. Oleh karenanya apa yang dimohonkan oleh Jaksa Penuntut Umum merupakan kesalahan dalam penerapan hukum acara, sehingga permohonan peninjauan kembali yang dimajukan oleh Jaksa Penuntut Umum haruslah dinyatakan tidak dapat diterima;

Menimbang, bahwa oleh karena permohonan peninjauankembali tidak dapat diterima, maka alasan-alasan peninjauankembali tidak dipertimbangkan lagi;

Majelis Hakim Agung : 1) Iskandar Kamil (Ketua); 2) Djoko Sarwoko (Anggota); 3) Bahauddin Qoudry (Anggota)

Putusan Atas Perbuatan Yang Tidak Didakwakan

No. 876 K/Pid/2006 (Tumpak Simanjuntak)

Menimbang, terlepas dari alasan-alasan kasasi tersebut Mahkamah Agung berpendapat :

Bahwa Judex Facti (Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri) telah salah menerapkan hukum dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :

  1. Bahwa Judex Facti (Pengadilan Negeri) yang menyatakan bahwa terhadap Terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana tersebut dalam Dakwaan Jaksa Penuntut Umum baik dalam dakwaan pertama atau dakwaan kedua, namun karena berdasarkan fakta-fakta dipersidangan, Terdakwa dinyatakan telah bersalah melakukan tindak pidana berdasarkan pasal lain yang tidak didakwakan yaitu Pasal 3 (1) Undang-Undang No.31 tahun 1999 jo Undang-Undang No.20 tahun 2001, pasal yang masih satu jenis, atau masih dalam satu kwalifikasi dengan pasal yang didakwakan;
  2. Bahwa terhadap pertimbangan yang demikian Judex Facti (Pengadilan Negeri) telah melampaui batas wewenangnya, dimana dalam surat dakwaan tidak didakwakan, namun membuat sendiri pasal yang dianggap sejenis dengan tindakan yang dilakukan oleh Terdakwa ;
  3. Bahwa bila mengingat rasa keadilan terhadap diri Terdakwa justru Terdakwa yang harus dihormati dari sebab tidak melakukan apa yang tidak didakwakan kepadanya ;

Kasus Posisi:

Terdakwa adalah seorang Kepala Desa di desa Pematang Siantar Lalang Kabupaten Deli Serdang. Pada tahun 2002 Terdakwa membagikan Beras Miskin kepada warga. Pada awalnya KK yang berhak mendapatkan Raskin sebanyak 324 KK dimana masing-masing KK berhak mendapatkan 20 kg beras dimana per kg nya dikenakan harga Rp. 1.000, -. Pembagian beras tersebut pada tahun 2002 terjadi sebanyak 4 kali. Dalam membagikan beras tersebut terdakwa melakukan penyimpangan-penyimpangan prosedur, mulai dari pembagian tidak dilakukan dengan kupon, harga beras tidak merata, ada yang dijual Rp. 100,- hingga  Rp. 1.300,-, serta jumlah KK penerima beras membengkak dari 344 hingga 495 KK. Atas perbuatan terdakwa menurut JPU negara dirugikan sebesar Rp. 12.960.000,- (Dua belas sembilan ratus enam puluh ribu rupiah). Surat Dakwaan oleh JPU disusun secara alternatif, namun JPU melakukan kesalahan oleh karena dakwaan pertama dan kedua baik maupun pasal yang didakwakan tidak berbeda sama sekali. Pasal 2 ayat 1 UU No. 31/1999. Anehnya dalam tuntutannya JPU menuntut terdakwa telah melanggar pasal 3 UU No. 31/1999.  Di tingkat pertama PN menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dalam dakwaan kesatu maupun kedua, namun terdakwa dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Di tingkat banding putusan PN tersebut diperkuat. Di tingkat kasasi kedua putusan tersebut dibatalkan karena terdakwa dinyatakan terbukti atas pasal yang tidak didakwakan terhadapnya (pasal 3 UU No. 31/1999). Dan mengingat dalam putusan PN yang dikuatkan PT terdakwa tidak terbukti melakukan perbuatan dalam dakwaan kesatu dan kedua MA akhirnya membebaskan terdakwa.

Majelis Hakim Agung: 1) German Hudiarto (Ketua); 2) Soedarno (Anggota); 3) Imam Haryadi (Anggota)

Putusan Pengadilan Sebagai Novum

No. 20 PK/Pid.Sus/2008 (Drs. Nasuha Risagarniwa)

(membatalkan putusan MA No. 1065 K/Pid/2006 – untuk melihat pertimbangan MA dalam putusan ini  Klik di sini)

Bahwa alasan-alasan tersebut dapat dibenarkan, oleh karena novum berupa putusan Mahkamah Agung tanggal 13 Juni 2007 No. 1158 K/PID/2007 atas nama Terdakwa H. Akhmad Dimiyati, Sip Bin H. Dayat yang oleh Mahkamah Agung Terdakwa tersebut dilepas dari tuntutan hukum;

Bahwa bukti putusan Mahkamah Agung atas nama Terdakwa H. Akhmad Dimiyati, Sip Bin H. Dayat tersebut merupakan bukti yang menentukan karena Terdakwa dalam perkara a quo telah didakwa melakukan korupsi bersama-sama dengan anggota DPRD Kabupaten Ciamis termasuk H. Akhmad Dimiyati Sip. Bin H.Dayat karena melanggar Peraturan Pemerintah No. 110 Tahun 2000;

Bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum didasarkan pada adanya pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah No. 110 Tahun 2000;

Bahwa Peraturan Pemerintah No. 110 Tahun 2000 tersebut telah dinyatakan batal oleh putusan Mahkamah Agung dengan No. 04 G/HUM/2000 tanggal 9 September 2002 karena bertentangan dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999;.

Bahwa dengan dibatalkannya Peraturan Pemerintah No. 110 Tahun 2000 tersebut maka landasan hukum dakwaan Jaksa Penuntut Umum kepada terdakwa sudah tidak ada lagi, sehingga Terdakwa harus dilepaskan dari segala tuntutan hukum (ontslag van rechts vervolging)

Majelis PK : 1) Harifin A Tumpa (Ketua); 2) I Made Tara (Anggota); 3) Muchsin (Anggota)

Catatan Tambahan:

Putusan MA yang dibatalkan oleh putusan PK ini diputus pada tanggal 31 Agustus 2006, sementara novum yang dimaksud dalam perkara ini (putusan MA 1158 K/Pid/2007) baru ada (diputus) pada tanggal 13 Juni 2007.


Isi Surat Dakwaan

Putusan MA No. 361 K/Pid.Sus/2008 (terdakwa Hj. Nurwati)

 

Bahwa alasan-alasan tersebut dapat dibenarkan, oleh karena judex facti (Pengadilan Tinggi ) salah menerapkan hukum, in casu berdasarkan pasal 143 Ayat (1) huruf b KUHAP apabila dakwaan tidak menguraikan secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dan tidak menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu, baru dapat dinyatakan “ batal demi hukum “ ;

Bahwa Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana, tidak menjelaskan pengertian tentang surat dakwaan harus berisi uraian secara cermat, jelas dan lengkap, tetapi berdasarkan praktek pengadilan, hal tersebut di artikan sebagai berikut : Continue reading

Pemberian Ganti Kerugian dalam Perkara Pembunuhan

Dalam Putusan MA No. 107 PK/Pid/2006 (terdakwa  Adiguna Sutowo)

bahwa alasan ini dapat dibenarkan berdasarkan alasan-alasan yang pada pokoknya sebagai berikut :

  1. bahwa alasan tersebut, merupakan kekeliruan yang nyata yaitu dalam fakta yang ada sebagaimana dimaksud dalam pasal 263 ayat 2 huruf c KUHAP, dimana adanya bentuk perdamaian antara terpidana dan keluarga korban kurang sempurna dipertimbangkan; Continue reading

Pengertian Bebas Tidak Murni

Menimbang, bahwa namun demikian sesuai yurisprudensi yang sudah ada apabila ternyata putusan pengadilan yang membebaskan Terdakwa itu merupakan pembebasan murni sifatnya, maka sesuai ketentuan Pasal 244 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) tersebut, permohonan kasasi tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima ;

 

Menimbang, bahwa sebaliknya apabila pembebasan itu didasarkan pada penafsiran yang keliru terhadap sebutan tindak pidana yang dimuat dalam surat dakwaan dan bukan didasarkan pada tidak terbuktimya suatu unsur perbuatan yang didakwakan, atau apabila pembebasan itu sebenarnya adalah merupakan putusan lepas dari segala tuntutan hukum, atau apabila dalam menjatuhkan putusan itu pengadilan telah melampaui batas kewenangannya ( meskipun hal ini tidak diajukan sebagai alasan kasasi ), Mahkamah Agung atas dasar pendapatnya bahwa pembebasan itu bukan merupakan pembebasan yang murni harus menerima permohonan kasasi tersebut

 

(Yurisprudensi Tetap MA)

Pidana Minimum Bagi Anak Dibawah Umur

Dalam Perkara No. 2824 K/Pid/2006

(putusan belum d-upload di www.putusan.net)

 

Terlepas dari alasan-alasan tersebut, ternyata judex factie telah salah menerapkan peraturan hukum/tidak menerapkan sebagaimana mestinya, karena judex factie telah menerapkan penjatuhan pidana terhadap Terdakwa yang masih berumur 14 tahun ini sama dengan terhadap orang dewasa, sedangkan berdasarkan Pasal 26 (1) Undang-Undang No.3 Tahun 1997 penjatuhan pidana terhadap anak nakal paling lama ½ dari maximum Continue reading

Perubahan Surat Dakwaan

Dalam perkara No. 2105 K/Pid/2006

Dengan Terdakwa : Ir. Wahyu Hartanto

(pertimbangan MA)

1.       bahwa secara tegas Pasal 144 ayat 1 dan ayat 2 menentukan :

(1)    Penuntut Umum dapat mengubah surat dakwaan sebelum Pengadilan menetapkan hari sidang, baik dengan tujuan untuk menyempurnakan maupun untuk tidak melanjutkan penuntutannya ;

(2)    Pengubahan surat dakwaan tersebut dapat dilakukan hanya satu kali selambat-lambatnya tujuh hari sebelum sidang dimulai ;

 

2.       Bahwa Penuntut Umum telah mengubah surat dakwaan a quo tidak menurut cara dan waktu yang secara tegas ditentukan oleh Pasal 144 ayat 1 dan ayat 2 KUHAP, karena : Continue reading